Izumi menunggu di ruang tunggu kamar inap Sasuke. Gadis itu mendudukkan diri di kursi depan kamar inap.
Ia baru saja berperan sebagai seorang saksi. Seorang yang memberikan informasi mengenai insiden berdarah yang terjadi di dalam kediaman Uchiha.
Izumi hanya menjawab pertanyaan yang ia rasa perlu dijawab. Toh hokage, para petinggi desa juga telah mengetahui rincian dan rentetan insiden berdarah secara detail.
Ia tersenyum miris. Lalu, menatap langit-langit rumah sakit. Pikirannya melayang ke beberapa kejadian yang telah terjadi dalam satu waktu ini.
Tunangannya begitu baik. Ia berkorban segalanya. Rasanya, Izumi begitu sakit melihatnya berperilaku seperti itu.
Kali ini, Izumi dapat menghembuskan nafasnya lega. Setidaknya, kali ini keberuntungan berada di pihaknya. Tunangannya menyetujui ide dan pemikirannya pada timeline kali ini. Dan kabar baik selain itu, saksi dan bukti terkait insiden berdarah itu telah ia pegang.
Setidaknya, kali ini, ia dapat meringankan beban Itachi dan membantu Itachi meraih cahaya matahari sekali lagi.
Pemikirannya terhenti. Kini, atensinya beralih kepada seorang yang familiar. Seorang yang familiar mengeluarkan suaranya dan menyapa pendengarannya. Sontak, gadis itu memutar kepalanya. Mengarah ke sumber suara.
Begitu mendapati seorang wanita yang lebih tua duduk di sampingnya, Izumi menundukkan kepalanya. Memberikan penghormatan singkat kepada wanita itu seraya berujar, "Tsunade-sama."
Tsunade memfokuskan penglihatannya ke arah kanannya. Manik matanya menyelam ke arah manik mata legam Izumi.
"Izumi, mengetahui dan mendengar detailnya, rasanya aku begitu malu menghadapimu. Apalagi mengetahui usaha tunanganmu."
Izumi tersenyum miris namun menenangkan. Gadis itu melembutkan ekspresinya. "Itu bukan salah anda, Tsunade-sama. Dengan kekuatan mereka yang tidak bisa dianggap remeh, pasti akan menimbulkan korban yang lebih banyak jika dibiarkan begitu saja. Walaupun menyakitkan, saya rasa, untuk kedamaian di desa, pilihan dia memang sudah benar."
Tsunade menghembuskan nafasnya kasar. Wanita itu memegang jemari lentik Izumi yang saling terkait antara satu dengan lainnya. "Aku tidak bisa berbuat banyak, tapi aku tetap akan menawarkan pertolongan dan bantuanku seperti biasanya. Kapanpun kau merasa membutuhkanku, kau bisa datang kepadaku, Izumi."
Izumi mengangguk. "Terima kasih banyak, Tsunade-sama."
Tsunade mengangguk. Wanita itu menegakkan tubuhnya. "Kau bisa tinggal di apartemen. Sandaime telah menyiapkan apartemen untukmu dan adikmu."
Lagi, senyum miris tersirat di bibir Izumi. Desa benar-benar telah memprediksi keberhasilan tunangannya mengatasi kudeta. Mereka menyiapkan semua kompensasi dengan begitu matang.
Tsunade memberikan sebuah kunci ke genggaman tangan Izumi. "Ini kunci apartemenmu, Izumi. Apartemenmu terletak di lantai tiga."
Izumi mengangguk mengerti.
"Kau juga bisa bekerja di rumah sakit ini di bawah rekomendasiku, Izumi. Di sini, orang dengan kekuatan byakugou masih sangat langka."
Tsunade terdiam sebentar. Lalu, menyelesaikan kalimatnya. "Kau diperlukan di sini, Izumi. Kau bisa mulai bekerja setelah merasa siap bekerja, kapanpun itu. Untuk adikmu, keadaannya masih belum stabil tapi kau bisa menjenguknya sekarang."
Izumi menaikkan alisnya. "Tapi, Tsunade-sama, perawat tadi memberitahuku jika aku belum boleh menjenguk Sasuke-kun."
"Adikmu masih membutuhkan keadaan yang tenang dan mendukung penyembuhannya. Selagi kau tenang, kurasa tidak apa mengijinkanmu berkunjung masuk. Lagipula kau juga mempelajari ilmu medis dengan baik. Kau memahami dengan pasti bagaimana dan apa yang harus kau lakukan ketika keadaan adikmu seperti itu."
Izumi mengangguk mengerti. Namun, ia mengeluarkan suaranya lagi ketika melihat Tsunade bergerak ke luar. "Tsunade-sama, anda mau ke mana?"
"Aku mau berjudi sebentar. Aku titip rumah sakit kepadamu. Jika ada sesuatu yang gawat, kau bisa tangani itu dahulu."
"Tapi Tsunade-sama, bukankah anda bilang saya mulai bekerja kapanpun aku siap?"
