27: Pemeran figuran

3.4K 177 1
                                    

Bab 27: Pemeran figuran

Yasmin sudah mengatakan pada pihak keamanan jika dirinya adalah teman dari Agnesia yang sudah membuat janji. Tidak lupa wanita itu juga menghubungi Agnesia dan mengatakan jika ia sudah berada di depan sehingga pihak keamanan langsung mempersilakan Yasmin untuk memasuki area lokasi syuting yang memang sudah steril dari pengunjung yang tidak ada hubungannya dengan bagian tim film.

Kali ini Agnesia memang sedang syuting sebuah film dan sudah berlangsung hampir satu bulan belakangan ini dengan lokasi di beberapa tempat dan terakhir lokasinya ada di kota ini sehingga tidak membuat mereka sulit harus pulang pergi keluar kota maupun keluar negeri.

Langkah kaki Yasmin yang dibawa oleh seorang bagian keamanan menuju tempat di mana orang-orang sedang berkumpul.

Terlihat ada banyak sekali kekacauan seperti suara bentakan juga teriakan seorang pria yang sepertinya sedang marah-marah dengan anggota kru-nya.

"Kenapa, tuh?"

Yasmin tiba di sebelah Agnesia yang sedang berdiri sambil melipat tangannya menatap pemandangan di hadapan mereka.

Sementara Agnesia yang sedang asik menonton pertunjukan menoleh terkejut mendapati sahabatnya sudah berdiri di sebelahnya.

"Kapan kamu sampai?"

"Barusan." Yasmin menjawab. "Itu yang bapak-bapak pakai ikat pinggang lagi akting juga? Menjiwai sekali aktingnya," ujar Yasmin agak kagum. 

Pria paruh baya dengan rambut yang diikat di bagian belakang itu berkacak pinggang sambil memarahi beberapa anggota di hadapannya.

"Akting kepalamu. Itu pak sutradara lagi marah-marah sama anggota yang diminta untuk mencari  figuran sebagai dokter, tapi dokter perempuannya justru tidak bisa datang hari ini. Sementara   adegan terakhir, perlu dokter wanita," ujar Agnesia menjelaskan.

"Kenapa harus marah-marah? Setidaknya kalau satu orang tidak datang, usahakan cari penggantinya," sahut Yasmin dengan heran.

"Sutradara kami ini aneh, dokter wanita pun harus sesuai dengan standarnya. Ya kali mau ambil pemeran dokter sembarangan. Sutradara kami ini menilai pemeran dokter harus sesuai dengan look yang ada di dalam imajinasinya," jelas Agnesia, mengangkat bahunya.

Pak Colin, adalah sutradara yang penuh dengan ambisius. Semua hal yang dikerjakannya harus sempurna. Bahkan, untuk pemeran figuran saja pak Colin harus mencari yang sesuai dengan kriteria dalam imajinasinya. Tidak heran meskipun pak Colin bisa menciptakan karya-karya hebat, pria itu hanya bisa menghasilkan dua atau tiga film dalam satu tahun.

"Aku kira, dunia akting itu mudah. Ternyata lebih ribet," ujar Yasmin.

"Kamu jangan salah, ini jauh lebih ribet apalagi kalau memerhatikan detailnya." Agnesia berkata seraya menatap pada sahabatnya. "Ayo, kita kembali ke ruanganku aja. Malas sekali kalau harus dengar pak Colin ngomel-ngomel."

Yasmin menganggukkan kepalanya karena berdiri di bawah terik matahari juga bukan hal yang baik.

"Tunggu!"

"Hei tunggu!"

"Woy!"

"Astaga!"

"Itu siapa namanya?"

"Kalau yang sebelahnya tidak tahu, Pak. Kalau yang di sebelahnya lagi itu Agnesia." Seorang kru menjawab dengan takut-takut ketika ditanyai oleh pak Colin.

"Ya! Agnes, berhenti!"

Suara pak Colin yang memang keras kemudian menggelegar hingga mampu membuat kru dan pemain yang berada di sekitar segera menutup telinga mereka. Sementara yang dipanggil segera memutar tubuhnya karena memang sejak tadi ia hanya bisa mendengar suara pak Colin  yang berteriak dan tidak menyadari sama sekali kalau dirinyalah yang dipanggil.

"Apa?" Kesal karena dia dipanggil seperti maling, Agnesia balik berteriak. "Bapak kalau panggil saya bisa halus sedikit tidak? Hampir saja saya terbang ke langit, dengar suara bapak."

Agnesia menggerutu seraya menatap pada pak Colin yang kini sudah melangkah tergesa-gesa ke arahnya. Ah, lebih tepatnya ke arah dirinya dan juga Yasmin.

Yasmin juga ikut memutar tubuhnya menatap pada pria berwajah sangar yang mendekat ke arah mereka. Wanita itu sadar diri jika mungkin sutradara di hadapannya ini mau berbicara dengan Agnesia sehingga ia mundur satu langkah ke belakang sambil menatap pak Colin.

