"Ahh, Diann!" Irwan memandang layar ponsel yang kembali ke halaman private chat-nya dengan anak perempuannya itu. Bubble chat panggilan tidak terjawab terus bertambah seiring dengan dirinya yang terus menekan tombol telepon.
"Tenang, Wan, doakan saja Dian masih baik-baik aja." Teddy berkata lembut.
"Tenang? Sekarang udah jam sembilan, Pah! Gak mungkin Dian gak ngabarin kalau ada apa-apa!" Irwan menghempaskan diri ke sofa berwarna putih. Ia lalu melepaskan jas yang dikenakannya dan melemparnya ke lantai dengan cukup keras.
"Pak, bagaimana jika kita pergi mencari Diana sekarang? Jika Bapak berkenan, saya akan panggilkan yang lain," usul salah seorang security.
"Nah, bagus itu! Daripada gak ada kabar dan kamu gak bisa tidur, mending cari aja bareng-bareng, Wan!" tambah Teddy.
"Emang itu yang mau saya bicarakan," ketus Irwan. "Ya sudah, panggil yang lain dan kita berangkat."
"Baik Pak." Security tersebut pun meninggalkan Irwan dan Teddy. Beberapa menit kemudian, delapan mobil sedan berwarna hitam telah berkumpul di depan rumah milik Keluarga Mahardika itu. Setelah pembagian tugas selesai, masing-masing mobil pun langsung meninggalkan area rumah.
Irwan yang berada di dalam salah satu mobil tidak henti-hentinya menghentakkan kaki dan memandang langit malam sambil menggigit bibirnya. Melihat gelagat anaknya, Teddy yang berada di sampingnya pun menepuk pundak sang anak dan berkata, "Udah telepon Byan belum? Siapa tau dia belum tau adiknya hilang."
"Oh iya, Byan." Irwan dengan cepat mengambil handphone di dalam saku celananya dan menelepon anak laki-lakinya itu. Setelah beberapa saat berbincang dengan Byan, telepon pun dimatikan dan Irwan kembali melakukan gerakan yang dilakukannya sebelum menelepon Byan.
"Udah lah, gak usah khawatir banget! Tenang aja!" suruh Teddy. "Dian pasti baik-baik aja kok, kalau kamu mikir kaya gitu entar kalau beneran gimana?"
"Pah, tapi-"
"Masalah yang dia diancam itu 'kan belum tentu beneran, bisa aja cuma orang iseng. Udah lah Wan, capek papah lihat kamu kaya gitu." Teddy menepuk-nepuk paha Irwan.
Tiga puluh menit kemudian, ada telepon masuk dari seorang security lain. Telepon langsung diterima oleh supir yang membawa Irwan dan Teddy.
"Lapor, Nona Diana sudah ditemukan dan saat ini kami sedang memanggil ambulans. Namun, jarak dari sini menuju kota cukup jauh, sehingga kami akan-"
"Di mana itu? Kondisi Diana gimana?" seru Irwan.
"Kami berada di sekitar Desa Dili, Pak. Kondisi Nona sepertinya tidak baik Pak, dikarenakan banyak darah di baju dan sekitar Nona."
"SIALAN!" Jeritan Irwan membuat Teddy dan sang supir terkejut.
"Tunggu kami di sana, kabarkan jika ada sesuatu." Teddy lalu mematikan telepon. Ia pun segera menyuruh supir dengan mengatakan, "Percepat, jika kau masih ingin melihat kami waras."
***
Setibanya di rumah sakit, Byan dengan cepat bertanya mengenai pasien bernama Diana ke resepsionis. Mendengar sang adik sedang di operasi, Byan dengan cepat berlari ke ruang tunggu yang dekat dengan ruang operasi.
"Papah!" Byan berusaha mengatur napasnya yang terasa tersendat. "Diana, Diana beneran-"
"Diana aman, tadi jantung dia sempet gak berdetak, makanya Papa telepon kamu dan bilang udah gak ada," jawab Irwan.
Dirga yang berada di belakang Byan seketika berucap syukur, "Alhamdulillah! Perjuangan kita akhirnya terbayar indah, bro!"
Kedua sahabat itu lantas duduk di kursi kosong dan berusaha mengatur napas masing-masing. Mereka lalu beradu tos dan tersenyum. Mereka lalu menyandarkan diri pada kursi.

KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT] 18 At 10
Teen FictionFOLLOW DULU KALAU MAU BACA‼️‼️ Jangan lupa vote dan komen ya👋🤩 Setahun telah berlalu sejak gadis manis itu melepas masa Sweet Seventeennya. Sebuah masa di mana seumuran gadis cantik itu telah memasuki jenjang pendidikan tinggi yang spesial. Namu...