Bab 22

1.8K 218 48
                                    

Hari telah berlalu, sikap Ica masih sama.
Tanpa menuntut dan mengingatkan Juna mengenai tugas di rumah, dia yang melakukannya semua. Ica sudah pasti lelah.

Di sisi lain, Juna hanya fokus dengan mencari cara bagaimana mengembalikan istrinya seperti dulu lagi.
Juna ingin tahu sebabnya, tapi ia tidak bisa memaksa.
Karena jika dipaksa untuk bercerita, bisa jadi istrinya semakin menyembunyikan atau menutupi.

Pagi ini Juna melihat Ica beberapa kali ke kamar mandi. Tapi dia masih menyempatkan masak untuk sarapan suaminya.

"Kamu nggak papa? Kamu dari tadi keluar masuk kamar mandi lho Ri...." Ujar Juna.

"Nggak papa, mas. Mungkin mau datang bulan. Dulu memang seperti ini. " Ucap Ica.

"Tapi bulan-bulan lalu nggak diare kan?" Tanya Juna. Karena seingat dia, jika istrinya datang bulan nggak rewel sama sekali.

"Kemarin beli bakso, aku kasih sambel banyak. Mungkin timingnya bersamaan gitu.... "

"Ga usah masuk aja ya?"

"Jangan mas. Aku uda terlanjur minta tolong orang gudang, buat luangkan waktu hari ini. Mau sortir barang yang rusak, biar di return."

"Aku anterin?" Juna menawarkan diri.

Ica melihat kekuatiran Juna, tapi ia tak boleh lemah. Dia harus tegar dan mandiri, kembali seperti dulu lagi.

"Nggak usah. Aku minum obat aja.
Eh! Uda jam berapa ini? Mas nggak berangkat?" Tanya Ica, dia sempat melirik jam dinding untuk mengalihkan pembicaraan.

"Beneran kamu nggak papa?" Juna kembali memastikan kondisi istrinya.

"2 jam setelah minum obat, pasti nggak papa.
Aku uda pernah seperti ini.
Mas berangkat aja. Ntar telat lho!"

"Kalo ada apa-apa, kabarin aku." Kata Juna sebelum meninggalkan istrinya.

"Iya mas.... "

'Kalo ada apa-apa kan? Selama aku bisa mengatasi sendiri, berarti semua nya aman. Dan aku tidak perlu memberi kabar kan?' batin Ica.

Selama di kantor, Ica beberapa kali ke kamar mandi. Padahal dia sudah minum obat.

"Ca, kamu telpon si Juna aja. Minta jemput." Kata Yeti.

"Dia sibuk, Yet..... " Balas Ica dengan lemas.

"Kalo dia sibuk, biar di anterin sama driver kantor."

"Ntar aja lah. Lagian aku juga mau ke gudang, ngurus barang return. Soalnya terlalu banyak makan tempat."

"Tapi kamu keliatan lemes banget lho Ca."

"Nggak papa. Di gudang aku cuma duduk aja kok. Yang sortir ada sendiri." Kata Ica dan berdiri.

Ica pulang sesuai jam kantor. Ketika di rumah, perutnya tak kunjung membaik.
Dia menulis pesan di selembar kertas dan meletakkan di meja makan.

'Aku ke RS.'

Dengan sisa tenaga, dia pergi ke rumah sakit sendirian.
Ica yang tampak pucat dan lemas langsung mendapatkan perawatan darurat.
Dia harus di infus karena dehidrasi atau kekurangan cairan.

"Kata dokter, saya kenapa ya sus?" Tanya Ica dengan suara lemah. Karena dia tidak sempat bertanya kepada dokter yang memeriksa nya tadi.

"Untuk saat ini, kemungkinan dari makanan yang sudah terkontaminasi.
Dan juga kemungkinan tubuh ibu juga kurang sehat.
Jadi antibodi nya tidak bisa berperang melawan virus atau bakteri."

Benar yang dikatakan perawat, mungkin Ica kecapekan.

"Ini kira-kira infusnya berapa lama ya?" Tanya Ica melihat kantong infus nya masih penuh.

#10 HOLD (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang