Jagad berjalan dengan langkah tenang memasuki rumah Alika. Tiba di ruang tamu, ia menemukan Alika dan ibu si perempuan sudah menunggu. Tanpa dipersilakan, ia duduk.
Kedatangan Jagad hari ini adalah untuk menyelesaikan semuanya secara resmi. Juga, demi mendengar kebenaran langsung dari mulut Alika.
"Jelaskan apa yang bisa kamu jelasin."
Alika melirik takut pada lelaki di depan. Perempuan itu meremasi jemari. Masih terbayang di ingatannya ketika kemarin Dayita memarkirkan mobil di lintasan kereta api.
"Aku hamil anak Rendi," ungkap perempuan itu pada Jagad dengan napas terburu. "A--aku berhubungan dengan dia sudah sejak empat tahun lalu."
Kerjapan mata Jagad terlihat tenang. Pria itu mendengarkan dengan saksama. Mencari-cari dan mencerna emosi yang muncul.
"Ma-maaf karena aku menipu kamu, Mas. Aku menyesal. A-aku enggak akan memanfaatkan kamu lagi. A--aku eng--enggak akan menikah dengan kamu." Alika menggeleng takut. Matanya melirik ke arah pintu, seolah memastikan tak akan ada seseorang yang muncul dari sana.
Jagad mengangguk. Pria itu menaikkan satu alis. Ia mulai penasaran. Sampai kemarin, Alika ini begitu lihai menutupi segalanya.
Ia bahkan tak mengendus apa pun. Alika bahkan sudah menyusun semua dengan sangat baik. Jagad nyaris masuk dalam jebakannya. Namun, kenapa sekarang Alika malah menyerah?
Sekali pun dia tertangkap basah oleh Dayita, bukankah Alika masih bisa berkelit? Setidaknya berusaha berkelit, karena tentu Jagad akan lebih percaya pada perkataan Dayita.
"Kenapa kamu nyerah dengan rencanamu itu? Yang aku lihat, kamu sama sekali nggak berusaha membela dirimu?" Jagad akhirnya menyuarakan rasa penasaran itu.
Alika mendongak. Ditatapnya Jagad dengan mata berkaca-kaca. "Perempuan itu bisa membunuhku."
Jagad menanti. Ia diam-diam merasa sedikit lega kala menemukan kalau sungguh Alika tampak ketakutan saat ini. Lelaki itu makin penasaran apa yang sudah Dayita lakukan kemarin.
"Dia nabrakin mobil kami ke belakang truk," cerita Alika dengan pandangan berkeliaran. "Dia bawa mobilnya ngebut. Di--dia bahkan malangin mobil itu di lintasan kereta api."
Alika meringkuk kala ibunya memeluk. Mantan calon istrinya Jagad itu menangis tersedu-sedu.
"Dia matiin me--mesin mobilnya, Mas. Dia kunci pintu. Aku udah dengar suara kereta, tapi dia enggak mau jalan. Di--dia bilang, kami bakal mati berdua, kalau aku enggak ngaku."
Alika menatap Jagad ngeri. "Di--dia sama sepertimu, Mas. Ka-kalian mirip iblis saat marah." Perempuan itu menggeleng kuat. "A--aku enggak mau berurusan dengan kalian lagi. Aku mohon, maafkan aku dan kita jangan pernah ketemu lagi. Aku enggak mau mati di tangan Dayita."
Cukup lama terdiam, Jagad akhirnya terdengar menarik napas dalam. Pria itu menatap Alika dengan penuh sesal.
"Maafin aku," katanya sungguh. "Kamu benar, aku yang paling bersalah. Aku menjerumuskan kamu ke sesuatu yang salah."
Alika mengangguk, masih tersedu-sedu di pelukan ibunya.
"Kalau kamu mau, aku masih bersedia melanjutkan pernikahan kita. Aku ..." Jagad memejam, wajahnya tampak mulai memucat. "Aku nggak mau kamu mengalami apa yang pernah kamu ceritain. Aku nggak mau kamu ditolak laki-laki lain, karena aku udah jadi laki-laki pertamamu."
Tangis Alika pecah. Perempuan itu duduk tegak, menatap Jagad dengan sorot penuh penyesalan. "Maafin aku, Mas. Aku udah keterlaluan ke kamu."
Dan cerita soal bagaimana mereka bisa berakhir tidur seranjang di kali pertama keluar dari mulut Alika. Tak hanya Jagad, ibunya Alika pun dibuat tak bisa berkata-kata.usai mendengar betapa lihat Alika merencanakan semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Dayita
RomantiekKabur dari rumah, Dayita menumpang, lalu merecoki hidup tiga bersaudara. Janu, Jagad dan Jaris dianggap Dayita sebagai malaikat yang dikirim untuk sedikit mengobati hati. Tiga pria itu menolongnya tanpa pamrih. Namun, tak Dayita duga ia akan menget...