17| HURT

21.4K 896 30
                                    

Alvaro menemui Adam sesuai permintaanya siang tadi. Dia mendatangi ruang kerja papa sambungnya, melihat pria itu tengah berbicara dengan mamanya. Dia pun hanya berdiri di ambang pintu yang terbuka. Awalnya dia ingin berbalik pergi tak tertarik dengan pembahasan mereka, namun begitu namanya disebut dia pun menahan tubuhnya, berusaha mencerna ucapan mereka.

"Saya ga mau sampai Alvaro tahu kalau dia cuma anak angkat aku mas. Kamu boleh bawa anak kamu tinggal di sini, tapi engga dengan mengatakan kejujuran itu."

Pak Adam terlihat mengusap bahu istrinya. "Cepat atau lambat Alvaro pun akan tahu. Lebih baik kamu bilang ini sekarang sebelum semuanya rumit. Kamu tahu betul bagaimana Alvaro dengan anak saya. Saya hanya takut kapau sampai Alvaro tahu hal ini dari orang lain."

Rasanya bobot tubuh Alvaro begitu ringan sekarang. Dia tak bisa melihat jelas sekelilingnya, jiwanya seperti tercabut dengan kenyataan yang menyakitkannya sekali lagi.

Semuanya hancur, Alvaro telah hancur. Hal yang paling mengesankan yang dia punya kini ternyata hanya kepura-puraan. Dia hanya anak angkat dari mamanya yang sekarang. Kenapa Tuhan sejahat ini padanya?

Tanpa perduli bahayanya malam ini yang dituruni hujan, Alvaro mengendarai motor cepat meninggalkan pekarangan rumahnya. Tangisnya pun tak bisa dibendung lagi di balik helm full face yang dia pakai bersatu dengan air hujan yang membasahi. Alvaro nyata namun Tuhan sepertinya suka bercanda dengannya. Dia sendirian, dia tak punya siapapun.

Motor Alvaro yang dikendarai berhenti di depan rumah Celsa. Dia membutuhkannya saat ini. Setidaknya sebagai penenang, mungkinkah Celsa akan menerima kepulangannya?

Alvaro terus berdiri di depan halaman rumah Celsa, tidak berteriak memanggil ataupun memencet bel. Dia hanya termangu dengan tubuh basah kuyup, kedua tangannya melemas, air hujan jatuh di bulu mata lentiknya, satu hal yang membuat Celsa tertarik melihat saat akan menutup korden jendela kamar.

"Alvaro?" guman Celsa menyerit. "Buat apa dia ke sini lagi."

Celsa berlari menemui Alvaro berniat mengusirnya. Hidupnya sudah memuakan karena Alvaro dan Gama, dia tak ingin lagi membiarkan mereka datang. Sudah cukup rasa sakitnya, sudah cukup hatinya dipermainkan.

Celsa menghampiri Alvaro dengan payung yang dipakainya. Berdiri di depan lelaki itu, membuat Alvaro yang tadinya menunduk kini mengangkat wajahnya sehingga Celsa bisa melihat wajah memilukan itu yang menatapnya sendu penuh kesedihan.

Dan tiba-tiba saja Alvaro memeluknya kencang, menempelkan tubuh mereka begitu rapat. Celsa termangu tak membalas, payung yang dia gunakan pun terjatuh sehingga tak ada lagi yang bisa melindungi mereka dari tetesan hujan.

"Al," saat Celsa berusaha melepas pelukan itu tapi dia malah merasakan Alvaro semakin mengeratkannya. Dan berikutnya tubuh Alvaro bergetar, hal yang membuat Celsa semakin bingung.

"Biarin kaya gini Cel. Gue cuma butuh ini." Alvaro berkata lirih di samping telinga Celsa.

Malam ini Celsa membiarkan Alvaro tinggal di rumahnya. Bahkan sekarang lekaki itu sudah tertidur sofa dengan pakaian yang sudah berganti milik Nathan. Sejak tadi Alvaro tidak berbicara, hanya diam dengan pandangan kosong. Celsa merasakan kerapuhannya namun dia tidak bertanya apapun. Celsa sudah tak memiliki hak itu.

Celsa tersentak kaget saat ponsel Alvaro berbunyi.

Mama

MY FAULTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang