6. Marah

1.6K 125 10
                                    

[Qaizz_ POV]
🔖

Empat hari berlalu begitu lambat untuk Fey, ia tak mendapat kejelasan perihal mutasi yang belum juga dibahas langsung oleh kekasihnya. Padatnya waktu sang atasan membuat Fey harus menunggu dengan sabar. Dengan rayuan demi rayuan dalam video call setiap malam, Fey akhirnya luluh dan mengerti. Walau masih sering merajuk akan hal sepele setiap hari.

Gerald hanya menjelaskan bahwa pindahnya dia ke pusat bukan dalam waktu dekat, masih ada 4 bulan ke depan untuk mereka bisa mencari jalan keluar. Gerald menekankan bahwa tidak akan ada yang berubah dari mereka, sekalipun jarak memisahkan. Fey marah terbawa emosi karena mengetahui hal mutasi ditengah hubungan mereka yang semakin sulit untuk "bertemu" sebagai sepasang kekasih.

Namun, curhatan demi curhatan Fey dengan mama Giselle kemarin membuatnya melihat semua secara luas. Giselle menyarankan agar Fey tak egois. Karena semua hal tak mungkin terus menerus soal hatinya. Ia harus mengerti posisi Gerald juga.

Sayangnya keputusan tetap berakhir buntu. Fey tak mau mengalah untuk berhenti bekerja, dan Gerald tak mungkin menolak permintaan Ayahnya.

****

Pukul 11.54
🔖

Gerald berdiri memperhatikan ribuan buruh yang bekerja dari atas balkon kantor PPIc. Saat ia sedang mendengarkan pembicaraan serius dengan beberapa Manager dan seorang tamu, Gerald tiba-tiba senyum tak bisa menahan mendengar samar-samar gelak tawa kekasihnya dari kejauhan. Tak bisa berhenti membayangkan raut wajah Fey dalam pikiran. Gerald rindu, sulit untuknya bercumbu mesra dengan sang kekasih akhir-akhir ini.
.
.

Tawa Fey pecah lagi, teriakannya yang khas terdengar jelas sampai ke balkon. Pasti Fey berada di dalam ruangan kantor ini. Ia rindu asisten imut-nya. Sudah lama tak memeluk Fey mesra, bercanda, dan tertawa sekeras itu dengannya.

Gerald menoleh kearah jendela, Fey terlihat di dalam bersama Marko dan Noval. Mengobrol seru padahal waktu istirahat 5 menit lagi baru dimulai.
.
.

****

"Kenapa Pak ?" Salah satu Manager bertanya.

"Ekhem.. gimana ? Sorry.. leher saya ada semutnya." Gerald menepuk tengkuknya spontan.

"Line 17 seharusnya kita pasang—"

"HahahahahHAAHAHHAHAHA" tawa Fey terdengar lagi. Diikuti dengan tawa Marko yang sama kencangnya.

"Saya ke toilet dulu." Gerald tak kuasa menahan senyumnya. Berbalik arah masuk kedalam kubik kaca.
.
.

"Too Cute, gue jadi gak bisa fokus. Sial" batin Gerald sambil membasuh mukanya. "Miss him too much"

Mengambil tissue untuk mengelap wajahnya yang basah menatap cermin. Mengingat kacamatanya tertinggal diruang meeting, ia tak pede dengan penampilannya. Sang Direktur muda membasahi rambutnya yang kaku dan menata ulang ke depan menutupi pelipisnya.
.
.

Keluar dari toilet, kembali menemui para Manager yang masih berbicara di balkon kantor, Gerald merasa tak nyaman diperhatikan oleh orang sekitar yang berpapasan dengannya.

Melihat jam sudah melewati waktu makan siang. Ia lantas mengajak para Manager dan tamu untuk menyantap makan siang bersama di dalam ruangan Manager Produksi.

 Ia lantas mengajak para Manager dan tamu untuk menyantap makan siang bersama di dalam ruangan Manager Produksi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MY ASSISTANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang