Bab 1

670 56 2
                                    

Berhasil memasukkan kode akses, pintu apartemen itu terbuka. Jagad menoleh pada sang adik, Jaris, menunjukkan satu alisnya yang menukik congkak. Pria berkemeja putih itu bangga karena hanya dirinya yang tahu kombinasi angka untuk bisa membobol apartemen sang kakak.

Jagad dan Janu terpaksa datang ke sini, masuk sendiri tanpa dipersilakan, sebab mereka mendapat mandat untuk memeriksa apakah si sulung masih hidup atau tidak.

Janu sudah tidak pulang sebulan lebih. Ibu mereka cemas terjadi sesuatu pada si sulung itu. Maka, mereka diutus Ayah untuk memeriksa.

Berjalan beriringan semakin masuk ke apartemen, Jagad dan Jaris dibuat terkesiap kala menemukan ruang tamu kakaknya tidaklah kosong. Dua lelaki itu serentak menghentikan gerak kaki, kompak membolakan mata, kemudian saling melempar pandang.

Ada sesosok perempuan di sofa ruang tamu kakak mereka. Perempuan itu duduk, bersandar ke sofa. Rambutnya tampak berantakan, Jagad menemukan luka menganga di lutut gadis yang mengenakan celana pendek sepaha itu. Masih berdarah.

Tatapan Jagad mengamati si perempuan. Berikutnya, alisnya mengait tak senang.

"Janu!" Teriakan Jagad menggema.

Suara nyaring itu membuat Jaris menjauhkan diri, seraya menutup satu telinga. Melempar tatapan kesal pada si pelaku. Sementara itu, gadis di atas sofa hanya melirik tenang.

Si pemilik apartemen muncul dari kamar. Pria itu berkacak pinggang pada kedua adiknya. Belum sempat ia mengatakan apa-apa, Jagad sudah lebih dulu menghampiri. 

Jagad menendang tulang kering kakaknya. Janu mengaduh, mata pria itu melempar pelototan penuh dendam yang dibalas Jagad dengan dagu tinggi.

"Disuruh nikah, nolak. Tinggal serumah sama perempuan mau! Otakmu di mana Janu? Otak!"

Mengusapi tulang keringnya yang berdenyut ngilu Janu melirik pada perempuan yang dimaksud adiknya.

"Kamu berani nyimpen perempuan di rumah ini, Janu? Kumpul keb--"

Telapak tangan Janu menampar bibir Jagad sebelum lelaki itu selesai menuduh.

"Jaga mulutmu itu. Jangan sampai aku lebih suka menjahitnya daripada membiarkan kamu tetap menggunakannya."

"Asal tuduh gimana?" Jagad berhenti mengusapi bibir yang berdenyut-denyut. "Itu perempuan kami temuin di rumahmu Janu! Malah dia setengah telanjang." Jagad memutar kepala untuk bisa menengok perempuan itu.

Ya, hampir telanjang menurut Jagad. Perempuan itu mengenakan celana pendek setengah paha. Di bagian atas, tubuh perempuan dewasa itu  hanya terbalut singlet bertali lebih kecil dari ukuran kelingking, pun panjangnya tidak sampai bisa menutupi pusar.

Begitu tampilan perempuan yang kata kakaknya bukan simpanan? Memang Jagad dungu?

"Kawin kamu, Janu! Kawin!"

Janu berdecak. Pria itu akhirnya bisa berdiri tegak usai nyeri di kaki lumayan berkurang. Sekali lagi tatapannya lari ke perempuan yang masih duduk dengan tenang di sofa.

"Dia itu perempuan tidak waras," tutur Janu terdengar putus asa. "Dari kemarin aku sudah tanya nama, alamat, tapi dia hanya diam, lalu menangis."

Jagad memicing curiga. Sudah menemukan bukti nyata kakaknya menyembunyikan seorang perempuan, mana mungkin semudah itu mengubah tuduhan hanya dengan ucapan begitu.

"Tidak percaya, lihat sendiri. Lukanya saja dia melarangku untuk mengobatinya."

Si adik menengok lagi pada perempuan di sofa. Matanya tertuju pada luka-luka yang perempuan itu punya. Satu di lutut, satu di pelipis kanan, ada juga di dagu. Semuanya masih segar, terbuka dan berdarah.

Beautiful Dayita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang