Bab 37

2.4K 161 5
                                    



Bab 37

Yasmin mengerjap matanya. Wanita cantik itu merasakan pusing pada kepala dan mual yang tiba-tiba muncul.

Dirinya ingat jika sebelumnya ia bertengkar dengan Eriska terlebih dahulu sebelum akhirnya pandangannya menggelap.

Yasmin mengedarkan pandangannya dan tatapan matanya langsung bertemu pandang dengan Yosep yang langsung menyadari jika saat ini ia sudah membuka mata.

"Sayang, apa yang kamu rasakan? Mual? Pusing? Mana yang sakit, kalau masih ada yang sakit, nanti aku panggilkan dokter sekarang," ujar Yosep.

Pria itu menatap cemas istrinya, takut jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Belum lagi dokter tadi memberitahunya kabar yang cukup mengejutkan sekaligus membahagiakan untuk mereka.

"Aku di rumah sakit? Siapa yang bawa aku tadi ke sini, Bang?" Yasmin tidak langsung menjawab pertanyaan Yosep melainkan bertanya terlebih dahulu.

"Kamu dibawa sama Bu Lina dan juga tetangga kita." Pria itu menjawab sambil mengusap wajah istrinya. Tak lama kemudian ia menekan bel yang berada di atas kepala Yasmin untuk memanggil dokter maupun suster agar memeriksa istrinya.

"Terus gimana perempuan itu? Gila kali ya, Bang. Tiba-tiba dia menghalang mobil aku, terus nyerang aku gitu aja. Kayaknya dia itu udah tahap depresi." Yasmin segera mendudukkan dirinya. Menatap Yosep dengan menggebu-gebu. "Aku benar-benar enggak terima dengan apa yang dilakukannya. Walaupun aku tadi sempat melawan, tapi kepala dan juga wajah aku sakit karena ulah dia."

"Kamu tenang aja soal itu, Dek. Abang udah hubungi pengacara Abang buat membuat laporan ke kantor polisi. Kita akan memenjarakan Eriska dan memastikan kalau dia akan mendekam di penjara. Abang benar-benar tidak menyangka dia akan berbuat senekat ini." Yosep menggelengkan kepalanya tidak habis pikir.

"Memangnya tidak apa-apa kalau Abang memenjarakan dia? Gimanapun dia itu mantan pacar abang, yang nyaris aja jadi istri Abang kalau saja dia tidak kabur."

"Abang tidak peduli walaupun dia mantan pacar abang. Abang benar-benar tidak mau lagi berurusan dengan dia. Abang tidak mau mengambil keputusan gegabah yang membuat dia bisa melukai kamu dan calon anak kita." Sambil berkata, Yosep
menyentuh perut Yasmin.

Sementara wanita itu sendiri membelalakkan matanya tidak percaya. "Apa Abang bilang tadi? Calon anak kita?"

Yosep tersenyum manis terus mengusap perut istrinya. "Iya, Sayang. Dokter tadi bilang sama Abang kalau kamu lagi hamil. Usianya masih 1 bulan, dan beruntung kandungan kamu tidak apa-apa tadi. Kalau sampai terjadi apa-apa sama kandungan kamu, Abang akan buat perhitungan dengan Eriska dan buat dia menyesal." Rahang pria itu mengeras apalagi saat mengetahui jika istrinya sedang hamil. "Abang janji akan menjaga kamu. Mulai sekarang kita harus menjaga dan merawat calon bayi yang ada di dalam perut kamu. Anak abang dan adek," ucap Yosep.

Sementara Yasmin masih tertegun tidak menyangka jika di dalam tubuhnya ada janin yang masih belum berbentuk.

Dirinya benar-benar hamil? Rasa-rasanya Yasmin agak sulit percaya. Namun, beginilah fakta yang terjadi jika memang saat ini ia sedang mengandung.

"Iya, Bang."

Yosep tersenyum kemudian bergerak maju untuk mengecup
bibir Yasmin, namun suara pintu terbuka membuat pria itu langsung menegakkan tubuhnya dan menoleh menatap pada seorang dokter dan juga suster yang kini melangkah masuk mendekati tempat tidur.

Tahu jika dokter akan memeriksa kondisi istrinya, Yosep kemudian mundur namun terus menatap ke arah Yasmin.

Sementara di kamar lain, mamanya Eriska menangis meratapi nasib putrinya yang kini sudah semakin kacau.

