Celsa mengira menjadi kekasih bayangan untuk Alvaro sudah cukup baginya. Tetapi nyatanya ia tak puas untuk hal itu, ia ingin Alvaro sepenuhnya bukan hanya menjadi nomer dua untuk lelaki itu.
Ketika semuanya semakin sulit dijalani, tiba-tiba saja Ga...
"Temen lo bisa segila ini juga." Gina tersenyum miring melihat Celsa yang begitu liarnya bergerak lincah diantara orang-orang yang menggerubunginya.
Malam ini Celsa, Gina dan Fana pergi ke club karena ajakan Celsa. Orang patah hati memang bisa berbuat nekat, bahkan melupakan segalanya. Itulah Celsa, dia lupa bahwa ada kehidupan lain di perutnya. Namun melihat dari kesadaran perempuan itu yag kian menipis, Gina tak yakin pulang nanti ia akan membawa Celsa dalam keadaan sadar.
Kepala Gina sampai geleng-geleng kepala menyadari betapa patah hatinya Celsa sekarang. Dulu Gama sekarang Celsa. Sepertinya hidupnya dikelilingi orang-orang bodoh yang sedang jatuh cinta, atau tidak tau cara yang benar untuk jatuh cinta.
"Lo belum tau dia segila apa. Lo harus terbiasa sama sikap dia kaya gitu." kekeh Fana lalu meneguk wine dari gelas.
"Tapi kayaknya seru juga. Kalau Celsa bisa kenapa gue ga?" seru Fana lalu mengambil langkah bergabung dengan Celsa.
Kini tinggalah Gina, perempuan itu hanya bisa melihat keduanya dari jarak tak begitu jauh. Ia bisa saja bergabung dengan mereka, lagi pula pekerjaanya saat di LA adalah pergi ke club dengan teman-temannya, bersenang-senang seperti apa yang sedang Celsa lakukan.
Namun sepertinya berbuat jahil tidak ada salahnya. Bibirnya tersinggung senyum mengherankan, mengambil potret Celsa dan Fana untuk ia kirim pada Gama.
Gama
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Berbeda dengan Celsa yang pergi ke club, maka Gama sedang bersama teman-temannya di markas. Sejak tadi saat yang lain asik bercanda gurau satu sama lain tetapi apa yang Gama lakukan malah sebaliknya. Dia duduk diam merenung, sembari menghisap benda nikotin, sesekali ia bergerak tak nyaman dalam posisinya seperti orang gelisah. Sudah sebotol minuman yang ia habiskan. Gavier yang menyadari hal itu tentu saja dibuat kebingungan, tidak biasanya Gama seperti itu.
"Lo masih marahan sama Celsa Gam?" tanya Gavier membuat teman-temannya menoleh tertarik.
Gama berpaling lagi, menyesap rokoknya tanpa membuat balasan yang jelas.
"Ini yang buat lo galau?"
"Makanya Gam kalau ngomong jangan asal nyeplos aja. Mana lo ngomongnya kaya gitu lagi, gimana Celsa ga sakit hati. Coba lo bayangin lo ada diposisi dia, gimana dah perasaan lo?"
Gama menoleh sekilas pada Caka. Ucapan itu berhasil menyentuh egonya, namun Gama tetaplah Gama. Saat dia merasa bersalah maka yang dia lakukan adalah diam, kebiasaan yang akan selalu melekat pada dirinya.