17| Tertangkap

14 1 0
                                    

“Hai,” ucap Nadira sambil menunjukkan senyum indahnya. Kedua kakinya dengan berani melangkah ke arah “medan perang.” Nadira lantas menekukkan kedua kakinya agar ia sejajar dengan Byan. “Hai, gantengnya aku!”

Byan lalu berdiri dan menatap Nadira sambil mengernyitkan dahinya. “Lo kok bisa masuk? Cuma orang–”

“Cuma orang Leander yang bisa masuk?” Potong Nadira dengan nada merendahkan. Ia lalu tersenyum lebar dan berdiri, lalu mengeluarkan sebuah kartu anggota Leander yang sudah usang dengan nama “Reno Alviandra” dari dompetnya. Nadira lantas memberikan kartu tersebut pada ketua baru Leander tersebut. “Lo tau siapa dia, ‘kan?”

“Kok Lo punya kartu ini?” tanya Gilang setelah ikut melihat kartu anggota yang berada di tangan Byan.

“Karena beliau itu papah gue.” Nadira mengambil kembali kartu tersebut dan kembali memasukkannya ke dompet. “Makanya gue punya akses ke sini, yaa meski harus dikasih sedikit ancaman sama pak satpam yang di depan,” ucapnya lagi.

“Jadi mau Lo apa?!” tanya Byan sedikit berteriak.

“Gue mau ngajak lo pergi!” Nadira tanpa aba-aba menarik tangan Byan dan menggandengnya. “Habisnya Lo daritadi gak ada kabar sih, gue ‘kan kangen!”

“Ah, bucin!” ucap Dirga.

“Kirain ada apaan elah,” tambah Tegar.

“Makanya bilang dulu, Yan! Gak jelas Lo!” seru Gilang.

Byan sambil berusaha melepas gandengan Nadira dengan tegas berbisik, “Lepas, Nad!”

“Duh, apa sih? Nyuruh lepas segala!” Nadira kini menyandarkan kepalanya di pundak Byan. Di saat yang bersamaan, semua orang yang ada di sana langsung membuka mulutnya lebar-lebar. “Daripada lama-lama, mending kita pergi! Ah tapi, yang lainnya bubarin dulu, sebelum gue panggil Bang Bagas atau bahkan … Bang Reno.”

“Oke, semuanya bubar! Yang luka obatin secepatnya! Acara resmi selesai!” Byan dengan berat hati mengakhiri acara yang memang sudah kacau. Setelahnya, ia langsung diseret Nadira keluar dari basecamp dan masuk ke dalam mobil sedan berwarna hitam yang sudah ada di depan gerbang.  “Mau ke mana kita? Jangan ajak gue ke rumah, gue gak mau pulang!” tanya Byan dengan nada lembut.

“Siapa yang ngajak ke rumah lo? Gak jelas,” jawab Nadira.

“Lo ngapain sih ngacauin acara segala?!”

“Sst!” Nadira menempelkan jari telunjuknya di bibir Byan. Ia lalu berbisik, “Depan Lo itu sopir papah gue, salah satu anggota Leander juga dulunya, mau acara kacau tadi kebongkar?”

Byan membeku seketika. Ia lantas menepis jari Nadira dari bibirnya dan mengalihkan pandangannya ke langit. Bintang-bintang yang sangat jauh dan kecil terlihat di netra lelaki yang baru saja menginjak 17 tahun itu. Dirinya pun mengalihkan pandangannya lagi pada jalanan yang cukup sepi karena hari sudah semakin larut.

Mobil yang Nadira dan Byan tumpangi akhirnya berhenti di sebuah hotel mewah. Pintu otomatis langsung terbuka saat Byan dan Nadira berada di depan hotel. Kedatangan mereka disambut oleh banyak staf hotel yang berjajar rapi dari pintu masuk hingga sebuah pohon besar dengan hiasan lampu gantung di ranting-rantingnya yang berada ditengah lobby hotel.

Byan berusaha memperhatikan sekeliling hotel dengan sedikit berjinjit. Lobby yang memiliki dinding yang terbuat dari kayu di bagian bawahnya dan marmer berwarna biru-putih di bagian atasnya ini memiliki sofa-sofa berwarna merah maroon yang terlihat sangat empuk, serta terdapat meja-meja bening dengan kaki meja terbuat dari kayu di depannya. Setelah melewati pohon besar, Byan melihat meja resepsionis di sebelah kanan hotel, sedangkan di sebelah kirinya terdapat sebuah dinding batu hitam besar yang dari atasnya terdapat air mengalir. Air tersebut mengisi kolam ikan kecil yang terdapat di bawahnya.

[TAMAT] 18 At 10 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang