Alvaro menarik pundak Gama saat lelaki itu akan pulang dari perkumpulan. Keduanya sama-sama melempar tatapan tajam yang sulit di deskripsikan. Alvaro, lelaki yang saat ini menyadari perasaannya untuk siapa benar-benar tidak menoleransi kedekatan Celsa dengan Gama, apalagi saat mendengar bahwa gadis itu tinggal satu atap dengan teman baiknya.
"Lo yang maksa Celsa biar ga ketemu gue kan?"
Tinggi mereka yang hanya berjarak bebepaa sentimeter tak menganggu pemandangan keduanya saat berbicara. Mungkin dulu Gama akan bersikap selayaknya teman pada Alvaro, merajakannya sebagaimana semestinya dia adalah seorang ketua. Tapi sekarang Gama tidak perduli dengan hubungan mereka, Alvaro yang telah lama merusaknya.
Gama berdecih lirih. "Lo emang pantes dapetin itu."
Tatapan Alvaro berubah tajam. "Berhenti jadi pengganggu hubungan gue sama Celsa. Ini ga ada urusannya sama lo!" Alvaro menunjuk dada Gama yang terbalut jaket milik Arcegas.
"Gue tahu ada maksud lain lo deketin Celsa. Bebasin dia, gue ga akan ngungkit ini."
"Terserah apapun ucapan lo! Kendali gue ga ada urusannya sama lo."
"Kalau ini menyangkut Celsa berarti itu juga urusan gue!" desis Alvaro terpancing emosi.
"Ga cukup bagi lo Shena?"
Alvaro berguman marah. "Kayaknya lo emang berniat buat pancing emosi gue."
"Clam down dud, dia jauh lebih aman sama gue. Celsa cewek gue sekarang. Hak paten gue."
"Gue ga akan biarin lo sampai sakitin Celsa."
"Iya silahkan. Sebaiknya lo tanya dulu apa Celsa masih mau sama cowo brengsek kaya lo."
"Jangan sampai gue pukul lo!"
"Nantangin gue lagi?" Gama tersenyum smirk.
"Lo yang nantangin gue dari awal. Atau lo mau kehilangan jabatan lo."
"Silahkan. Kalau itu yang buat lo jadi semakin pengecut."
Alvaro menggertakan giginya. "Malam besok, gue tunggu di area balap. Kalau sampai lo kalah, lo harus jauhin Celsa. Dia bakal selalu jadi milik gue."
***
Gama telah sampai di apartemen. Dia mendapati lampu sudah padam namun tv masih menyala, dan begitu langkahnya semakin dekat dia menemukan Celsa sedanh beringsut di sofa sambil terpejam tidur. Sudah pukul 12 malam, pasti perempuan itu tertidur karena kebosanan. Gama pun mengambi duduk di sisi sofa yang sama yang tengah Celsa tempati.
Helaan nafas panjang ia keluarkan, merasa menyesal yang telah terjadi akhir-akhir ini. Wajah polos itu membuat mengingatkannya tentang Shena, perlahan tangannya terulur mengusap pipinya, namun dia juga sadar bahwa hatinya bukan lagi milik Shena ataupun siapapun. Mungkin dia pernah mencintai Shena, tapi sekarang semuanya telah berbeda.
Celsa, perempuan yang akhir-akhir ini dekat dengannya tak begitu spesial namun entah kenapa dia tak menginginkan jika Celsa berdekatan dengan Alvaro. Gama ingin merebut sepenuhnya, menjadikan Celsa berada di garis amannya. Untuk kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY FAULT
Teen FictionCelsa mengira menjadi kekasih bayangan untuk Alvaro sudah cukup baginya. Tetapi nyatanya ia tak puas untuk hal itu, ia ingin Alvaro sepenuhnya bukan hanya menjadi nomer dua untuk lelaki itu. Ketika semuanya semakin sulit dijalani, tiba-tiba saja Ga...