"Sama saja. Sekarang juga bisa. Saat ini kau telah siap bekerja, bukan?"
Izumi terkikik geli. Watak gurunya memang seperti ini, bukan?
Izumi melangkahkan kakinya mendekat ke arah kamar inap Sasuke. Ia membuka knop pintu dan melangkahkan kakinya masuk.
✧-'-✧
Izumi mengelus rambut Sasuke. Menatap lembut ke arah Sasuke yang sedang tertidur lelap. Ia tersenyum pelan. Ia bergumam, "cepatlah sembuh, adikku."
Izumi membenahi selimut Sasuke. Berusaha melengkapkan kenyamanan untuk adiknya.
"Mimpi indah, adikku. Aku dan kakakmu menyayangimu."
Begitu ujar Izumi sebelum ia menelungkupkan kepalanya di atas tempat tidur Sasuke. Dalam posisi punggungnya yang tegak, Izumi menutup manik mata kelamnya. Menghantarkannya ke dalam mimpi yang telah dipersiapkan dan mengistirahatkan tubuhnya sebentar seusai mengalami kejadian yang melelahkan.
✧-'-✧
Izumi membuka manik matanya ketika gadis itu mendengar suara cicitan kecil dengan cengkeraman tangan kuat di seprai tempatnya menelungkupkan kepala.
Gadis itu menolehkan kepalanya ke arah suara cicitan itu. Di hadapannya, Sasuke telah bangun. Ia terduduk dengan posisi yang tegak, namun pandangan matanya tampak kosong.
"Ini tidak mungkin, bukan?"
Cicitan Sasuke yang mengiris hati Izumi telah Izumi dengar lebih dari satu kali pada pagi hari ini.
Jemari lentik Izumi terulur. Ia mengelus rambut lebat Sasuke lalu memeluknya lembut. Mengalirkan air mata yang telah berada di pelupuk matanya seraya berujar, "Sasuke-kun, nee-san bersamamu."
Tangan mungil Sasuke beralih. Anak lelaki itu mengarahkan kedua tangannya ke arah tangan Izumi, tangan yang memeluknya saat ini.
Jemari Sasuke mencengkeram tangan Izumi. Anak lelaki itu berujar, "nee-san, nii-san tidak mungkin melakukan itu, kan?"
Izumi menyiratkan senyum pahitnya. Izumi mempelajari bahwa menyatakan persetujuan untuk pernyataan yang tidak sesuai realita kepada pasien yang menderita penyakit mental seperti Sasuke adalah hal yang tidak benar.
Akan terasa semakin menyakitkan jika pasien itu mengetahui jika orang sekitarnya menipunya dan memberikan kebohongan untuk kebahagiaan sesaat kepadanya ketika pasien itu telah menemukan bagaimana realita yang terjadi sesungguhnya.
Izumi terdiam. Gadis itu memberikan waktu kepada Sasuke untuk mengeluarkan segala kesedihannya.
"Nee-san, tou-san, kaa-san masih hidup, kan? Apa yang kulihat adalah mimpi, bukan?"
Lagi, Izumi terdiam. Ia tidak mampu menyetujui pertanyaan Sasuke selagi Sasuke sendiri masih menyangkal realita. Gadis itu semakin mengeratkan pelukannya. Ia menangis dalam diam.
Bagi Sasuke, realita yang dialaminya kemarin adalah realita yang mengejutkan, dan menakutkan. Sasuke merupakan anak yang memiliki segalanya. Anak laki-laki itu memiliki dan merasakan kasih sayang, keluarga yang lengkap. Dalam waktu yang sangat singkat bahkan tidak memberikan jeda yang cukup, kepemilikan Sasuke telah direnggut dengan paksa.
Tangis Izumi semakin deras begitu menyadari bahwa Sasuke membicarakan tentang penglihatan. Penglihatan yang dimaksudkan di sini pasti terkait genjutsu yang sempat diberikan Itachi kepadanya sebelum kehadiran Izumi di kediaman Uchiha bersaudara. Ilusi terkait bagaimana pembantaian klan Uchiha berlangsung yang didesain sedemikian rupa oleh Itachi untuk merencanakan perkembangan kekuatan Sasuke.
Insiden itu pasti mendatangkan rasa sakit mendalam bagi Sasuke hingga menerima realita sedemikian rupa, Sasuke tidak mampu dan cenderung menolaknya.
Lagi, Izumi mengelus rambut lebat Sasuke. Ia menyalurkan kekuatan yang ia miliki melalui sentuhan fisik itu. Lalu, mendengarkan setiap cicitan yang keluar dari bibir tipis Sasuke.
Januari, 2024

KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETED] The New Izumi
Fanfiction[Anime Fanfiction | Story Series] Cover cr: pinterest Tidak pernah terpikirkan bagi [Name] Canary untuk masuk ke dalam dunia 2d dan bertemu dengan sosok karakter yang [Name] sebut mendekati sempurna. [Name] yang hanya hobi menonton anime, membaca ma...