"Gunting, gunting!" Bona berusaha mencari gunting di tengah kegelapan.
"Buat apa, Bon?" tanya Seyda. "Jangan gunting dia!"
Setelah menemukan gunting, Bona mengambil paksa boneka beruang yang kini sedang dipeluk Seyda. "Kalau kita gak gunting ini, kita gak tau isinya apa!"
Bona dengan cepat menggunting bagian kepala boneka tersebut. Seyda merengek sambil berusaha meraih boneka kesayangannya itu. Sayang, ia kalah cepat dengan Bona yang langsung memindahkan boneka ke tempat lain.
"Bona, please itu lucu!" rengek Seyda.
"Kak, kakak kenapa?" Revi memeluk kakaknya yang menangis.
"Kak Bona ngapain?" Ravi berusaha menghentikan tingkah Bona yang masih menggunting boneka.
Tak hanya Ravi dan Revi, Mama Seyda yang mendengar tangisan anak sulungnya lekas pergi ke kamar Seyda dan terkejut melihat Bona yang mengangkat sebuah kamera kecil. Ia lalu melihat isi dari boneka yang bersebaran di lantai. Mama Seyda lantas mengerti dari mana kamera itu berasal.
"Kamera?" Ravi mengambil kamera itu dari tangan Bona.
"Sey, dengan bukti itu lu masih sayang sama boneka itu?" geram Bona.
"Boneka itu bukannya dari Kak Arfin, kak?" tanya Revi pada Seyda.
"Arfin? Gak, Arfin gak mungkin nyimpen kamera kaya gini!" seru Ravi.
"Lu udah sedeket apa sama dia, hah? Lu emang tau karakter dia kaya gimana di belakang lu?" bentak Bona
"Arfin di Leander gak gitu! Dia bahkan digadang-gadang jadi ketua, mana mungkin lakuin hal kaya gitu!" bela Ravi.
"Leander?" Mama Seyda kini bersuara. "Apa itu?"
"Mah, itu-"
"Komunitas geng motor, tante," potong Bona. "Dan Ravi ikutan komunitas itu."
"Kamu ikutan komunitas kaya gitu?" Mama Seyda masih tak percaya.
"Mah, Leander itu gak melulu tentang kebut-kebutan di jalan, kok!"
"Keluar, Ravi! Keluar kamu dari komunitas itu! Mamah gak setuju kamu ikut itu sampai kapanpun!" Mama Seyda pergi meninggalkan kamar Seyda yang masih berantakan. Ravi yang masih ingin bertahan di Leander pun mengikuti mamanya dan memohon pada sang mama.
Di saat yang bersamaan, lampu kembali menyala. Memperlihatkan boneka beruang putih yang tak 'kan bisa diperbaiki kembali. Dalam hati, Seyda terus mengutuk nama Arfin dengan sebutan "mesum".
***
Sebuah mobil mengantar Byan ke sebuah restoran depan kantor papanya. Bukan, ia tidak mengunjungi sang papa, tapi menemui seorang staff yang ingin bertemu dengan dirinya.
"Selamat datang, Tuan!" sapa pria yang berusia sekitar empat puluh tahunan setelah Byan duduk di hadapannya.
"Ada urusan apa Anda dengan saya?" tanya Byan tanpa basa-basi.
Staff tersebut menyerahkan menu pada Byan, lalu bertanya, "Tidak mau pesan sesuatu dulu, Tuan?"
"Tidak, saya hanya ingin tau mengapa Anda mengajak saya bertemu," tolak Byan.
"Hahaha, menarik. Baik, kalau gitu kita langsung saja ke intinya," ucap staff tersebut. "Tapi, saya hanya ingin kita berdua, tidak bertiga seperti sekarang."
"Pak, boleh pergi, nanti saya keluar setelah selesai," tutur Byan. Pengawalnya pun mengangguk dan keluar dari restoran.
Setelahnya, staff yang masih belum diketahui namanya pun mengeluarkan empat foto dari tasnya. Di antara foto tersebut, Byan dapat mengenali tiga foto.
"Mereka keluarga dari Mahesa, orang yang berusaha membunuh Nyonya kecil, Diana. Pak Irwan menyuruh saya untuk memberitahu Anda bahwa Nyonya kecil kembali diancam, tetapi keluarga mereka baik-baik saja, seolah-olah tak ada yang terjadi. Beliau lalu mengatakan bahwa saya harus menyuruh Anda mengancam salah seorang dari keempat orang ini," ucap staff tersebut panjang lebar.
"Kenapa papa saya harus menyampaikan hal ini lewat bawahannya?" tanya Byan.
"Papa Tuan kan sibuk, makanya beliau menyuruh bawahannya menyampaikan hal ini dan bawahan yang terpilih adalah saya," tambahnya. "Ekhm, jadi Tuan mau mengancam siapa dari keempat orang ini?"
"Papa saya jarang mengerjakan orang di bawahnya untuk mengatakan hal seserius ini, ditambah lagi kepada putranya." Byan masih curiga pada staff tersebut.
"Percayalah, Pak Irwan saat ini memiliki jadwal yang padat, sehingga saya yang turun menyampaikan hal ini pada Tuan." Staff tersebut kembali meyakinkan Byan bahwa papanya sedang dalam kondisi sangat sibuk.
"Bolehkah saya pikir-pikir dulu? Lagi pula, saya tidak perlu mengucapkan siapa orangnya, kan?" tanya Arfin.
"Oh, itu, terserah Tuan. Jika diungkapkan kami akan menyediakan-"
"Ya sudah, saya tidak mau mengungkapkan siapa yang mau saya ancam dan saya juga tak mau dibantu oleh kantor. Terima kasih atas informasinya." Byan berdiri dan meninggalkan pria tersebut. Setelahnya, ia langsung menaiki pergi dan meninggalkan restoran tersebut.
Dalam perjalanannya menuju rumah, Byan masih kurang percaya bahwa hal ini adalah suruhan sang papa. Akan tetapi, masalah ini membawa nama sang adik yang hidupnya terancam. Beberapa menit kemudian, Byan telah memutuskan siapa yang akan ia serang diantaranya keempat orang di dalam foto tadi.
***
Senin pagi hari ini sudah dihebohkan dengan Seyda yang menuduh Byan di kelas. Hal ini menyebabkan banyak orang mengerumuni mereka, bukannya turun ke lapang untuk upacara.
"Lu yang ngasih, kan? Jangan bohong, Fin!" bentak Seyda sambil mengangkat boneka beruang yang sudah rusak beserta kamera tersembunyi yang ditemukan kemarin.
"Enggak, Sey! Buat apa gue ngasih boneka yang ada kameranya gini ke Elu?" tanya Arfin.
"Lu kemarin bilang gue cantik dengan style rambut kuncir dua, kan? Tumben banget lu ngomong kaya gitu! Lu lihat apa dari diri gue sampe lu ngomong gitu?"
"Gue cuma-" Arfin berhenti sebentar saat ia akan mengungkapkan apa yang ia lihat.
"Apa, Fin? Lu lihat apa, jir?" tanya Nadira.
"Le-leher!" ucap Arfin terbata-bata.
"Gue sih gak yakin kalau lu gak lihat selain itu," celetuk Nadira.
"Ra, Lu nuduh gue nguntit Seyda gitu? Kita udah temenan dari lama, Ra, masa sekarang lu gini sih?"
"Pokoknya, ini boneka gue balikin ke Elu dan gue bakal lapor polisi secepet mungkin!" Seyda memberikan boneka beserta kamera pada Arfin, lalu pergi meninggalkan kerumunan.
Orang-orang lainnya pun mengikuti langkah Seyda karena sudah dipanggil kakak OSIS untuk berbaris di lapangan, sedangkan Arfin terdiam di kelas sambil memandangi kamera dan boneka.
Seorang lelaki yang baru saja datang dengan cepat menyimpan tasnya di kelas. Ia lalu mengambil topi dan mengecek kelas lain, apakah masih ada orang atau tidak. Di saat itulah, ia mendengar Arfin yang mengeluh karena ia bukanlah seorang penguntit.
Sayangnya, keluhan Arfin harus berhenti karena kakak OSIS menyuruhnya untuk cepat ke lapang. Kakak OSIS lain yang melihat lelaki tersebut pun menyuruhnya ke lapang. Lelaki tersebut mengangguk dan berlari ke lapang, berusaha menghindar dari Arfin.
Syukur deh, elu yang dicurigai, hehe, batin murid tersebut.
"Ahh, tapi kok ketauan sekarang sih?"
***
Nahh, cowok di akhir itu siapa ya?
Baca terus biar gak nambah beban pikiran ya, hihi.
Jangan lupa vote, comment, share dan follow akun ini!
See you!
![](https://img.wattpad.com/cover/319419137-288-k464836.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT] 18 At 10
Novela JuvenilFOLLOW DULU KALAU MAU BACA‼️‼️ Jangan lupa vote dan komen ya👋🤩 Setahun telah berlalu sejak gadis manis itu melepas masa Sweet Seventeennya. Sebuah masa di mana seumuran gadis cantik itu telah memasuki jenjang pendidikan tinggi yang spesial. Namu...