PEREMPUAN MISTERIUS

201 19 2
                                    

"Maaf, ya, aku baru datang."

Dhamar memandangi gundukan tanah bertabur kembang sambil mengelus nisan bertuliskan nama Anwar. Dia menyesal, sangat menyesal karena tidak bisa melihat sang kakak untuk terakhir kali.

Malam itu Herman kaget ketika melihat siapa yang bertamu. Baru masuk rumah, Dhamar langsung mengomel, meluapkan emosi yang ditahan saat di perjalanan.

Mereka ribut, saling menyalahkan dan membela diri hingga pada akhirnya, Herman dan Rahayu pun mengakui kesalahan. Mereka mengakui bahwa apa yang telah dilakukan memang tidak benar. Herman hanya berpikir dari satu sisi, begitu pun Rahayu.

Meskipun begitu, penyesalan tetap ada bagi Dhamar. Dia belum sempat meminta maaf atas apa yang telah diperbuat kepada sang kakak. Bagaimanapun, Anwar sebenarnya adalah orang baik, yang selalu membantu tanpa mengharap balasan.

"Abang ini memang aneh. Diem-diem pergi, diem-diem membantu, dan sekarang diem-diem Abang sudah meninggal," kata Dhamar, menghibur diri sendiri.

Setelah hampir setengah jam berbicara sendiri di depan makam Anwar, Dhamar pun pulang. Meskipun berat untuk pergi, mengikhlaskan adalah jalan terbaik saat ini.

Dalam perjalanan pulang, seseorang yang tidak asing di mata terlihat tengah berdiri di pinggir jalan. Awalnya Dhamar tetap ingin melaju, tetapi perempuan itu tiba-tiba tersenyum saat menyadari kehadirannya.

"Tunggu dulu!" kata perempuan itu, perempuan yang pernah ditemui sewaktu Dhamar pulang sendiri beberapa hari yang lalu.

Motor berhenti, perempuan itu memandangi Dhamar dari ujung kepala sampai kaki.

"Keluarga kalian bisa terbebas berkat bantuan saudaramu, seseorang yang bukanlah berasal dari garis keturunan yang sama," kata perempuan itu, membuat Dhamar menerka-nerka maksud perkataannya.

Dhamar ingat-ingat, perempuan itu sangat asing. Delapan belas tahun tinggal di desa, dia sama sekali belum pernah bertemu dengan orang di depannya. Jangankan bertemu, namanya saja tidak tahu.

"Maksud Ibu, Bang Anwar? Maaf sebelumnya, Ibu ini sebenarnya siapa? Kenapa Ibu tahu tentang keluarga saya?"

Perempuan itu menyebut dirinya Sri. Dia tidak mengatakan tempat tinggal, apalagi menjelaskan lebih lanjut pertanyaan Dhamar. Sebelum Sri pergi, perempuan paruh baya itu menceritakan tentang Anwar.

"Saya tidak salah dengar, kan? Jangan-jangan, yang terjadi ini adalah kesalahan Ibu? Ibu menghasut saudara saya agar mendatangi dukun, tapi ternyata Bang Anwar meninggal. Apa yang Ibu rencanakan?" Dhamar protes, menolak penjelasan Sri yang mengatakan mengenai Anwar.

Sri hanya tersenyum, seolah-olah tidak peduli apakah ceritanya akan diterima atau tidak. Dia berkata sebelum benar-benar pergi. "Keluarga kalian sudah aman, tapi tidak bertahan lama. Mereka akan datang kembali."

Sri dipanggil-panggil, tetapi tidak kunjung menyahut. Dia masih terus berjalan menjauhi Dhamar. Langkahnya mengarah ke sebuah rumah yang sudah dua puluh tahun kosong.

Karena penasaran, Dhamar menghampiri perempuan itu. Masih ada hal yang ingin ditanyakan. Dia merasa aneh saja dengan Sri. Tidak pernah bertemu sama sekali, tetapi entah kenapa perempuan itu seperti tahu banyak informasi mengenai keluarganya.

"Bu, tunggu! Saya mah minta penjelasan dari Ibu," kata Dhamar.

Langkahnya mengarah ke samping rumah kosong. Yang dicari tidak ada, perempuan itu menghilang. Dhamar mencoba mengitari rumah sambil memandang sekeliling. Sri masih belum ditemukan, aneh.

Langkah Sri sebenarnya tidak cepat. Jika pun masuk ke perkebunan di belakang rumah, paling tidak pasti masih terlihat orangnya. Namun, Dhamar benar-benar tidak menemukan perempuan itu.

35 Hari Teror IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang