CHAPTER 22
SUDAH dua hari.
Dua hari yang menakutkan Jimin tinggal di sini. Dua hari terkunci. Dua hari tak melihat matahari. Dua hari! Dan tak ada, tak ada yang datang membantunya.
Langsung tak ada.
Dia entah bagaimana tahu bahwa dia mudah diselamatkan. Tak mungkin ada yang tahu di mana dia.
Ini gila. Ini gak nyata.
Bagaimana dia bisa terjebak di sini dengan pria yang dia tak pernah tahu akan menjadi seperti ini. Dulu pria yang manis, perhatian, dan dapat dipercaya sekarang menjadi psikopat.
"Selamat pagi sayang..." Sial dia datang lagi. Jungkook berjalan ke arahnya dengan senyum yang sangat bahagia di wajahnya. Pasti vitamin bahagia dari Jimin.
Dia berdiri di samping Jimin, memegang kepalanya dan mencium keningnya.
"Bagaimana tidurmu? Nyenyak gak?" Tidak. Jimin sama sekali tak tidur nyenyak. Dia mati. Mati total. Benar-benar tidak memiliki energi.
"Kamu sangat imut, sayang." Jungkook terus memuji Jimin dan mencium bibirnya. Jimin sepertinya tak bisa menghukumnya.
Jungkook ada di sana, semuanya menyeramkan tapi romantis.
"Hari ini sayang... aku akan sedikit sibuk. Kamu akan sendirian."
Jimin meneteskan air mata dan itu bukan karena Jungkook. Jungkook menghapusnya dan cemberut.
"Aw. Jangan menangis sayang... Aku akan kembali sebelum tengah malam. Lalu kita akan tidur bersama." Dia mengatakan itu dan memberi Jimin ciuman terakhir.
"Bagaimana jika aku ingin buang air kecil? Bagaimana jika aku ingin berdiri?" Jungkook melihat rantai di sekitar kaki pria itu, itu tak pernah lepas.
"Tolong bukakan borgolku. Aku ingin jalan-jalan. Tolong..." Jimin memohon, mencium bibirnya sebagai umpan agar dia kalah.
Jungkook memegang dagunya dan menatap langsung ke jiwanya. "Tak sayang, kamu tetap di sini sampai aku kembali. Kamu ngerti aku? Be a good boy."
Gagal.
"Aku gak bisa memberimu apa pun untuk dimakan jadi tunggu sampai aku kembali, oke?"
Tanpa respon, Jungkook pergi. Mengunci pintu dan benar-benar meninggalkan Jimin di belakang.
Dia berjalan dan menabrak kakaknya.
"Kook ... kenapa kau di ruang bawah tanah?" Seokjin tahu, hanya ada toko di bawah sana. Untuk barang-barang lama orang tua mereka.
"Aku baru saja mencari sesuatu. Aku sudah mendapatkannya!"
Kakaknya menatapnya dengan mata aneh. Agak aneh melihat Jungkook pergi ke sana ketika dia tidak peduli tentang orang tuanya setelah kematian mereka.
"Pergi ke company?" Dia bertanya dan Jungkook sedikit terkejut. Dia tidak pernah menginjakkan kakinya di gedung itu. Tidak pernah.
Dia sibuk dengan prioritasnya yang lain. Park Jimin. Tapi hari ini dia pergi ke sana untuk mengejar ketinggalan.
"Ya. Kembali sebelum tengah malam. Bersenang-senanglah di rumah, kurasa."
Jungkook segera pergi. Tidak ingin ada percakapan dengan saudaranya. Dengan menilai sikap anehnya yang jauh lebih cerah dari sebelumnya, dia merasa ada yang salah.
Seokjin menatap pintu ruang bawah tanah. Terkunci. Mungkin tidak ada apa-apa di dalamnya.
×××
"Ini sangat bodoh. Kita harus menelepon polis dan membiarkan mereka menangkap sialan itu." Soobin mengomel tanpa henti dan itu sama sekali tidak mengganggu Taehyung.
"Aku gak ingin ada polisi yang terlibat. Aku bisa lakukan ini." Taehyung menjadi Taehyung tidak pernah memudar.
"Ini berbahaya. Kau gak pernah tahu apa yang menunggumu." Soobin mencoba lagi. Dia tidak ingin kehilangan sahabatnya lagi.
"Dia membiusmu di sekolah! Kenapa menurutmu dia tidak akan melakukan hal lain di luar sekolah? Oh Tuhan, aku akan menelepon polisi."
Taehyung menghentikannya.
"Jangan. Biarkan aku melakukan apa yang perlu kulakukan. Aku akan menyelamatkannya. Hanya ini yang bisa kulakukan untuk Jimin."
Pernyataan yang sangat bodoh tapi Soobin harus setuju dengan itu. "Bahkan kau gak tahu di mana dia!"
Taehyung perlahan membentuk senyum pada Soobin. "Aku tahu di mana dia."
Soobin bingung sekarang. "Bagaimana?" Taehyun berdiri di depan Soobin, siap.
"Tak apa. Yang penting sekarang.. aku selamatkan dia dan kau..." Soobin tidak ingin terlibat tapi dia juga.
"Jaga ayah Jimin."
Mata mereka beralih ke tubuh lemah yang berbaring di sofa tempat Taehyung. Mereka memiliki ayah Jimin sejak kemarin karena mereka tidak mendapatkan tanggapannya. Ternyata ayah Jimin pingsan di lantai.
"Jika kau tidak kembali ke sini dalam 3 jam. Aku akan menelepon polisi." Dia masih melanjutkan ini.
"Baik. Tentu hubungi mereka setelah 3 jam..."
Soobin meraih tangannya dan menarik Taehyung ke dalam pelukannya. Memberikan tepukan yang baik pada belakangya.
"Jangan terluka."
×××
Namjoon tak bisa menemukan snacknya.
"Apa kamu menemukan snacknya?" Teriak Seokjin dari ruang tamu.
Karna Seokjin sendirian hari ini, dia mengundang Namjoon untuk datang dan menghabiskan waktu bersamanya.
"Ya!" Namjoon balas berteriak dengan snack di tangannya. Dia berjalan kembali ke ruang tamu.
"Seharusnya kau mengatakan bahwa itu-" dia berhenti ketika dia mendengar sesuatu.
Apakah indra keenamnya bekerja? Apakah itu TV? Suaranya halus dan tidak keras seperti yang berasal dari TV.
Matanya berkeliaran dan mendarat di satu pintu yang terkunci ini. Dia tahu itu ruang bawah tanah.
"Apa yang sedang kamu lakukan?" Seokjin bertanya karena dia tidak sabar menunggu pacarnya lagi. Namjoon menjatuhkan snacknya ke lantai sambil terkejut.
"Apa yang sedang kamu lakukan?" Dia bertanya lagi.
"Dengar itu?" Namjoon bertanya pada pacarnya. Dengan alis berkerut ia mencoba mendengarkan.
"Aku hanya bisa mendengar TV."
"Bukan..." Namjoon berjalan mendekati pintu ruang bawah tanah dan menempelkan telinganya di sana.
Kesunyian.
Seokjin penasaran sekarang dan dia melakukan hal yang persis sama seperti Namjoon.
Kesunyian.
"Gak ada apa-apa." Seokjin hendak pergi tapi entah kenapa suara permohonan keras terdengar dari dalam.
Buk!
Keduanya saling menatap dengan mata besar.
"Kamu dengar itu sekarang?"
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ | Possession 21+
Romance21+ Keluarga yang sempurna. Pacar yang sempurna. Teman yang sempurna sampai dia bertemu teman baru yang menginginkan dia untuk milik pria itu. "I...need you..." ucap Jimin terbata-bata. Nafasnya terengah-engah. Jungkook menyeringai suka sambil menji...