Bab 5

187 37 0
                                    

Menutup pintu kamar yang Dayita huni dari luar, Alika langsung disambut tatapan penuh rasa ingin tahu dari tiga bersaudara. Janu, Jagad, dan Jaris bahkan tak mau repot duduk.

Tiga pria itu berdiri di ruang tamu, melempar tatapan tak sabar saat Alika berjalan mendekat, kemudian duduk.

"Dayi bukan kriminal." Alika membuka cerita.

Jagad yang duluan bereaksi. Pria itu menjentikkan jari dengan ekspresi menang yang diberikan terang-terangan pada Janu.

"Dia kabur dari rumah. Dayi anak ketiga, punya satu kakak cewek yang selalu lebih disayang sama Ibunya. Dayi merasa selalu dibandingkan dan dianggap kalah cantik dari kakaknya itu."

"Heh? Masih ada orang yang pikirannya picik kek gitu?" Jaris menyuarakan pendapat dengan nada keberatan.

"Dayi nekat kabur karena ibunya udah keterlaluan. Dayi ditampar kakaknya karena ngelawan pas disuruh cuci mobil. Bukannya dibela, Dayi malah dimarahi lagi sama ibunya karena mau balas tampar kakaknya. Katanya, kalau Dayi yang ditampar, enggak akan ada yang berubah. Tapi, kalau kakaknya yang ditampar, bisa ngerusak kecantikan kakaknya itu." Alika memasang wajah geram.

"Enggak banget ibunya, kan, Mas?" Perempuan itu meminta pembenaran pada Jagad.

Jagad mengangguk satu kali. Raut wajahnya jadi dingin dan tak terbaca.

"Lalu, kenapa malam itu dia babak belur?" Janu mengorek lebih jauh.

"Dayi dipalak preman sebelum Mas tolongin dia," jelas Alika. Perempuan itu memberi tatapan memelas. "Mas, jangan usir Dayi, ya? Kasihan, Mas. Kalau dia mau, aku bersedia dia pindah ke tempatku. Tapi, Dayi mau di sini."

"Kenapa?" Jagad tampak keberatan. "Dia nggak enak sama aku? Karena omongan Mas Janu yang tuduh dia mau rusak hubungan kita?"

Alika menggeleng. "Kata Dayi, waktu malam itu, dia udah berjam-jam duduk di pinggir jalan. Enggak ada satu pun yang mau berhenti untuk tanya dia kenapa, apalagi tolong dia. Dia mikir, mungkin itu karena ucapan ibunya yang selalu bilang dia jelek, jadi orang-orang enggak suka dan enggak mau nolongin dia."

"Cuma Mas Janu yang mau berhenti dan tolong dia. Jadi, menurut Dayi, dia cuma mau numpang sama Mas Janu."

Usai Alika menjelaskan, Jagad dan Jaris langsung melempar tatapan tajam pada kakak mereka.

"Awas kalau kamu usir dia lagi, Mas Janu. Seumur hidup kamu kuanggap musuh," ancam Jaris sungguh.

"Kalian percaya begitu saja pada pengakuan perempuan licik begitu?" Janu tak terima.

"Selama di sini, memang dia pernah melakukan hal yang merugikan kamu?" tantang Jagad. "Kamu punya utang ke aku, kan, Mas Janu?"

Janu menganga karena pertanyaan Jagad. Bertahun-tahun mereka baik-baik saja. Utang itu tak pernah diungkit si adik. Namun, lihat sekarang. Hanya karena seorang gadis asing, Jagad mendadak menagih balas budi?

"Kamu serius, Jagad?" Janu nyaris berteriak karena terlampau frustrasi.

Jagad mengangguk. "Aku menuntut balas budimu, Mas Janu. Se-ka-rang-rang. Jangan berani ngusir Dayita lagi dari sini. Kalau kamu nuntut sewa dan biaya makan dia, aku senang hati akan bayar itu."

Janu merapatkan bibir. Menatap dongkol pada kedua adiknya yang mendadak jadi pengkhianat. Tak punya celah mengelak, pria itu balik kanan, lalu pergi ke kamar.

"Bangsat kalian semua!" makinya seraya membanting pintu kuat.

***

Baru bangun dan hendak ke kamar kecil, Dayita memiringkan kepala sat menemukan ruang tamu apartemen Janu tidak kosong. Ada dua orang tidur di sana. Jagad dan Jaris.

Beautiful Dayita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang