Regan hanya mampu memeluk Dayita yang terus menangis. Pria itu tak bisa mengatakan apa-apa. Memaksa adiknya pun, ia rasa akan sia-sia.
Kemarin, Jaris memberitahu soal apa yang menimpa Dayita. Sempat marah karena adiknya masih tak mau menyebut nama, Regan hanya bisa pasrah setelah Dayita meyakinkan kalau dirinya baik-baik saja, tak kurang apa pun.
Regan tahu Dayita ingin menutupi sesuatu. Ia memang tak bisa menerka secara gamblang, tetapi yakin kalau ini ada hubungannya dengan Jagad. Dan Regan tahu pasti Dayita tak akan bisa dipaksa jika itu sudah menyangkut Jagad.
Beberapa waktu mengamati, Regan tahu kalau Jagad adalah seseorang yang istimewa untuk adiknya. Dayita selalu menatap anaknya Tante Victoria yang kedua itu dengan mata berbinar, seolah Jagad adalah barang paling berharga di dunia.
Regan paham adiknya sudah jatuh hati. Namun, ia juga tahu status Jagad yang tidak lagi sendiri. Karena itu, yang kini bisa ia lakukan hanyalah menemani Dayita dan mendukung keputusan gadis itu.
"Kamu mau pergi, 'kan?" Dayita mengusaikan tangis. Ia mendongak pada kakaknya.
Regan terlihat memberi tatapan menyesal. "Sebentar? Janji aku langsung pulang."
Dayita mengangguk. Ia kemudian ingat kalau Regan sudah memberitahu soal Rosa dan Tamara yang akhirnya memutuskan pergi dari rumah.
"Aku mau pulang ke rumah aja," ucap Dayita. Air matanya tumpah lagi.
"Kenapa?"
"Enggak pa-pa. Kayaknya memang udah waktunya aku pulang. Mama juga udah enggak di sana. Aku enggak mau repotin Tante sama Om terus. Dua hari lagi Tante sama Om pulang, aku pamit."
Mendesah lelah, Regan mengangguk. Ia peluk lagi Dayita. "Oke. Kamu pulang."
***
Rencananya, Jagad hanya ingin singgah sebentar. Niatnya mau menyambut Mama dan Papa yang pulang hari ini. Namun, setibanya di rumah itu, Jagad malah melihat Dayita menenteng ransel, memeluk Victoria lama sambil menangis.
Pria itu menutup pintu mobil dengan gerakan sebiasa mungkin. Ditemukannya Janu dan Jaris sudah ada di sana. Si bungsulah yang akhirnya mendekat kemudian membisikkannya apa yang sedang terjadi.
"Dayita mau pulang ke rumahnya."
Ekspresi Jagad langsung tampak keruh. Pria itu menatapi Regan, sedangkan kakaknya Dayita itu cuma memberi senyum setengah hati yang entah artinya apa.
"Kamu kan di sana tidak ada teman. Memang kamu berani sendirian? Di sini saja. Lumayan, kamu bisa bantu aku menemani Aron." Victoria berupaya membujuk, meski kalimatnya terdengar seperti basa-basi.
Dayita menggeleng. Gadis itu sudah mengusapi mata, tetapi air mata kembali turun ketika menyadari ada Jagad di sana.
Sadar dirinya ditatap Dayita, Jagad membalas dengan sorot tajam. Perempuan itu berpindah ke Jaris, memeluk adiknya itu, lalu menangis lagi.
Lidah Jagad gatal untuk berucap. Kalau memang tak ingin pergi, kenapa pergi, batinnya.
"Mas Jaris, aku pulang, ya."
Jaris terdengar berdecak. Meski begitu, ia tetap balas memeluk. "Di sini juga gak masalah. Numpang aja sampai lama-lama, gak pa-pa. Gak ada yang marah."
"Ada," balas Dayita. Tangisnya makin kencang. "Aku dimarahi. Aku sedih kalau dimarahi."
"Dimarahi siapa, Dayita?" sindir Janu sengaja. "Aku marah padamu tiap saat, kamu tidak sedih. Malah makin semangat berulah."
"Aku enggak sedih kalau kamu yang marah. Aku enggak takut kalau yang marah itu Mas Jaris."
"Oh," sahut Janu sekenanya, kemudian ia langsung mendapat cubitan di perut dari Victoria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Dayita
RomanceKabur dari rumah, Dayita menumpang, lalu merecoki hidup tiga bersaudara. Janu, Jagad dan Jaris dianggap Dayita sebagai malaikat yang dikirim untuk sedikit mengobati hati. Tiga pria itu menolongnya tanpa pamrih. Namun, tak Dayita duga ia akan menget...