Hal pertama yang Dayita tanyakan saat bangun pagi ini adalah keberadaan Jagad. Kemarin, terakhir kali melihat pria itu adalah saat lelaki itu mengantarnya ke kamar, setelah insiden dicekiknya Rosa. Ketika malam, hanya Victoria, Janu dan Jaris yang menemani dan membantunya makan.
Apa yang terjadi pada ibunya juga tidak Dayita ketahui. Namun, ia lebih mencemaskan Jagad entah kenapa.
"Sudah, makan saja dulu. Dokter bilang, obatnya harus dihabiskan." Victoria membawa satu suap nasi ke depan bibir Dayita.
Gadis itu menggeleng. "Masku di mana? Perasaanku enggak enak karena enggak lihat dia dari kemarin."
Di depan Dayi, Victoria tertawa pelan. Ia mengusap wajah gadis itu. "Katamu tidak tertarik pada anaknya Aron itu," godanya dengan wajah semringah. "Kenapa bisa tebakanmu soal dia benar?"
Dayita menyatukan alis. Perasaan resahnya makin besar.
"Dia di penjara tentu saja. Anak nakal itu hampir membunuh seseorang kemarin."
Penjelasan Victoria langsung membuat mata Dayita basah. Gadis itu menjatuhkan air mata, tangannya memegangi lengan Victoria.
"Masku di penjara? Kenapa Tante malah di sini? Tolongin Mas Jagad, Tante. Tolongin."
Janu yang baru datang membuat Dayita langsung turun dari ranjang. "Janu, Mas Jagad ditahan? Kamu kenapa enggak tolongin dia? Janu, lakuin sesuatu."
Melihat Dayita berurai air mata, Janu menghela napas. Pria itu menaruh satu tangannya di atas kepala si gadis.
"Dia sudah keluar. Sudah di bawah, bersama ka--"
Belum selesai Janu bicara, Dayita sudah berlari melewatinya. Gadis itu menuju tangga dengan tangis mengiringi. Memanggil-manggil nama Jagad, seolah Jagad akan dibawa malaikat maut.
Dayita menuruni tangga tergesa. Tangannya sibuk mengusapi air mata yang terus berjatuhan. Mulut gadis itu tak berhenti memanggil-manggil nama Jagad.
Hingga kakinya menapak di lantai satu rumah Aron, tangis gadis itu pecah.
"Mas Jagad!" Ia berlari, lalu melompat ke pelukan Jagad yang berdiri dan menyambutnya. "Maas, Mas enggak pa-pa?"
Dayita mengusap punggung Jagad, sebelum membelai kepala pria itu.
"Mas dipukul di penjara? Mas ada luka?" Dayita tersedu-sedu saat memegangi wajah Jagad dan mereka bertatapan.
Dayita menunduk sampai keningnya membentur pelan dagu lelaki itu. Menangis lagi, ia sungguh menyesal. "Aku minta maaf, Mas. Aku bikin kamu susah. Aku bikin Mas Jagad masuk penjara. Maaf, Mas Jagad."
Tak kunjung mendengar Jagad bersuara, Dayita mendongak. Matanya mengerjap gelisah karena pria itu hanya balas menatapi, belum bicara.
"Mas?" Jemari perempuan itu mengusapi pipi si lelaki. "Mas kenapa? Ada luka? Jangan diam, Mas. Aku takut."
Pelan-pelan ujung bibir Jagad tertarik ke atas. Pria itu merangkum wajah Dayi dengan kedua tangan besarnya. Mata pria itu berkilat penuh binar.
"Mas rindu dengar kamu ribut gini. Mas takut sampai mau mati lihat kamu luka kemarin."
Bahu Dayita bergetar karena tangis. Perempuan itu melingkarkan lengan di leher Jagad. Wajahnya rapat dengan bahu si pria.
"Aku pengin cium Mas lagi sekarang. Kenapa, sih, aku selalu begini?" sungutnya seraya mengecup bahu lelaki itu.
Perempuan itu merasa lega saat Jagad membalas pelukan. Tangan pria itu bergerak teratur di punggung. Membuat usapan yang menghantar hangat dan nyaman.
Dayita mengusakkan pipinya yang tak terluka ke dada lelaki itu. Ia cium bahu Jagad beberapa kali, sebelum akhirnya berjinjit dan memeluk lebih erat. Mendadak Dayita merasa amat rindu lelaki ini. Karena itu ia akan berlama-lama di posisi itu, kalau saja mata tak sengaja menatap sosok seorang pria di sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Dayita
RomanceKabur dari rumah, Dayita menumpang, lalu merecoki hidup tiga bersaudara. Janu, Jagad dan Jaris dianggap Dayita sebagai malaikat yang dikirim untuk sedikit mengobati hati. Tiga pria itu menolongnya tanpa pamrih. Namun, tak Dayita duga ia akan menget...