Happy reading! Jangan lupa baca cerita lainnya juga thx‼️
****
Malam ini di sebuah club malam para anak muda hingga dewasa berpesta menikmati dentuman musik yang berdengung di telinga. Sama halnya dengan Alvaro yang tak pernah ketinggalan bersama ke-4 sahabatnya."Tutor dapet cewek." kata Caka sembari memperhatikan salah satu sahabatnya yaitu Gama yang sedang merangkul mesra dengan gadis yang baru ia temui di tempat itu.
"Ganteng."
"Gue juga ganteng."
"Kaya."
"Bokap gue juragan lele."
"Ga bau amis."
"Gue-" Caka menghela nafas menatap Bio dengan malas. "Anjing! Lo kira gue selama ini bau amis hah?!"
"Ga nyadar." balas Bio dengan kekehannya.
Alvaro kemudian menghampiri dengan sebotol bir dan gelas di kedua tangannya. Memperhatikan sekeliling sampai matanya jatuh pada sosok Gama. Lelaki itu memang tidak jauh darinya, namun Gama lebih brengsek. Alvaro akui, pesona seorang Gama tidak akan ia ragukan lagi. Bahkan dalam sehari Gama bisa mengencani 3 perempuan sekaligus.
"Kita partynya tiap malem begini gue mau." kata Bio. Cowok berkulit sawo matang itu menyandarkan tubuhnya ke sofa sembari merokok.
"Lo enak orangtua bebasin. Lah gue? Pulang jam 10 aja dikunciin dari luar." sambar Caka dengan bibir dimajukan saat berbicara.
"Lebih enak lagi Gama. Udah tinggal sendiri dia di apart." sambung Gavier. Cowok dengan bandana hitam di lengannya menoleh sekejap pada nama yang ia sebutkan.
"Ga tanya sih gue. Udah bokapnya kaya, anak tunggal. Apalagi coba yang kurang."
"Minusnya dia ga punya perasaan."
"Noh. Kaya sebelah lo. Maklum temen dari orok." sindir Bio pada Alvaro.
"Sifat orang emang bisa menular. Contohnya gue. Dulu gue ga berani ngomong kasar, semenjak kenal kalian ber empat, kebun binatang pindah ke mulut gue semua."
Bio tertawa dengan ucapan Caka. "Najis! sok lo!"
"Dih ga percaya! Tanya aja sama mamih gue."
"Iya deh si paling anak mamih."
"Halaman luas loh di sini."
"Apa? Nantangin?" kata Bio sudah memajukan badannya.
"Bercanda! Serius amat lo!" balas Caka yang sebenarnya takut.
"Itu si Gama apa ga kebas bibirnya nyosor terus dari tadi."
Gama yang mendengar itu memberikan acungan jari tengahnya tanpa melepas tautan bibirnya dengan perempuan yang kini di pangkuan.
Alvaro mengulas senyum, duduk santai di sofa sembari memperhatikan sekeliling sampai matanya tertuju pada seorang perempuan yang sedang menggerakan tubuhnya di antara orang-orang yang berseru menikmati tontonan itu.
Sontak Alvaro pun terbangun membuat teman-temannya menyerit. Dia pun langsung melangkah lebih dekat dengan perempuan itu dengan tangan terkepal, mendorong siapapun yang menghalangi jalannya.
"Minggir!" Alvaro berkata rendah, menatap tajam seorang lelaki yang akan memeluk gadisnya.
Celsa-kekasihnya. Seketika gerakan tubuh gadis itu berhenti, tatapan keduanya juga bertemu sebelum Celsa menyadari bahwa Alvaro sedang marah dan menariknya pergi.
Setelah lumayan jauh dari jangkauan teman-temannya, Alvaro mendorong Celsa, menunduk meneliti pakaian yang tak pantas Celsa pakai.
"Ngapain lo di sini?"
"Buntutin lo." jawab Celsa menyeringai lebar saat melihat kebingungan Alvaro.
"Lo ga pernah ajak gue keluar malem. Kumpul sama temen-temen lo. Ga kaya dia yang sering lo prioritasin."
"Celsa..." lirih Alvaro dengan tatapan menyendu.
"Shttt," Celsa meletakan jarinya di bibir Alvaro lalu semakin turun, mengusap dada bidang lelaki itu dengan gerakan sensual.
"Kenapa lo ga pernah kasih bunga mawar putih lagi sama gue? Gue kangen di loker ada itu." gumannya dengan bibir maju.
Sepertinya Celsa mabuk.
"Berapa banyak yang lo minum?" tanya Alvaro menahan pinggang Celsa.
Celsa menjentikan jarinya seperti menghitung dengan ragu. "Dua, empat, emm lupa hehee."
Alvaro menghela nafas. "Lo mabuk Celsa."
"Iya? Mabuk banget sampai gila gue suka sama cowok orang." kata Celsa dengan kekehannya.
Alvaro diam, menyelusuri pandangannya meneliti wajah Celsa.
"Gue sayang lo."
Celsa menjadi diam tidak lagi seperti orang linglung. Di sana, Gama melihat mereka dengan mata menyipit. Mengetahui segalanya apa yang terjadi pada Alvaro dan Celsa.
"Pembohong. Hati itu cuma satu. Masa lo ada dua. Dasar rakus." kata Celsa menunjuk dada Alvaro yang terbalut kaos hitam dan jaket hitam milik Arcegas.
"Gue dimana?" tanya Celsa mendongak menatap Alvaro.
"Sampai kapan lo bohongin gue terus Al." lirih Celsa membuat Alvaro menggeleng.
"Engga Cel. Lo sama Shena sama."
"Ga ada dua ratu di satu istana." kata Celsa menatap manik Alvaro yang terpaku.
"Lo bahas ini lagi."
"Karna lo terus buat hubungan kita ga jelas."
"Lo mau kaya gimana?" erang Alvaro frustasi.
"Yang ga ada Shena." jawab gadis membuat Alvaro diam.
Celsa terkekeh sinis, melangkah pergi walaupun dengan tubuh terhuyung-huyung tanpa Alvaro menahannya.
Celsa keluar dari dalam club, mengusap air matanya yang keluar.
"Sial! Buat apa gue nangis!"
Kemudian dia pun tertawa mencoba menghibur dirinya sendiri yang malah membuatnya semakin sakit. Celsa bersandar pada tembok, mengusap rambutnya dengan kasar.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
MY FAULT
Teen FictionCelsa mengira menjadi kekasih bayangan untuk Alvaro sudah cukup baginya. Tetapi nyatanya ia tak puas untuk hal itu, ia ingin Alvaro sepenuhnya bukan hanya menjadi nomer dua untuk lelaki itu. Ketika semuanya semakin sulit dijalani, tiba-tiba saja Ga...