“Jadi keputusan lu gimana?” tanya Haikal saat ia dan Irwan sedang berada dalam private room di sebuah club di Jakarta.
Irwan meminum wine hingga tak ada yang tersisa di gelasnya, lalu menuangkan minuman tersebut dari botol ke gelasnya. “Gak tau. Mau nyari juga percuma, mana ada orang yang gak mau tiba-tiba ngejabat jadi COO?”
“Orang terdekat Lo ada.” Haikal tersenyum tipis. “Gue.”
“Lo emangnya siap nerima kerjaannya? Banyak lho itu!” cibir Irwan sambil meminum wine untuk kedua kalinya.
“Lo ngeraguin gue? Gue ‘kan udah liat keseharian Lo gimana!” tegur Haikal.
Irwan seketika tertawa. Lalu, pintu kamar diketuk dan masuklah seorang wanita yang berumur dua puluh tujuh tahun dengan pakaian rapi. Ia memakai rok selutut berwarna hitam yang dipadukan kemeja berwarna tosca berlengan panjang yang dimasukkan ke dalam roknya. Wanita yang memiliki rambut berwarna coklat sebahu tersebut memperkenalkan dirinya sebagai sekretaris baru dari Irwan.
“Sekretaris? Maksudnya?”
“Ck, tadi gue cuma bercanda doang, Kal. Lo emang udah gue tunjuk sebagai COO baru. Congrats, bro!” Irwan menepuk-nepuk bahu sahabatnya. Sambil menunjuk wanita tadi, Irwan kembali berkata, “Dia itu sekretaris baru gue, elu udah naik jabatan!”
Mereka berdua lantas tertawa bersama. “Ini gak bohongan, ‘kan?” tanya Haikal dengan senyum kebahagiaan. Irwan menggeleng lalu berkata, “Besok ada rapat bareng dewan-dewan kita tercinta, gue bakal unggulin Lo di rapat itu!”
Mendengar itu, Haikal sekali lagi tak menyangka bahwa impiannya menjadi kenyataan. Setelah tertawa puas, sekretaris baru Irwan tadi diusir keluar dan mereka berdua pun berpesta riang.
***
Pagi hari dengan langit sedikit keabuan itu menyambut kedatangan Irwan di pemakaman di suatu daerah di Jakarta. Entah mengapa, sebelum pergi ke rapat hari ini, ia ingin sekali bertemu dengan almarhum istri dan anaknya. Keinginan itulah yang membawanya ke dua makam yang bersebelahan yang kini berada di depannya.
“Maaf, aku kelamaan ya?” tanya Irwan sambil mengusap-usap batu nisan milik istrinya. Irwan lantas membalikkan badannya dan mengusap-usap batu nisan milik putra sulungnya. “Papah kelamaan ya, Kak?”
Irwan lalu kembali menghadap ke makam istrinya dan berkata, “Ma, hari ini aku ada rapat yang spesial banget, rapat bareng dewan direksi buat nentuin pengganti papah sama pengganti aku.” Irwan mengambil napas panjang. “Kalau kamu masih ada, pasti kamu dukung aku pake suara cempreng kamu itu!”
Tanpa sadar, ia meneteskan air mata saat mengenang kenangan bersama istrinya itu. Irwan pun memeluk nisan sang istri. Sambil terisak, ia berkata, “Aku kangen kamu, kenapa kamu pergi secepet itu, Ma?”
Setelah cukup lama memeluk nisan sang istri, ia bangkit dan membelakangi makam sang istri. Ia memperhatikan dua makam lain di sebelah anak sulungnya, yang tak lain ialah makam putrinya dan makam sang ayah. Irwan pun menarik napas panjang, lalu pergi setelah dirasa perasaannya mulai membaik.
Saat melewati makam Teddy, Irwan menemukan sticky note berwarna kuning. Tulisan yang ditulis dengan spidol berwarna merah itu menampilkan sebuah kalimat kesenangan.
TERIMA KASIH. KEMATIAN KALIAN MEMBUATKU BAHAGIA.
“Orang gila! Bisa-bisanya ke makam keluarga gue terus bilang bahagia!” Irwan meremas-remas kertas tersebut dan langsung pergi ke mobilnya.
***
“Teteh, haloo!” goda Arfin sesampainya Seyda di kelas. Seyda yang terkejut pun sedikit berlari ke bangkunya dan langsung menutup mulut Arfin. “Gila ya! Kalo yang lain tau gimana?!”
KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT] 18 At 10
Teen FictionFOLLOW DULU KALAU MAU BACA‼️‼️ Jangan lupa vote dan komen ya👋🤩 Setahun telah berlalu sejak gadis manis itu melepas masa Sweet Seventeennya. Sebuah masa di mana seumuran gadis cantik itu telah memasuki jenjang pendidikan tinggi yang spesial. Namu...