23. Sedih

1.1K 101 8
                                    

[Qaizz_ POV]

Pukul 08.20
Director of Product Operations Office
🔖

"Loh ? Kok lo udah ada disini Fey ?" Tanya Marko.

Marko baru saja masuk ke ruangan membawa 1 kotak berisi sample sepatu untuk produksi minggu ini. Tangannya sibuk memegang beberapa barang bawaan. Sibuk membereskan mejanya yang masih banyak kertas berserakan.

"Fey ?" Tanya Marko lagi.

Marko kini beralih ke lemari kaca, mengganti sample lama dengan sample yang baru saja dia bawa. Tak ada jawaban dari Fey, kini dia menghampiri mejanya. Berdiri berkacak pinggang.

"Heh, gue nanya jawab kek, nunduk aja."

Fey perlahan menaikan wajahnya. Matanya merah. Basah.

"Fey ? Lo kenapa ?" Tanya Marko sangat khawatir.

Fey yang mendengar Marko menanyakan hatinya, langsung menangis dengan air mata yang lebih deras. Seluruh wajahnya memerah.

Tangisannya terdengar menyakitkan. Fey berdiri meminta pelukan dari Marko.

"Fey ??"

Fey tak menjawab. Ia terus menangis hampir tak bersuara dipelukan Marko.

"Sshhh.. yaudah kalau lo gak mau cerita."
Marko mencoba menenangkan sahabatnya. Mengelus bahunya pelan.

Setelah dirasa tenang. Fey melepas pelukannya. Kembali duduk di kursi kerja. Mulai membuka data laporan yang sudah menunggu.

"Hiks. S-sory.. g-gue mau sendiri dulu."
"Gu-gue hiks. Gue nanti istirahat disini j-juga."
"Hiks." Ujar Fey terbata diantara tangisannya.

"Yaudah. Gue balik ke lapangan lagi. Kalau butuh apa-apa kasih tau gue." Ujar Marko mengelus bahunya lagi. Kemudian meninggalkan Fey sendiri sesuai permintaannya.

****

Saat Gerald membentaknya dan membanting pintu kamar mandi. Fey langsung bangun dan mencuci muka seadanya di wastafel, memakai pakaianya kembali tanpa membersihkan diri. Bergegas menuju kantor dengan keadaan wajah yang jelas menangis.

Ia sudah tau watak kekasihnya yang tempramental. Sudah bukan rahasia Gerald sering membentak siapapun yang gak sesuai dengan keinginan hatinya. Tapi tak pernah Fey menjadi sasaran. Ini kali pertama Gerald emosi dengannya. Selama mereka bersama selama satu tahun ini. Gerald tak pernah sekalipun menaikan nada bicaranya setinggi tadi. Fey takut. Ia tak mau menunggu Gerald disana hanya untuk di bentak lagi. Lagipula, Fey sama emosi. Pikirannya tak bisa jernih sekarang.

Beberapa orang yang berpapasan dengan Fey melihat keadaan wajahnya yang basah. Fey malu untuk keluar makan di kantin. Dia hanya ingin sendiri. Memproses apa yang baru saja terjadi pagi ini.

****

Gerald nampak sudah berpakaian rapi dengan hidung dan mata yang masih merah. Emosinya masih belum mereda. Hatinya masih sakit. Namun ia harus segera menuntaskan tugasnya yang masih tersisa.

Keputusannya sudah disahkan para dewan komisaris. Tak ada kesempatan untuk memutar keadaan. Ia masuk ke ruangannya lewat pintu belakang. Tak siap untuk bertemu Fey lagi.

Hatinya sedang kalut. Tak ada perasaan positif soal reaksi yang dia terima dari kekasihnya. Gerald merasa bahwa apa yang dia lakukan selama ini untuk Fey sia-sia.

Pengorbanan Gerald soal waktu, materi, bahkan tahta sekalipun ia relakan hanya untuk membuat Fey berada disampingnya.

Tapi yang ia dapat hanyalah kekecewaan.
Ia merasa kecewa dengan reaksi Fey tak mengindahkan keinginannya untuk bersama.

MY ASSISTANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang