“Pak, kami gak mungkin lakuin kaya gitu, Pak!” sangkal Byan saat polisi terus-menerus menanyakan apakah ia dan ketiga temannya membunuh istri Mahesa.
“CCTV udah jelas nunjukkin kalau kalian pelakunya, masih mau ngeyel?!” bentak Bona.
“Dimohon untuk tenang!” pinta polisi lain. Eja yang berada di sebelahnya pun segera menarik Bona kebelakangnya.
“Pak, mana mungkin kita ngebunuh orang! Mana mungkin kita mau ngerusak nama baik keluarga kita!” Kini Cantika yang menyangkal.
“Byan!” Suara Irwan terdengar di telinga seluruh manusia yang berada di kantor polisi. Byan langsung berdiri dan meminta tolong pada sang ayah agar membebaskannya dari sini. Irwan pada polisi yang menginterogasi anaknya berkata, “Anak saya tidak mungkin merusak nama baik keluarga, ditambah CCTV bisa diedit, sama seperti kasus Mahesa kemarin.”
“Kalian ngedit rekaman CCTV?” tanya polisi tersebut pada Bona dan Eja. Eja seketika membantah dengan mengatakan, “Enggak, Pak! Buat apa kita ngedit pelaku sebenernya!”
“Kalian ini benci sama keluarga saya ‘kan makanya ngedit CCTV?!” tanya Irwan.
Bona melepaskan tangan Eja yang menahannya agar tidak ikut campur. Ia lantas maju ke hadapan Irwan dan menatap mata pria tersebut. “Sekenal-kenalnya kita sama Pak Mahesa, kita gak akan mungkin dendam sama keluarga kalian, kecuali kalau kasusnya kaya sekarang. CCTV ini seratus persen dari rumah saya dan gak pernah saya edit. Justru saya yang harusnya nanya, kalian sebenci itu sama keluarga Pak Mahesa malsuin CCTV?”
“Anak ini!” Irwan menghentakkan kakinya dengan keras ke lantai dan menunjuk-nunjuk muka Bona seraya berkata, “Jangan berani-beraninya membawa kasus lama ke sini!”
“Bapak ya yang tiba-tiba bawa kasus tetangga saya ke pembicaraan ini!”
“Harap tenang!” Gebrakan meja dari bapak polisi membuat Bona dan Irwan berhenti berbicara dan menatap bapak polisi tersebut. Irwan lalu meminta maaf dan mengeluarkan sebuah amplop coklat tebal. “Saya ingin bapak bebaskan keempat anak ini.”
“Pak, bapak gak mungkin ngebebasin, ‘kan?” Kali ini Eja bersuara.
“Iya, Pak! Masa mau disogok?” tambah Bona.
Setelah melihat isi dari amplop tersebut, pak polisi langsung mengatakan bahwa keempat anak itu dibebaskan. Seketika Bona dan Eja pun terkejut dan menggeleng-geleng bersamaan. Sedangkan di sisi lain, keempat anak SMA itu merasa senang dan berterima kasih pada pak polisi. Mereka pun pamit dan saat melewati Bona dan Eja, mereka sengaja menjulurkan lidah yang membuat Bona lagi-lagi terbawa emosi.
***
“Ra, coba lu ikutin semua kegiatan si Nadira,” pinta Arfin pada Amira.
Amira mengernyitkan dahi dan berkata, “Buat? Lo mau nge-stalk dia buat apa, jir? Gak akan ngaruh apa-apa!”
“Sayang aja gitu kalau gue gak nge-stalk dia, apalagi pinggangnya dia.” Byan seketika membayangkan indahnya pinggang mantannya itu.
“Mending si kakak tadi itu siapa sih? Bona sama Eja gitu kalau gak salah,” usul Cantika.
“Sampah kaya mereka gak usah diurusin, selama ada bokap gue mereka gak akan bisa tangkep kita kok,” jawab Byan. “Ra, tolong ya! Foto-foto aja dia, kaya waktu si Seyda kemarin!”
“Berarti sekarang gue boleh nge-stalk si Arfin? Gue kepo tau dia dirumahnya ngapain, terus ke mana aja setiap harinya,” tutur Laila.
“Gak, gak usah!” tegas Byan. “Buat apa? Gak guna!”
KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT] 18 At 10
Teen FictionFOLLOW DULU KALAU MAU BACA‼️‼️ Jangan lupa vote dan komen ya👋🤩 Setahun telah berlalu sejak gadis manis itu melepas masa Sweet Seventeennya. Sebuah masa di mana seumuran gadis cantik itu telah memasuki jenjang pendidikan tinggi yang spesial. Namu...