Apa yang dikatakan oleh Eriska memang benar jika wanita itu saat ini sedang hamil. Namun, mereka percaya jika bayi yang dikandung oleh Eriska jelas bukan anak Yosep. Putri mereka sudah menghilang beberapa bulan bersama pria lain. Orang gila mana yang akan berpikir positif jika bayi yang dikandung Eriska adalah anak Yosep. Sementara usia kandungan wanita itu sama dengan saat-saat Eriska pergi dengan Marco.

"Kenapa nasib kamu bisa seperti ini, Nak? Kamu benar-benar membuat Mama dan papa sangat malu. Apa tidak cukup dengan tingkah laku kamu yang kabur di hari pernikahan? Sekarang kamu hamil, semua orang pasti bakalan tahu."

Mamanya Eriska menggelengkan kepalanya miris. Sementara papanya hanya bisa menggelengkan kepala pasrah dengan nasib putrinya. Salah mereka tidak bisa mendidik anak mereka dengan sangat baik.

Diana yang berada di kamar menemani kedua mertuanya itu hanya berdiri dengan tenang menonton tangisan kedua mertuanya tentang anak mereka yang memang durhaka.

"Ini mungkin hukuman karena kamu dulu juga sering menghinaku," ucap batin Diana. Tidak mungkin ia mengatakan secara terang-terangan jika tidak ingin dimusuhi oleh kedua mertuanya.

Suaminya Diana masih berada di kantor sehingga ia harus melihat dengan mata kepalanya sendiri penderitaan demi penderitaan orang-orang di dalam ruangan ini.

"Papa benar-benar merasa malu dengan apa yang sudah kamu lakukan. Entah apa utang papa di  kehidupan sebelumnya bisa punya anak seperti kamu. Punya anak perempuan satu-satunya cuma bikin malu." Pak Hendri berucap dengan lantang.

Mereka awalnya mengira jika Eriska hanya berbohong tentang kehamilannya. Ternyata wanita itu benar-benar hamil.

"Nasib kita sial sekali, Pa. Sudah anak pertama menikah dan bertahun-tahun belum juga punya keturunan, ini punya anak perempuan yang belum menikah tapi justru sudah punya anak. Kenapa nasib di keluarga ini terbalik?" Mamanya Eriska berucap dengan lirih, namun suaranya masih bisa terdengar oleh telinga Diana yang berada tak  jauh dari posisi mereka.

Sementara wanita itu memutar bola matanya. Usia pernikahannya dengan Anton sudah berjalan 4 tahun namun mereka belum juga diberi keturunan. Sementara yang ia tahu mereka berdua sama-sama subur dan tidak ada kelainan sama sekali. Bukan salah mereka jika belum diberi keturunan.

Tak lama kemudian Eriska yang sedang ditangisi oleh Mama dan papanya akhirnya membuka mata dan sadar dari pingsannya.

Wanita itu mengedarkan pandangannya. Sadar jika saat ini ia berada di rumah sakit, membuatnya tertegun dan segera menyentuh perutnya.

"Bayiku?"

"Bayi kamu baik-baik saja, Eriska. Untungnya tidak terjadi apa-apa dengan bayi yang sedang kamu kandung." Diana yang lebih dulu berkata pada Eriska. "Pa, Ma, Eriska udah sadar."

Baru kemudian mamanya Eriska dan juga papanya langsung mendekat ke tempat tidur anak perempuan mereka.

Tangis mamanya langsung pecah kembali melihat wajah anaknya. "Kamu benar-benar hamil, Eriska. Mama benar-benar tidak menyangka kalau kamu akan mengalami nasib seperti ini." Mamanya Eriska berucap. "Kalau sudah seperti ini bagaimana? Laki-laki yang menghamili kamu di mana?"

"Minta laki-laki itu untuk datang menghadap papa, Eriska. Papa tidak mau tahu kalau laki-laki itu harus segera menikahi kamu sebelum kandungan kamu semakin membesar," ucap Papanya Eriska.

"Ayah dari bayi yang aku kandung ini adalah Mas Yosep, Pa, Ma. Tapi, dia tidak mau bertanggung jawab," ucap Eriska.

"Berhenti menghayal, Eriska. Papa tahu kalau anak yang berada di dalam kandungan kamu bukan anaknya Yosep. Jadi, jangan menjadikan suami orang sebagai kambing hitam. Hubungi segera laki-laki itu dan pastikan dia akan segera menikahi kamu."

Pak Hendri yang tidak tahan berada di dalam ruangan ini segera berbalik pergi keluar ruangan daripada emosinya semakin meluap-luap pada anak perempuan yang sudah sangat mengecewakan mereka.



Istri Pengganti [Yosep & Yasmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang