Kedatangan Celsa ke ruang inap Alvaro disadari lelaki itu. Alvaro melempar senyum begitu Celsa kini duduk di kursi yang ada di dekat ranjang setelah meletakan buah yang dia bawa.
"Ke sini sama siapa?"
"Sendirian. Sama siapa lagi."
"Udah makan?" Alvaro menggeleng medengar nada perhatian Celsa.
Pandangan Celsa beralih pada semangkok bubur yang berada di atas meja, terlihat belum tersentuh sama sekali.
"Kenapa belum dimakan?" tanya terdengar kesal sembari mengambil semangkok bubur itu untuk Alvaro makan.
"Males."
"Yang jagain lo disini aja ga ada yang males, tapi malah lo ga mau cepet sembuh." tukas Celsa mengaduk bubur hambar itu dan menyendoknya kepada Alvaro yang malah tersenyum.
"Kalau gue sembuh gue ga akan lihat perhatian lo kaya gini lagi kan?" Alvaro mencoba tersenyum sembari menguyah.
Celsa berdeham pelan berusaha mencairkan suasana yang semakin canggung itu.
Alvaro yakin suatu saat nanti Celsa akan memaafkannya, jika pun itu akan terlambat Alvaro akan menunggu. Dia pernah menyesal tapi sekarang dia tidak ingin menyesal untuk kedua kalinya. Banyak orang yang bilang Celsa adalah perempuan tidak benar, namun semakin dia mengenalnya pernyataan itu terlihat omong kosong belaka. Celsa adalah gadis penuh rahasia, penuh kejutan, yang bahkan hingga kini segala pola pikir dan perbuatannya tidak bisa Alvaro tebak.
"Thanks." Celsa menatap Alvaro. "Karena lo udah rawat gue beberapa hari ini."
Celsa tahu dia telah melanggar peraturannya sendiri. Dia tidak tahu kenapa bisa sejauh ini lagi dengan Alvaro. Namun yang pasti saat ini Celsa berusaha melupakan masalalu mereka agar bisa membuka lembaran baru laginya.
"Persoalan Raskal, gue minta maaf soal itu." tukas Alvaro pada Celsa yang telah meletakan gelas dan obat yang baru ia minum.
Celsa mengulas senyum runyam tanpa berkomentar apapun soal hal itu.
Alvaro tersenyum, mengusap tangan Celsa yang berada di atas kasur. "Kedepannya, gue harap lo ngerti kalau keadaan kita udah ga lagi sama."
Alvaro menjeda ucapannya. Melirik jam yang berada di dinding menunjukan pukul 8 malam. "Besok ulangtahun gue. Gue harap lo ga lupa." sambungnya sembari terkekeh diakhir kalimatnya.
Celsa tampak terkejut lalu melihat jam digital miliknya. Benar, besok tanggal 22 September itu artinya adalah hari ulangtahun Alvaro, dan dia hampir melupakan hal itu.
"Mau dansa sama gue?" tanya Alvaro dengan hati-hati takut dengan penolakan Celsa yang akan menyakiti hatinya.
Tak ia kira Celsa kemudian mengangguk, hal itu membuat Alvaro menarik kedua sudut bibirnya membentuk seulas senyum lebar yang begitu menawan.
Dengan pelan kemudian Alvaro turun dari ranjang dibantu Celsa, tanpa melepas cairan infus dari tiang penyangganya. Kini posisi keduanya saling berhadapan dengan keadaan ruangan yang gelap hanya diterangi cahaya lampu di dekat ranjang.
Alvaro tidak pernah merasakan jantungnya berdegup sekencang ini jika berdekatan dengan perempuan. Nyatanya pengaruh Celsa begitu besar untuknya. Perlahan kedua tangan kekar Alvaro pun diletakannya di pinggang gadis itu dan tampak canggung Celsa mengalungkan kedua tangannya ke belakang leher lelaki itu.
"Nyaman?"
Hati Celsa berdesir mendengar nada perhatian Alvaro.
Celsa mengangguk kecil dan diikuti gerakan pelan yang Alvaro lakukan ke kanan dan kiri, mulai berdansa menikmati malam indah ini yang akan ia kenang selalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY FAULT
Teen FictionCelsa mengira menjadi kekasih bayangan untuk Alvaro sudah cukup baginya. Tetapi nyatanya ia tak puas untuk hal itu, ia ingin Alvaro sepenuhnya bukan hanya menjadi nomer dua untuk lelaki itu. Ketika semuanya semakin sulit dijalani, tiba-tiba saja Ga...