"UDAH tenang-tenang hidup tanpa badai, eh ini cewek malah nyamperin puting beliung."
Gladys menggumamkan kata "amit-amit" selepas menyimak ceritaku. Aku menyusut air mata yang tidak berhenti mengalir sedari tadi.
Emosiku tumpah ruah setibanya di apartemen. Di lobi, aku bertemu Gladys yang mengangkat alis menyaksikan wajah merahku. Akhirnya, tangisku pecah di sofa ruang tamu.
"Demi Tuhan, aku enggak ngelakuin apa-apa ke Elora! Nyentuh ujung kukunya aja najis! Bisa-bisanya dia akting aku bully dia?" emosiku.
Gladys mengulurkan tisu. "Si kuyang ini bitchy dari lahir. Lo bela diri enggak, Ra?"
"Aku bilang 'seharusnya ada bukti cetakan lima jari di pipinya kalau aku ngasarin dia. Tapi di detik Elora nangis-nangis, enggak ada cetakannya. Jadi enggak usah drama'. Abis itu aku nampar dia buat ngasih cetakan lima jari." Aku membersit hidung. "Arfan langsung bungkus makanan dan rangkul aku pulang. Dia enggak ngomong apa-apa. Aku kayaknya ngerusak imej kalemku, Gladys."
Elora berengsek! Gara-gara dia, keanggunan yang mati-matian aku citrakan di depan Arfan runtuh.
Tidak kusangka Elora luar biasa mineral--minim etika dan moral. Aku memang tahu dia berbakat ngedrama semenjak melempar truk-trukan kuning ke kepalaku sewaktu bocil tapi dialah yang menangis. Hanya saja bukan se-bitchy ini levelnya! Sampai memfitnahku segala.
Lagi-lagi aku membersit hidung.
Bagaimana pandangan Arfan setelah ini? Apa dia akan mengecapku barbar? Aku sangat malu sampai pengin ngungsi ke Mars. Haruskah nanti malam aku buat roket untuk pindah planet?
"Lo juga aneh, sih, Ra. Udah tahu Arfan ini barongsai, kenapa nekat ngumumin war sama mantan gilanya?" Gladys geleng-geleng. Ia meraih remote untuk menaikkan suhu AC. "Level game yang lo mainin beneran udah masuk ke tahap dangerous. Lo nyadar kan ini zero-sum game?"
"Sadar. Tapi, aku capek suka diam-diam terus, Gladys. Aku juga pengin perasaanku di-notice, apalagi sainganku cegil model Elora. Kalau aku diem mulu sedangkan Elora ugal-ugalan gitu, aku dapet apa selain makan hati?"
Bagian first kiss-ku dengan Arfan sengaja dilewatkan. Aku sudah cukup nyesek rivalku adalah orang yang pernah mem-bully-ku dulu dan tidak merasa bersalah.
Saat ini, yang kubutuhkan hanyalah support tanpa penghakiman. Gladys bakal alih mode jadi induk ayam sensi andai tahu aku pernah berciuman dengan Arfan. Di matanya, aku ini anak ayam oneng mengenai urusan percintaan.
Aku sesenggukan. "Arfan ngasih semua makanan yang dia pesen ke aku tanpa bilang apa-apa. Itu tandanya Arfan ilfeel, ya?"
Bisa jadi Arfan malas berhubungan dengan perempuan barbar yang hobi main tampar makanya dia memberiku salam perpisahan dalam bentuk makanan.
Apakah perpisahannya bisa di-undo semisal aku balik memberi makanan padanya?
Gladys menoyorku. "Nih cewek ketahuan banget enggak pernah ngasarin orang. Sekalinya kasar buat bela diri, overthinking-nya nembus bumi. Ya elah, Ra... tinggal jelasin ke Arfan. Kelar."
"Terus kalau dia enggak percaya?"
"Lo balik bucinin Jung-kook aja, dah! Biar puting beliung kayak Arfan sama badai model Elora. Cocok tuh buat gulung satu sama lain. Masih banyak cowok yang lebih kece dari doi!" sergah Gladys.
No, she didn't put herself in my shoes.
Bayangkan kamu pernah di-bully seseorang. Lalu, si perundung itu gedenya suka Mas Crush yang membuatmu gagal move on tahunan. Yakin kamu bisa lihat mereka bahagia bersama?
KAMU SEDANG MEMBACA
A Game to Make Him Fall [PROSES PENERBITAN]
RomanceDear Future Ainara, Kalau kamu sampai membaca ini berarti posisiku sekarang sudah move on dari Mas Crush. Namun, jika kamu ketiban sial, bisa jadi statusmu sekarang diramalkan: 1. Jadian dengan Mas Crush Alasannya? Perempuan waras mana yang mampu me...