Tiba di hadapan keduanya, pak Colin langsung menatap fokus pada Yasmin. Ditatapnya wanita itu dari ujung kaki sampai ujung kepala sehingga membuat Agnesia segera menarik sahabatnya untuk berdiri di belakangnya dan menatap waspada pada pak Colin.

"Bapak harus ingat kalau bapak punya istri galak di rumah. Tidak ingat kalau beberapa hari yang lalu ada perempuan yang babak belur karena ulah istri bapak? Saya tidak ingin kalau sahabat saya mengalami hal yang sama atas kesalahan yang tidak dia lakukan," ujar Agnesia waspada.

Wanita itu tentunya masih ingat jika beberapa hari yang lalu ada seorang wanita yang berusaha untuk mendekati pak Colin dan diketahui oleh istri dari pria ini yang membuat istrinya mengamuk dan menghajar habis-habisan wanita itu. Padahal tujuan sebenarnya wanita itu agar bisa masuk ke dunia akting dengan cara mendekati sutradara.

Tatapan pak Colin langsung tertuju pada Agnesia. "Siapa juga yang mau macam-macam dengan teman kamu ini? I-ini, teman kamu ini siapa namanya?"

"Yakin bapak tidak mau macam-macam? Teman saya ini udah punya suami, Pak. Kenapa bapak tanya-tanya nama dia?"

"Saya butuh figur dokter seperti ini. Nah,  ini sangat cocok. Lihat wajahnya yang ada campuran kayak gini, ini sangat pas dengan figuran yang saya khayalkan. Kalau untuk bicara dalam bahasa Inggris, ini masalah gampang nanti kita bicarakan pelan-pelan," ujar pak Colin. Tidak lupa pria itu juga menggosok kedua tangannya sambil menatap Yasmin dengan manik mata berbinar.

"Maksud bapak apa?"

"Saya butuh dia untuk menjadi pemeran figuran sebagai dokter di beberapa adegan. Mau, ya? Dia sangat cocok dengan look yang saya inginkan." Senyum Pak Colin mengembang lebar menatap pada Yasmin yang masih berada di belakang Agnesia. "Hanya mengambil beberapa adegan saja, tidak sampai seharian. Mau, ya?"

Yasmin dan Agnesia saling menatap. Memang Yasmin memiliki wajah campuran yang entah mengapa ia juga curiga jika antara ayah atau ibu kandungnya adalah orang luar negeri yang entah berasal dari negara mana. Maka dari itu ketika masa sekolah SD dulu ia sering dijuluki sebagai bule nyasar oleh teman-temannya.

"Teman saya ini tidak pandai ber-akting, Pak. Bapak bisa cari saja yang lain."

"Ayolah, Nes, sebagai perempuan yang paling cantik di sini kamu seharusnya bisa membujuk teman kamu. Hanya beberapa jam saja, saya jamin tidak akan  lama. Kita butuh adegan terakhir ini. please," ujar pak Colin.

"Bapak bilang kalau saya sebagai perempuan paling cantik di sini? Perasaan tadi bapak baru saja bilang Mbak Nadira yang paling cantik, kenapa sekarang udah berubah jadi saya?" Agnesia menggelengkan kepalanya. "Tanya aja sama temen saya apa dia mau atau tidak."

Yasmin muncul di sebelah Agnesia dan menatap Pak Colin.

Wanita itu menggelengkan kepalanya dan menjawab, "saya tidak pernah berakting."

Ekspresi wajahnya tetap datar seperti biasa, tidak merasa takut ataupun sungkan berhadapan dengan seorang sutradara terkenal sekalipun. Lagi pula Yasmin juga sudah terbiasa bertemu dengan orang besar saat ia bekerja di luar negeri sana.

"Kamu pasti bisa. Kamu tidak perlu mengekspresikan diri. Cukup seperti ini saja dan mengucapkan beberapa kalimat dalam bahasa Inggris. Kalau kamu tidak bisa bahasa Inggris, nanti, bakalan diajarin pelan-pelan."

"Sahabat saya jelas bisa bahasa Inggris orang dia udah lama tinggal di New York."

"Nah!"

Baik Yasmin maupun Agnesia sama-sama terperanjat ketika mendengar suara teriakan Pak Colin yang begitu tiba-tiba.

"Ayo, nanti kita ambil seragam dokter dan printilannya." Pak Colin membalikkan tubuhnya dan segera memberi arahan pada kru yang lain untuk mempersiapkan diri tanpa menunggu respon yang diberikan oleh Yasmin.

"Ya udahlah, daripada aku tidak mengerjakan apa-apa hari ini." Yasmin mengangkat bahunya dan mulai mengikuti Agnesia yang hanya bisa mengangguk pasrah mengikuti kemauan Pak Colin.

Pria paruh baya itu tahu saja hal-hal yang bisa dimanfaatkan seperti ini.




Istri Pengganti [Yosep & Yasmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang