Jagad sudah mencermati keadaan. Bukan sehari atau dua kali. Selama tujuh hari penuh pria itu memeriksa, entah secara langsung atau lewat orang suruhan.
Dayita bekerja dari Senin sampai Jumat. Gadis itu akan datang pukul tujuh pagi, lalu pulang sore pukul empat. Tempat Dayi mengajar adalah sebuah sekolah swasta tingkat dasar.
Kalau jadwalnya senggang, Jagad akan menyempatkan datang. Pria itu akan memarkirkan mobil di dekat gerbang sekolah, lalu menunggu Dayita datang atau pulang. Si lelaki sudah merasa senang jika bisa melihat Dayi, walau tak lama.
Dayi sekarang tinggal bersama Regan. Urusan perusahaan di luar negeri, Regan menitipkan tanggungjawab pada salah seorang kepercayaan, karena bisnis itu sudah stabil. Saat ini kakaknya Dayi sedang fokus dengan cabang di sini.
Sebenarnya, kalau ingin, Jagad tak perlu melihat Dayi diam-diam begini. Sampai harus susah payah jadi penguntit, mestinya tidak perlu. Ia tahu alamat rumah Dayi, pun tak dilarang Regan datang berkunjung. Namun, demi tidak ketahuan siapa pun, Jagad harus begini.
Jagad akan repot kalau Alika tahu ia sering datang ke rumah Regan. Lebih rumit lagi sebenarnya kalau kekasihnya tahu ia menguntit seperti ini. Namun, ya, sudahlah. Selama ia hati-hati semua pasti aman.
Sekarang ini, yang patut Jagad khawatirkan adalah Dayita. Langit sudah mulai gelap. Arloji di tangan Jagad sudah menunjukkan pukul enam lewat. Sekolah itu bahkan sudah sepi, hanya terlihat dua satpam yang berjaga. Namun, sejak tadi ia belum melihat si perempuan keluar.
Duduk di belakang kemudi, Jagad duduk gelisah. Jemarinya mengetuk kemudi tak sabar. Berulang kali lelaki itu memanjangkan leher ke depan, memastikan kalau benar sudah tak ada orang yang lalu-lalang di sekolah itu.
Menunggu hingga langit benar-benar gelap, Jagad putuskan untuk menghubungi Jaris, si informan paling terpercaya. Kalau menelepon Regan langsung, Jagad takut diadukan pada si gadis. Meski Jaris juga harus diberi uang tutup mulut nantinya.
"Dayita nggak ngajar hari ini?" Tanpa mendahului dengan salam, usai panggilan dijawab, Jagad langsung menyuarakan tanya.
"Gak. Batuk sama demam dia. Nanti aku mau ke rumahnya, jenguk. Mas mau i--"
Jagad tak mau menunggu Jaris rampung berucap. Dimatikannya panggilan itu, lalu menyalakan mesin mobil. Memacu kendaraan roda empat itu secepat yang dibisa untuk segera sampai di kediaman Dayita.
***
Saat tiba di rumah Regan, Jagad disambut seorang asisten rumah tangga. Wanita berumur itu memperkenalkan diri sebagai Bik Arum. Jagad menanyai keadaan Dayi pada beliau.
"Non memang lagi sakit, Mas. Dari pagi batuk, terus badannya panas." Bik Arum membenarkan apa yang Jaris katakan.
Jagad yang dipersilakan masuk hingga ruang depan melirik tajam ke arah tangga, lalu naik ke bagian rumah di lantai dua. Lelaki itu menerka di mana kiranya letak kamar Dayita berada.
"Sudah ke dokter, Bik?"
Bik Arum menggeleng, "Non nggak mau. Nggak berani sendiri, Mas Regan juga belum pulang. Cuma minum obat yang ada di rumah tadi. Belum makan juga dari siang."
Jagad mengangguk paham. Ia tahu kalau Dayita memang akan sulit makan jika sedang sakit. Gadis itu akan berbaring saja, lalu menelan obat seolah dengan begitu sakitnya bisa hilang.
"Bik, saya ini kenal dengan Regan. Dulu, waktu kabur dari sini, Dayita tinggalnya di rumah Mas saya, Mas Janu." Jagad memberitahu dengan tatapan meyakinkan.
"Oh, adiknya Mas Janu? Yang nomor berapa?"
Air muka Jagad tampak lega. "Yang nomor satu," terangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Dayita
RomanceKabur dari rumah, Dayita menumpang, lalu merecoki hidup tiga bersaudara. Janu, Jagad dan Jaris dianggap Dayita sebagai malaikat yang dikirim untuk sedikit mengobati hati. Tiga pria itu menolongnya tanpa pamrih. Namun, tak Dayita duga ia akan menget...