24. Kesempatan Kedua

55 4 0
                                    

ANNYEONGHASEYO!!!

"Hati perempuan itu seperti kertas yang diremukan. Walaupun dirapikan, tetap ada bekasnya."

♡♡♡♡♡

Di rumah makan Indonesia dan hari yang menunjukan sudah gelap. Ranza menceritakan semuanya yang terjadi pada hubungannya dengan Mira, kepada kedua sahabatnya. Dia sudah yakin, pasti kedua sahabatnya akan menyalahkan dirinya.

"Aku bukan orang yang rela membela yang salah hanya karena dia seorang teman. Itu salahmu Ranza." Nahoon berkata jujur. "Ya, aku tahu betul rasanya minder karena ekonomi. Tapi bedanya kau dan aku adalah, aku memandang rasa minderku sebagai motivasi. Dan kau memandang rasa mindermu untuk mundur. Kita berbeda, bro."

Ranza menatap Nahoon datar. "Aku menyuruhmu untuk memberiku saran, bukan malah memojokan ku dari tadi."

Sejak tadi Ranza bercerita, Nahoon selalu memotong pembicaraannya dan memojokan dirinya. Ranza tahu dia salah, dan sudah mengakui kesalahannya. Tapi tidak harus terus di pojokan seperti itu.

"Kau sudah minta maaf pada Mira?" Kali ini Yohan membuka suara.

"Sudah."

"Apa jawaban Mira?" Yohan penasaran.

"Dia tidak memberi jawaban apa-apa. Setelah aku minta maaf dengannya, dia langsung melangkah keluar dari kelas. Seakan tidak ingin bertemu denganku."

Permasalahannya semakin rumit. Gadis seperti Mira tidak mempan hanya sekedar minta maaf.

"Aku jadi teringat salah satu kutipan dari Podcast yang ku tonton. Bunyinya begini, hati perempuan itu seperti kertas yang diremukan. Walaupun dirapikan, tetap ada bekasnya." Tiba-tiba saja Yohan teringat dengan kutipan itu. Hobinya yang menonton podcast nyatanya tidak sia-sia.

"Setuju!" Nahoon bangkit dari duduknya. Dia satu pemikiran dengan kutipan tersebut.

Ranza terdiam. Dia masih mencerna maksud dari kutipan itu sebentar. "Jadi maksudnya, walaupun aku mencoba memperbaiki kembali hubungan pertemanan dengan Mira. Dia akan tetap merasakan sakit hati saat mengingat perkataanku satu bulan yang lalu, begitu?"

"That's right, Chingu." Yohan menepuk bahu kanan sahabatnya pelan. Mencoba memberinya semangat. Sebelum kembali duduk dan melahap nasi gorengnya.

Ranza menghela nafas kasar. Dia bingung, apakah harus berhenti dan merelakan Mira begitu saja? Tapi perkataan Zafran di mimpinya membuatnya takut jika menyerah.

"Begini saja." Nahoon membuka suara, membuat Ranza yang sempat tertunduk hampir menyerah kembali mengangkat kepalanya. "Kau kejar Mira dengan ugal-ugalan."

Ranza menaikan satu alisnya bingung. Bukankah dia sudah mengejar Mira dengan ugal-ugalan tadi?

"Gini, bro. Kau kejarnya pakai effort, zaman sekarang tidak ada perempuan yang tidak mandang effort. Tidak perlu berupa hadiah atau benda. Cukup tunjukin kalau kau serius padanya. Tapi jika kau ingin membelikannya hadiah, ya silahkan."

Saran Nahoon barusan membuat Ranza kembali mengingat dirinya saat awal-awal mengenal Mira. Saat teringat, effort yang dia berikan pada Mira lumayan juga.

"Dan kalau Mira terus menolakmu, atau bahkan sampe membentak dan cetus seperti tadi siang. Kau hiraukan saja. Anggap saja itu adalah pelampiasannya untukmu, karena kau telah menyakiti hati tulusnya." Yohan menambah sedikit saran. Agar sahabatnya itu tidak menyerah di tengah jalan. Karakter Mira sedikit bisa di baca oleh Yohan. Gadis itu benar-benar telah sakit hati. Susah untuk di taklukan kembali.

SEIRIOS: Because i like it! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang