Di tengah malam, seseorang menyelusup masuk ke rumah Mahesa yang sunyi. Ia masuk melalui jendela kamar Ravi yang sedikit terbuka. Di sana, sosok pria misterius itu menyimpan sebuah kamera di daerah yang tak diketahui oleh Ravi.
Saat hendak memasuki kamar Revi, pria tersebut dikejutkan oleh sosok Seyda yang masih menonton TV di ruang keluarga. Ia lalu mengurungi keinginannya dan memilih untuk kembali ke kamar Ravi.
"Gimana nih? Anaknya masih ada yang belum tidur!" bisik pria tersebut.
"Tunggu sampe dia tidur, jangan sampe lengah!" balas pria di teleponnya. Mendengar hal itu, pria tersebut memutuskan untuk keluar dari kamar Ravi dan berusaha masuk melewati ruang tamu. Sayangnya, Mahesa masih terjaga sama seperti dua puluh menit yang lalu.
"Bos, Mahesa masih bangun, rencana kita sepertinya gagal, bos," bisiknya lagi.
"Pokoknya harus ada kamera yang mantau mereka! Kita setidaknya harus punya bukti buat jadiin dia pelaku!"
"Baik, bos," bisik pria tersebut.
***
Nadira masih saja menguap bahkan saat ia sudah tiba di sekolah. Ia lalu mengeluh karena tugas yang sangat banyak untuk hari ini. Sesaat sebelum masuk kelas, Nadira melihat Byan yang sedang berbincang bersama dengan Laila, Amira dan Cantika.
"Byan beneran deket sama mereka ternyata," bisik Nadira. Di saat yang bersamaan, dirinya melihat Byan mengeluarkan sejumlah uang dari dalam tasnya.
"Uang?" Nadira lalu dengan cepat merekam kejadian tersebut melalui hpnya. Dengan tangan yang gemetaran, ia melihat Laila menghitung jumlah uang yang diberikan Byan.
"Good boy," puji Laila sambil mengusap bahu Byan. "Udah gini, berarti tinggal lancarkan aksi!"
"Aksi?" bisik Nadira.
"Dengan uang segitu, gue harap kalian bertiga bisa selidikin Seyda sejauh mungkin," ucap Byan.
"Karena kan, keluarganya berusaha ngebunuh orang!" ungkap Amira.
"Pembunuh?" Nadira dengan cepat mematikan rekamannya dan memasuki kelas setelah keempat orang itu melihat ke arahnya. Nadira yang ketakutan pun dengan cepat berpura-pura tidur dan berusaha tak peduli dengan apa yang terjadi.
Maksudnya apa? Kenapa keluarganya Seyda pembunuh? pikir Nadira.
***
"Fin, bangun anjir!" Arfin membuka matanya setelah mendengar bisikan dari Seyda. "Tidur mulu dari kemarin!"
"Kok muka Lo beda sih?" Arfin mengusap-usap matanya.
"Beda?" tanya Seyda. "Ah, bodo amat! Yang penting suara ngorok lu gak ganggu gua!"
Ohh, rambutnya diiket! batin Arfin. Ia pun berusaha tak peduli dan kembali ke posisi tidurnya. Bukannya tertidur, Arfin malah memperhatikan Seyda dan menganggapnya cantik. Tanpa sadar, ia tersenyum dan memuji Seyda.
Seyda yang mendengar omongan Arfin terkejut. Ia kembali dikejutkan dengan ucapan Arfin selanjutnya, "Iya, lu cantik, apalagi kalau diiket gini."
Seyda yang kesal refleks menarik kerah Arfin dan berkata, "Kita udah putus, jir. Jangan berani ngomong macem-macem kaya gitu!"
Hati Arfin berdetak lebih kencang dari biasanya. Pipinya memerah dan nafasnya memburu. Arfin pun melepas cengkraman Seyda dan meninggalkan kelas tanpa izin kepada bapak guru.
"Hei, kamu! Mau kem–"
"Pak, saya izin ke toilet," ucap Laila. Setelah mendapat izin dari sang guru, Laila meninggalkan kelas dan mengejar Arfin hingga ke toilet laki-laki. Laila yang memiliki tekad kuat untuk mengejar Arfin pun memasuki toilet laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT] 18 At 10
Teen FictionFOLLOW DULU KALAU MAU BACA‼️‼️ Jangan lupa vote dan komen ya👋🤩 Setahun telah berlalu sejak gadis manis itu melepas masa Sweet Seventeennya. Sebuah masa di mana seumuran gadis cantik itu telah memasuki jenjang pendidikan tinggi yang spesial. Namu...