Bab 29

139 23 0
                                    

Jagad mengepalkan tangan ketika melihat Jaris pulang di pukul dua dini hari. Mata pria itu berkilat penuh amarah kala menemukan gadis yang dipapah adiknya berjalan sempoyongan dengan mata setengah terpejam. Sungguh, Jagad ingin menghancurkan sesuatu sekarang.

Setengah jam lalu Jaris menelepon. Memberitahu kalau lelaki itu menemukan Dayita dibawa beberapa pria masuk mobil. Jaris mengikuti, lalu tahu kalau Dayi hendak dibawa ke sebuah hotel. Parahnya, Dayita dalam keadaan tidak sadar.

Dayita mabuk. Jagad mencium bau minuman dari mulut gadis itu ketika ia menariknya dari pegangan Jaris, lalu dibuat duduk di sofa.

Sudah dibawa pergi pria tak dikenal. Pun dalam keadaan tidak sadar. Amarah Jagad menggelegak mengingat bagaimana gadis ini menolak ia antar tadi.

Jaris menghempas tubuh ke samping Dayita yang menyandarkan kepala dengan mata setengah terbuka. Pria itu mendesah susah, satu tangannya mengusapi kepala si gadis.

"Aku mau pulang waktu lihat dia di pinggir jalan, ditarik masuk ke mobil." Jaris menceritakan apa yang tadi dilihat.

"Aku ikutin mobilnya yang ternyata ke hotel. Aku bawa Dayita pulang dari sana, setelah mukul anjing-anjing itu."

Si anak kedua memalingkan wajah. Rahangnya mengetat. "Kamu tahu siapa mereka? Kenapa bisa dia begini?"

Jaris mengedikkan bahu. "Mereka gak ngomong apa-apa. Langsung kabur. Aku gak mikirin apa-apa lagi selain dia."

Si bungsu melempar lirikan cemas pada kakaknya. "Dia belum diapa-apain, 'kan, Mas? Bajunya gak rusak, udah kuperiksa."

Mendengar pertanyaan itu Jagad menjambak rambut geram. Ia marah pada diri sendiri. Kalau saja tadi memaksa ikut. Kalau saja tadi sempat mengikuti Dayita. Semua ini tak akan terjadi.

"Mama gak kamu kabarin, 'kan?"

Jagad menggeleng.

Jaris menghela napas. "Gak usah dikabarin. Untung aja mereka ada di luar kota sampai beberapa hari ke depan."

"Mas Jaris?"

Dayita berusaha membuka mata. Perempuan itu duduk tegak, kemudian tertawa.

"Mas Jaris wajahmu ada lima." Gadis itu meringis, memegangi kepala. "Aku kenapa pusing? Pusing," keluhnya seraya merebahkan kepala ke sandaran sofa lagi.

Jagad mendekat. Ditariknya lengan  Dayi, hendak menggendong perempuan itu untuk dibawa ke kamar. Sebenarnya banyak yang ia ingin tanyakan. Namun, bisa bicara apa dengan orang tidak sadar begini?

"Mas Jagad? Iya, Mas Jagad." Dayita mendorong pria di depannya. Terkekeh-kekeh, lalu menarik lengan lelaki itu untuk dipeluk.

"Kepalaku pusing. Ada gempa, ya? Jangan jauh-jauh, aku pusing."

Jagad menatap wajah merah Dayita dengan hati panas. Sungguh, ia ingin berteriak dan memukul sesuatu untuk menyalurkan emosi. Gadis ini tak tahu apa-apa dan nyaris jadi korban laki-laki bejat.

Bayangan jika saja tadi Jaris tak melihat Dayi membuat alis mengait, giginya beradu. Jagad menarik lengan dari Dayita, sebelum akhirnya memutar tubuh memunggungi.

"Bawa dia ke kamar, Jaris. Minta bantuan Bik Asih gantiin bajunya, sekalian ... sialan!"

Jagad mengumpat rendah. Pria itu mengacak rambut, kemudian berbalik untuk menoleh Dayi. Deru napasnya terdengar kasar.

Melihat kakaknya yang dikuasai emosi, Jaris bangkit dari duduk. Digendongnya Dayita untuk diantar ke kamar. Sambil melangkah, pria itu berharap kalau benar gadis dalam gendongannya ini belum mengalami hal mengerikan apa pun.

Beautiful Dayita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang