Beradu cepat langkah kaki Anna memijak turun tiap anak tangga, rasa tidak percaya mengerumuni hatinya. Sampai di lantai bawah, Anna megurung diri di kamar mandi.
Sementara suara Jonatan terdengar samar dari luar, beradu dengan suara gedoran pintu yang tercipta dari tangannya sendiri.
"Na pengen sendiri mas, Jangan ganggu Anna." Setelah Anna mengatakan itu suasana menjadi hening.
Anna menatap pantulan wajahnya dicermin, sesaat pikirannya melayang di kejadian beberapa tahun silam.
FLASH BACK 12 TAHUN YANG LALU
Setelah Anna menyelamatkan kakak itu, beberapa orang sering sekali meneror rumahnya, bahkan beberapa kertas bertuliskan Anna pembunuh sama seperti ibunya, tidak lekang di ingatannya, padahal saat itu niat Anna hanya menolong, tapi balasan yang ia dapatkan adalah tuduhan sebagai pembunuh, bukankah itu tidak adil? Bahkan sampai menyeret nama ibunya yang sudah lama tiada.
Hingga suatu ketika beragam teror hilang seolah ditelan bumi setelah ayahnya menutup mata untuk selama-lamanya, sakit hati Anna saat itu. Jika disuruh memilih, lebih baik diteror seumur hidup dari pada harus kehilangan ayahnya.
๑๑๑๑
"Kenapa mas jahat, sejak kejadian itu, tidak hanya adik mas yang menderita, na juga mas, 12 tahun na hidup kesepian, untuk orang yang nggak na kenal, tapi kenapa mas tega--" Kalimat Anna menggantung karena kerasnya suara pintu terbuka dengan bebas.
Nampak wajah Jonatan basah di balik daun pintu, sorot matanya yang merah, membidik nanar kearah Anna. Lalu dengan tergesa mendekap tubuh Anna dengan sangat erat.
"Maafin aku na. Aku janji nggak akan bahagia seumur hidup ku, untuk membayar semuanya, aku janji."
Terenyuh hati Anna mendengar kalimat Jonatan, rasaya seakan tersayat melihat Jonatan menangis. Tangan Anna bergerak refleks mengelus punggung yang masih lekat memeluk tubuhnya.
"Maafin aku na," suara lirih dari bibir Jonatan kembali terdengar.
Anna memegang kedua bahu Jonatan, menatap matanya dalam-dalam kemudian berkata. "Mas... Selama ini na begitu menderita, tapi Anna lebih menderita jika melihat mas nggak bahagia. Jangan membayar semuanya, na akan mencoba untuk ikhlas."
Mendengar kalimat itu membuat Jonatan menghembuskan napas nya dengan berat, ia segera bertopang bahu pada Anna, wajahnya ia sembunyikan karena malu menatap Anna.
Anna memeluk tubuh Jonatan. "Mas pantas bahagia." Na, juga minta maaf karena selama ini telah menyembunyikan perihal kak sinta, na akan terus terang sekarang.
๑๑๑๑
Di tununtun Anna lengan Jonatan menuju gajebo belakang rumah, mereka duduk bersama disana, lalu Anna mulai bercerita, "Adik mas, masih hidup, saat itu dia dibawa pria paruh baya secara tiba-tiba. Jika benar Alvaro adalah adik mas, maka kita harus segera mencarinya, na yakin ada kaitannya dengan suster Dewi dan hilangnya kak Sinta."
"Sinta?" Jonatan nampak kebinggungan.
"Na punya kakak yang seharusnya sudah menikah, dan na yakin kalau suster Dewi adalah kak Sinta."
"Terus?"
"Kak Sinta seharusnya menikah sama mas, tapi ..." Anna meneguk kasar Saliva nya, air matanya yang mulai berlinang.
"Tapi kenapa na? Apa maksud kamu?"
Anna menarik napas dalam. "Saat acara pernikahan itu kak Sinta tiba-tiba hilang. Na yang harus mengantikan posisi kak Sinta, dan kalau mas ingat pembantu di acara itu..."
"Itu kamu na?" Jonatan menyela.
Tumpah ruahlah Air mata Anna saat itu juga, ia anggukkan kepala kemudian melanjutkan ceritanya dengan suara pelan. "Awalnya na mengantikan hanya sampai kak Sinta ditemukan, tapi kak Sinta ... Kak Sinta ditemukan tewas dengan wajah yang sudah hancur, saat itu na dan ibu nggak bisa mengenali apakah mayat itu benar kak Sinta, atau bukan? Tapi gelang kesayangan kak Sinta meligkar di tangan mayat itu."
Jonatan terdiam sejenak. "Kenapa kamu mau menikah dengan ku na, padahal kamu bisa menolak," ujar Jonatan dengan cepat.
Anna menatap Jonatan dengan netra mata bergetar. "Nggak mas, na nggak bisa mempermalukan ibu dan mas di hadapan para tamu saat itu."
Lagi-lagi Jonatan terdiam. Kenapa kamu baru cerita na? Sekarang Aku benar-benar merasa sangat bersalah na, tanpa kusadari aku sudah merebut masa muda kamu. Jonatan menatap nanar perut Anna yang sedang mengandung sang buah hatinya. Mungkin Dede bayi pun enggan melihatku, aku benar-benar manusia terbejat di muka bumi.
"Apa kamu menyesal menikah dengan ku na?" tutur Jonatan lirih
"N-nggak ada kata menyesal mas, semua atas kemauan Anna sendiri."
Tersentuh ketika itu hati Jonatan, ketika Anna mengengam tangannya, netra matanya berkaca, saat Anna berkata N-nggak ada kata menyesal mas, semua atas kemauan Anna sendiri. Jonatan benar-benar merasa bersalah karena sudah sering sekali menyakiti Anna.
"Mulai sekarang aku janji sayang, aku bersumpah akan menganti pengorbanan kamu dengan kebahagiaan."
Tubuh Jonatan dipeluk Anna, air matanya megucur deras sampai-sampai membanjiri bahu tempatnya bertopang dagu, Anna benar-benar merasa tersentuh dengan kalimat yang Jonatan ucapkan, tentunya harapan nya hanyalah hidup bahagia bersama Jonatan.
Malam pun tiba, Jonatan nampak memasang ekspresi wajah serius berbicara dengan seseorang lewat sambungan telepon di balik pintu kamarnya.
[Suster Dewi?]
Ya, gua perlu bantuan, tolong selidiki siapa suster Dewi sebenarnya.
[Maksud Lo, suster yang bekerja di rumah sakit papa gua]
Ya...
Satu detik setelahnya terdengar suara teriakan dari dalam kamar, membuat Jonatan tersadar dan langsung memutuskan sambungan telepon."kenapa na?" tanya Jonatan begitu panik bahkan wajahnya tiba-tiba memucat.
"S-sakit mas ..."
Sigap Jonatan membopong Anna ke mobil, membawanya menuju rumah sakit dengan kecepatan maksimal.
Rumah sakit...
"Masih sakit?" kata dokter.
"Udah agak mendingan dok," ujar Anna lemas.
"Kenapa istri saya dok?" tanya Jonatan yang sedari tadi tidak melepas tangan Anna.
"Istri bapak meminum obat pencahar, untungnya tidak berbahaya bagi janinnya, untuk kedepannya perhatikan lagi minumnya," Jelas dokter itu.
Tersentak tubuh Jonatan mendengar penjelasan dokter, matanya langsung menyelidik kewajah Anna yang pucat. "Apa yang kamu minum sayang?"
Anna terdiam, sesaat mengingat kembali apa saja yang ia konsumsi tadi siang, namun tidak ada yang salah baginya. "N-gak ada mas? na hanya makan mangga."
"Mangga? Mangga dari mana, kamu beli mangga?" cerca Jonatan.
"Tadi ibu datang bawain mangga––" kalimat Anna terputus. Tiba-tiba saja ia teringat akan hal keci yang hampir terlupakan oleh memorinya.
"Jus jeruk! Na tadi minum jus jeruk, sama ibu, aneh setelahnya na langsung mual dan mules, berulang kali na bolak balik wc, makanya na, ke apotik beli obat," jelas Anna, disusul ekspresi penuh tanya. "Apa karena jus jeruk itu?"
"Bukan jusnya na!?" ujar Jonatan.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Keep Eternal Love
RomanceTepat dihari ulang tahunya yang ke 17 tahun, Anna dihadapkan pada satu keadaan yang membuat hidupnya terjungkir balik. Statusnya yang semula seorang pelajar, berubah menjadi seorang istri kontrak tuan muda konglomerat keturunan keluarga Gebara. Bera...