Malam ini waktu terasa begitu cepat bagi Celsa. Dia gugup. Bagaimana tidak, dia akan bertemu dengan kedua orangtua Gama. Celsa tidak kira hal ini akan tiba dengan sangat cepat. Tangannya terasa dingin, menunggu kakeknya yang masih bersiap.
"Ayo berangkat." Brata datang menghampiri Celsa yang memakai dress biru berlengan pendek sedangkan sang kakek selalu tampil rapi dengan pakaian jasnya.
Mobil jenis civic berwarna hitam milik Brata kemudian meninggalkan pelataran rumah milik Celsa tentunya dengan supir pribadi sang kakek, yang ikut diboyong untuk menginap.
Di tempat lain, saat ini Gama setia berdiri menatap pintu masuk restorant yang sudah dibooking untuk mereka malam ini. Dengan menggunakan kemeja putih-penampilan Gama terlihat sederhana namun mengesankan sampai membuat beberapa pelayan hanya bisa melirik-liriknya saja. Sementara dia tampak menunggu kedatangan Celsa, dengan kedua orangtuanya hanya duduk berdampingan menunggu gadis yang dimaksud anak mereka.
"Siapa yang sebenarnya mau kamu kenalkan Gama?" tanya sang papa bernama Reldi, pria setengah baya itu cukup terkejut saat mendapat undangan khusus dari Gama untuk memintanya datang agar bisa menjadi perwakilan menemui kekasih anaknya.
Gama menoleh pada Reldi dengan tangan berada di kedua kantong celananya. Tidak memberikan jawaban namun mendengarkan ucapan sang mama yang menyela.
"Semoga dia perempuan baik-baik. Mama ga tahu, entah sejak kapan kamu bisa mengenal gadis itu sampai yakin buat kenalin ke mama sama papa." kata sang mama bernama Aleyas, wanita sosialita itu selalu mengingkinkan kesumpurnaan dan dia juga berharap pada anak tunggalnya.
Gama memutar bola matanya jengah. Tidak menanggapi ucapan itu, Gama yang berbalik untuk memidai pintu masuk, ternyata di arah sana Celsa datang bersama kakeknya yang berjalan memakai tongkat. Senyum gadis itu terlihat terbit, namun Gama hanya melempar senyum kecil hampir tidak terlihat dengan degup jantung semakin cepat saat langkah kaki Celsa membawanya semakin dekat.
"Dia pacar kamu?" tanya Brata menatap Gama-mimidainya seksama. Brata yang memiliki wajah tegas dan mata yang selalu memincing tajam tak membuat Gama gentar, dia hanya fokus memandangi Celsa yang kini sudah ada di depannya. Cantik, pujinya dalam hati.
Reldi dan Aleyas sontak bangun dari duduknya, menatap dua orang yang baru datang dengan pandangan cukup terkejut apalagi saat bersipandang dengan Brata.
Merasakan kecanggungan itu, Celsa berdeham pelan. "Kek. Ini Gama."
Brata melirik Celsa sebentar. "Ga usah kamu kasih tahu, kakek sudah lebih tahu dari pada kamu."
Celsa menyerit heran, menatap sang kakek dan Gama bergantian.
"Kita pulang sekarang!" Brata siap membalikan badan untuk pergi namun dia malah mendengar omongan dari Reldi.
"Kenapa buru-buru Pak Brata. Sudah lama tidak bertemu, bagaimana kalau kita menikmati makan malam ini bersama?"
Tidak perlu dijelaskan. Brata tahu itu adalah singgungan untuknya. Reldi Dirtama-pria berusia 49 tahun itu adalah teman lama dari anak sulungnya yang merupakan papa dari Celsa. Namun hubungan baik yang lama mereka jalin kini terputus begitu saja karena Brata telah melakukan konspirasi sehingga perusahan mereka sempat bangkrut dan mengakibatkan permusuhan antara Reldi dengan anaknya hingga sampai saat ini.
Brata menarik tangan Celsa segera. "Kita pulang!"
Gama yang merasa tidak terima balik menarik tangan Celsa. "Kenapa tiba-tiba pergi? Kita belum saling ngobrol."
KAMU SEDANG MEMBACA
MY FAULT
Teen FictionCelsa mengira menjadi kekasih bayangan untuk Alvaro sudah cukup baginya. Tetapi nyatanya ia tak puas untuk hal itu, ia ingin Alvaro sepenuhnya bukan hanya menjadi nomer dua untuk lelaki itu. Ketika semuanya semakin sulit dijalani, tiba-tiba saja Ga...