Melihat lelaki yang Janu panggil Papa mendekat, kemudian menghuni salah satu sofa, Dayita menaruh kompres es di baskom. Niat untuk mengobati lebam-lebam di wajah dan lengan Janu ia kesampingkan sesaat.
Perempuan itu mengerjap resah, kemudian berjongkok di karpet. Berjalan dengan lutut, ia posisikan diri di depan Papanya Janu.
Gadis itu menunduk. Kedua tangannya saling meremas di atas pangkuan. Dayita siap menerima amukan macam apapun.
Ia sadar sudah salah. Menumpang di rumah Janu memang bukan hal benar. Terpaksa Dayi melakukan itu karena menurutnya tempat inilah yang paling aman.
"Ngapain kamu, Dayi?" Jagad berdiri di samping sofa yang ayahnya tempati.
"Mau ngaku salah," sahut Dayi dengan suara pelan. Ia melirik pria di hadapan, lalu tersenyum kikuk.
Aron melirik Jagad, lalu mengulum senyum. Sengaja ia diam saja selama beberapa menit, tidak bertanya atau mempersilakan perempuan itu bicara, sampai Jaris datang bersama Victoria, istrinya.
Aron menarik tangan Victoria, membuat wanita dengan ekspresi bingung itu duduk di sebelah.
"Ini gadis yang menumpang di rumah Janu," katanya memperkenalkan Dayita. "Namanya Dayita."
Victoria melirik sinis ke arah Dayi. Dipandanginya wajah gadis yang menunduk itu lekat-lekat. Bahkan wanita itu sampai ikut menunduk untuk memeriksa muka si gadis.
"Terus? Sekarang apa?" ketusnya seraya menajamkan mata saat Dayi menoleh.
"Ma, aku bisa je-aduh." Jagad tak bisa melanjutkan kata. Pria itu meringis karena cubitan sang ibu sudah menyasar perut. "Sakit, Ma."
"Diem kamu!" perintah Victoria galak. "Mama tidak ingin dengar apapun dari kamu."
Wanita itu kembali menatap Dayi. "Kamu mau apa duduk di situ? Sungkem? Memang aku udah setuju kamu jadi istrinya Janu?"
Mengerjap heran, Dayita menggeleng. "Enggak. Bukan mau sungkem untuk acara nikahan. Mau minta maaf. Aku tahu salah udah numpang di sini. Tapi, aku terpaksa. Aku enggak punya tempat lain untuk didatangi."
"Keluargamu?"
Dayita menunduk. "Nanti disuruh pulang ke rumah."
"Memang Janu tidak suruh kamu pulang?"
Si gadis muda mengangguk. "Suruh. Aku diusir tiap hari. Tapi aku enggak mau."
"Kenapa kamu sampai kabur dari rumah?"
Dayita berkedip cepat. "Itu .... Aku nakal. Memang suka minggat dari rumah sejak kecil," tuturnya berbohong.
"Sejak kecil? Sejak umur berapa?"
"Dua? Eh, tiga keknya."
Victoria tertawa. "Pembohong. Jaris sudah kasih tahu. Katanya, ibumu mirip ibu tiri. Dia suka main tangan, lebih sayang kakakmu, karena itu kamu kabur."
Dayita bungkam. Sebenarnya tak mau membuat citra ibunya jelek di depan orang lain. Namun, memang itulah kebenaran yang ada.
"Anggap aja aku kabur karena nakal. Rasanya enggak enak kalau Ibuku dianggap jahat sama orang lain."
"Memang dia tidak jahat?"
"Sedikit. Tapi, biar aku aja yang tahu." Usai mengatakan itu, Dayita mendongak. Ia menatap Victoria resah. "Maksudnya, itu .... Apa namanya? Pokoknya begitu. Ibuku enggak jahat."
Ibunya Janu memicing. Ditolehkannya pandangan pada Janu, kemudian ke Dayita lagi. "Kamu suka anakku, tidak?"
Mata Dayita bergerak gelisah. Ia menatap Jagad, meminta petunjuk soal pertanyaan barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Dayita
RomanceKabur dari rumah, Dayita menumpang, lalu merecoki hidup tiga bersaudara. Janu, Jagad dan Jaris dianggap Dayita sebagai malaikat yang dikirim untuk sedikit mengobati hati. Tiga pria itu menolongnya tanpa pamrih. Namun, tak Dayita duga ia akan menget...