8. Pergi

7.5K 364 3
                                    


Bab 8. Pergi



Yosep menatap dan mendengar obrolan mereka tanpa diketahui oleh keempat perempuan tersebut. Sampai akhirnya mereka pergi dan berpindah tempat, Yosep masih duduk dengan tenang di kursinya.

Jika tentang mereka bertiga yang merupakan teman dekat Yasmin tentu saja Yosep mengenalinya. Mereka sering datang ke rumah untuk bermain bersama Yasmin. Tidak disangka jika bertahun-tahun telah berlalu dan hubungan pertemanan mereka pun semakin akrab dan bahkan sudah naik kasta menjadi sahabat.

Tak lama kemudian ponsel milik Yosep berdering menandakan panggilan masuk. Setelah melihat ID pemanggil, Yosep menggeser layar dan meletakkan ponselnya di telinga.

"Ada apa?" Pria itu bertanya dengan nada dingin seperti biasa.

"Daripada kamu bengong melamun seperti orang gila di tengah keramaian seperti itu, mendingan kamu naik ke atas dan kita ngobrol di sini." Ini adalah suara milik Rega yang mungkin mengetahui jika ia ada di sini karena memang ini adalah salah satu cafe milik Rega.

Yosep melirik ke lantai 2 kemudian mematikan sambungan telepon. Bukan langsung pergi menuju lantai 2 di mana sahabatnya itu berada, Yosep justru berbalik keluar dan pergi meninggalkan area cafe menuju tempat kantornya berada.

Daripada harus menghabiskan waktu dengan sia-sia di cafe, lebih baik dia pergi ke kantor dan melanjutkan pekerjaan yang tertunda.

Sesampainya di kantor pekerjaan yang menumpuk sudah menanti. Pria itu menarik napas dan menarik kursi untuk diduduki. Setumpuk dokumen sudah ada di depan mata, membuat Yosep akhirnya kembali fokus pada pekerjaan awalnya.

Sementara di luar sana, Yasmin tampak bersenang-senang dengan teman-temannya. Wanita itu akhirnya memutuskan untuk pulang setelah hari menjelang sore.

Yasmin segera menuruni anak tangga dengan membawa koper miliknya.

Bu Lina yang melihat langsung menghadang langkah Yasmin. "Mbak Yasmin mau ke mana? Kok, bawa koper segala? Bukannya semua identitas Mbak Yasmin sudah ditahan sama Mas Yosep?" Bu Lina menyerbu Yasmin dengan berbagai macam pertanyaan dan rasa panik yang melanda.

Maklum saja, majikan laki-lakinya itu memang selalu menyeramkan apalagi ketika marah. Maka dari itu, Bu Lina takut jika Yasmin benar-benar pergi dan berakhir dengan membuat Yosep marah.

"Aku mau pindah dan tinggal di apartemen milikku, Bu. Ibu tenang saja karena aku tidak akan bisa pergi ke luar negeri untuk saat ini. Lagi pula aku juga harus bekerja dan tidak bisa fokus untuk tinggal di rumah ini." Yasmin menjelaskan pada Bu Lina jika ia akan tinggal di apartemen miliknya. "Ibu jangan khawatir soal aku. Nanti aku akan panggil jasa layanan kalau memang perlu bantuan."

Yasmin tersenyum kemudian melangkah keluar menuju pintu utama. Wanita itu sudah bertekad untuk keluar dari rumah ini dan tidak berada dalam satu atap yang sama dengan Yosep.

Setelah memasukkan kopernya ke dalam mobil, Yasmin segera melangkah masuk ke dalam mobil dan duduk di balik setir.

Membunyikan klakson dua kali, mobil Yasmin kemudian melaju pergi meninggalkan area pekarangan rumah yang pernah ia tempati selama beberapa tahun.

Bukan tidak mau berterima kasih pada orang tua yang begitu menyayanginya. Hanya saja Yasmin terlalu enggan untuk berada di dekat Yosep. Kejadian masa lalu membuatnya masih sakit hati dan menyimpan dendam untuk mengabaikan keberadaan Yosep yang menurutnya sangat tidak relevan itu.

Sementara bu Lina yang panik segera masuk ke dalam rumah dan menghubungi Yosep yang masih berada di kantor.

"Mas Yos, ibu cuma mau kasih kabar kalau Mbak Yasmin sudah pergi bawa koper besar miliknya, naik mobil beberapa menit yang lalu. Mbak Yasmin bilang kalau dia mau tinggal di apartemen miliknya."

Segera Bu Lina mengatakan apa yang terjadi pada Yasmin setelah panggilannya diterima oleh Yosep. Wanita paruh baya itu tentu saja tidak mau disalahkan atas kepergian salah satu anak dari majikannya. Terutama Yasmin yang begitu disayangi oleh keluarga besar mereka.

"Ya."

Yosep yang mendapati kabar tersebut tentu saja langsung mematikan sambungan telepon.

Pria itu meletakkan ponselnya di atas meja sambil bersandar pada kursi di belakangnya.

Kursi diputar hingga menghadap keluar di mana hanya ada gedung-gedung pencakar langit serta langit putih yang menjadi pemandangannya.

Ini adalah hal yang tidak pernah diduga oleh Yosep jika Yasmin akan memilih untuk pergi meninggalkan rumah.

Yosep tahu kesalahannya kala itu memang mungkin membuat Yasmin membencinya. Hanya saja saat itu Yosep tidak memikirkan perasaan Yasmin. Terbukti sekarang, setelah bertahun-tahun berlalu, wanita itu masih tetap membenci dirinya dan bahkan enggan untuk berada dalam satu atap dengannya.

Sekali lagi Yosep memutar kursinya menghadap pada meja. Pria itu menatap foto keluarga di mana ada Mama, papa, dirinya, dan juga Yasmin yang sedang merayakan ulang tahun ke-12 gadis kecil itu.

Jari-jari Yosep bergerak perlahan mengusap wajah-wajah di dalam foto tersebut. Ada wajah milik orang tuanya, kemudian jarinya berhenti dengan lembut mengusap wajah Yasmin yang muncul di foto.

"Adik Abang yang kecilnya dulu sangat menggemaskan sekarang seperti serigala liar," gumam Yosep pada dirinya. "Yasmin-Yasmin, apa kamu pikir dengan kamu pindah ke apartemen kamu itu, kamu bisa bebas begitu saja dari Abang?"

Yosep menyeringai dingin.

Dirinya ingat saat Yasmin berusia 16 tahun, gadis itu tiba-tiba menyatakan cinta padanya. Yosep tentu saja terkejut karena ia berpikir selama ini ia memang menganggap Yasmin seperti adiknya sendiri. Mereka selalu akrab dan selalu pergi kemana-mana bersama. Meski jarak usianya berbeda 5 tahun, tidak membuat Yosep canggung untuk pergi kemana-mana dengan Yasmin.

"Aku itu cinta sama Abang. Abang mau 'kan jadi pacarnya aku?"

Kala itu manik mata Yasmin berbinar menatap Yoseph dengan penuh harap. Sayangnya, Yosep justru menolak mentah-mentah pernyataan Yasmin karena memang saat itu ia tidak memiliki perasaan pada gadis itu.

"Kamu itu cuma anak angkat di keluarga ini, tidak usah berharap kalau kamu akan naik status jadi pacar aku terus jadi istri aku. Selamanya kamu itu bakalan jadi anak angkat." Tiba-tiba Yosep ingat dengan kata-kata yang diucapkannya untuk Yasmin. Hal ini harus dilakukannya karena Yasmin terus memaksa agar dirinya mau menjadi kekasih gadis itu. Yosep tentu saja tidak mau dan ingin Yasmin fokus pada sekolahnya.

Sayangnya sejak kata-kata menyakitkan itu keluar dari mulutnya, sikap Yasmin akhirnya berubah dari hari ke hari. Tidak pernah menyapa dan bahkan bertegur sapa dengannya. Saat dia mengajak Yasmin untuk berbicara, gadis itu hanya akan mendiaminya saja.

Sampai sesaat kemudian kata-kata terakhir terlontar dari mulut Yasmin yang membuat Yosep membeku.

"Aku akan menghilang dari pandangan Abang. Aku akan kuliah di luar negeri dan aku harap Abang jangan pernah muncul di hadapanku. Kalau tidak--" Yasmin menatap tajam pada Yosep. "Dalam seumur hidup ini, aku tidak akan pernah mau lagi muncul di hadapan Abang, walau hanya sebatas adik angkat." Yasmin sengaja menekan kata adik angkat karena ia sangat sakit hati dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Yosep.

Dirinya memang anak angkat di keluarga ini. Dirinya menyukai Yosep karena memang laki-laki itu baik dan sangat perhatian padanya. Yasmin bahkan tidak punya pikiran untuk menjadi istri Yosep apalagi meningkatkan statusnya. Sayangnya, kata-kata Yosep terus berputar di dalam otak cantiknya yang membuatnya enggan untuk pulang ke Indonesia selama beberapa tahun.

Ini adalah sepenggal kisah bagaimana Yasmin agak membenci dirinya.

Istri Pengganti [Yosep & Yasmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang