Bab 4 : Dua Sayap Yang Pergi

40 3 0
                                    

Laki-laki tinggi mengenakan pakaian serba hitam keluar dari dalam mobil diikuti dengan wanita yang umurnya hampir mendekati empat puluh tahun. Banyak hal yang telah hilang dari sisi laki-laki itu, bahkan wanita di sampingnya juga dapat merasakan dengan jelas perubahan yang terjadi. mereka berdua sama-sama merasakan sakit, sedih yang bercampur menjadi satu.

Wanita itu mengusap lengan keponakannya pelan " Tante antar, ya? " tawar perempuan itu pada keponakannya. Di saat-saat seperti ini ia selalu berharap bahwa anak laki-laki di depannya ini bisa kembali lagi seperti dulu. Memperlihatkan banyak hal indah dari matanya. Meskipun pada akhirnya dunia yang mereka jalani sudah tidak seindah dan semenyenangkan seperti dulu.

Jika ia mampu memberikan banyak energi, mungkinkah perasaan itu akan tetap sama? Bertahan selamanya? Namun semua ini bukanlah jalan yang bisa ia perbaiki dengan tangannya sendiri, tidak bisa juga ia rubah dengan ucapannya. Ini semua prihal takdir. Takdir yang bekerja sesuai alurnya. Tidak ada yang bisa menghentikan kecuali, waktu yang menginginkannya.

" Nggak usah, Tante. Aku mau sendiri. " menolak dengan halus. Pergi melangkah ke arah pemakaman umum, tepat di mana kedua nisan orangtuanya dikuburkan. kenangan buruk itu kembali menghantuinya, menyakitkan. Sangat menyakitkan.

Hari yang indah untuk kisah yang tragis memang benar adanya. Ia tidak bisa menolak dan mengelak bahwa semua yang terjadi dalam hidupnya adalah kehendak-Nya.

" Mama, Papa. " ucapnya mengelus kedua nisan yang saling bersebelahan itu silih berganti. Memutar ingatannya, kecelakaan itu mengambil alih semuanya, semua hal yang ia sayangi, semua hal yang ingin ia pertahankan dan semua hal yang ingin ia banggakan. Belum sempat sampai pada akhir cerita keduanya pergi. Meninggalkan kenangan dan luka yang mendalam untuknya. Rasa sayang yang teramat besar kini berantakan di luluh lantahkan egonya.

Bagaimana bisa dua sayap pelindungnya pergi mengepakkan sayap secara bersamaan? Sementara dirinya ditinggal sendiri dalam lorong sepi dengan sedikit cahaya yang tersisa. Dirinya tidak yakin sampai kapan cahaya itu akan ada untuk menerangi langkahnya.

" Mama sama Papa masih sering lihatin aku kan dari atas sana?  " selalu saja seperti ini ia tidak pernah bisa menahan kedua matanya untuk tidak menangis. Tetes demi tetes mulai turun membasahi pipi milik laki-laki itu.

Masih tercium sangat jelas wangi parfum yang mamanya gunakan, senyum indahnya tidak akan pernah hilang dalam ingatannya. " Ma, kenapa harus secepat ini? "

Seketika laki-laki itu hening. Terdiam menatap nisan ayahnya. " Pa, anak laki-laki Papa ini, ternyata nggak sekuat itu. Aku nggak bisa kayak gini terus. Aku mau ikut kalian. " dengan mata yang semakin memerah. Tidak ada jeda dalam tangisnya, semua membuatnya semakin sakit.

Cukup lama laki-laki itu berada di sana. Menceritakan banyak hal tentang dia yang sampai sekarang jika ditanya sudah ikhlas atau belum? Tentu saja jawabannya, belum. Karena sejauh apa pun ia mencoba untuk ikhlas hatinya tidak bisa semudah itu untuk rela.

Jika kemarin ia minta kepada Tuhan untuk menjaga orangtuanya, sekarang tidak lagi. Ia ingin Tuhan memanggilnya untuk segera. Iya, segera. karena hanya dengan begitu ia bisa menemui sosok yang berada jauh di atas sana. Kedua orangtuanya.

" Mama, Papa aku pamit ya. " air matanya sudah kering, tapi tidak dengan lukanya. " Tenang sebentar lagi kita pasti bakalan ketemu. " tersenyum untuk sebentar, kemudian melangkah pergi dari sana.

🤍🤍🤍🤍🤍

Mobil berwarna merah yang mengantarnya tadi masih terparkir rapi di sana. Wanita itu tidak pernah benar-benar meninggalkannya. Ia masih berada di sana, dengan setia menunggu kepulangannya.

" Tante, hari ini menu makan malamnya apa? " tanya laki-laki itu sudah masuk ke dalam mobil. Ia selalu berhasil meyakinkan orang-orang terdekatnya bahwa dirinya baik-baik saja. Tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan tentangnya.

Wanita itu menoleh ke samping. Ia tahu keponakannya tidak bisa benar-benar mengikhlaskan semuanya. " Makanan favorit kamu. " tersenyum. Mengelus rambut keponakannya sayang, lalu kembali fokus pada kemudinya. Memperhatikan jalanan di sekitarnya.

" Tante. " Panggil anak laki-laki itu. Memperhatikan wajah tantenya yang terlihat kelelahan. Di sini tidak hanya dirinya yang merasa sakit, tapi orang di sampingnya ini juga. Ia bahkan tidak tahu sesakit apa yang dirasakan wanita itu.

" Kenapa, sayang? "

" Biarin aku nyoba sekali lagi, ya? Habis itu aku janji nggak bakalan ngelakuin yang aneh-aneh. " tersenyum meminta persetujuan dari tantenya. Berniat mengakhiri semuanya. Semua hal yang mengganggu wanita itu.

Lagi-lagi nafasnya kembali dibuat tercekat, perihalnya ini bukan kali pertama anak itu meminta untuk melakukannya, terhitung sudah enam kali semenjak kepergian saudara dan iparnya, enam bulan yang lalu. Satu bulan pulih, satu bulan terluka lagi. Lantas apa yang bisa ia lakukan? Menahannya? Keponakannya itu akan melakukan segala cara untuk mengakhiri hidupnya. Apa yang bisa ia lakukan selain meminta kepada Tuhan, agar ada seseorang yang berbaik hati untuk membatalkan keinginan anak itu untuk mati.

" Tante, rasa sakit ini hanya akan bertahan untuk sementara. Ini nggak akan sakit. " mengusap air mata tantenya secara perlahan.

Wanita itu menghentikan mobilnya di tepi jalan. Jika ia paksa untuk terus melanjutkan, itu tidak akan berakhir dengan baik. " Sementara? " tanya wanita itu pada akhirnya.

Laki-laki itu menganggukkan kepalanya pelan, sedikit menunduk. " Iya. "

" Mungkin bagi kamu sementara, tapi nggak bagi tante. Cukup Mama sama Papa kamu aja yang pergi ninggalin tante, tapi kamu jangan! Apa lagi dengan cara yang seperti ini."

" Tapi...."

" Kamu tau? Setiap hari tante selalu minta ke Tuhan buat ngegagalin rencana kamu. Dan setiap hari juga Tuhan mengiyakannya. Tante, nggak tau sampai kapan. Tapi, tolong berhenti! " memohon pada anak laki-laki di sebelahnya itu. Namun sekeras apa pun usahanya untuk meminta keponakannya berhenti, tetap saja ia tidak mau mendengarkannya.

Gelengan kepala muncul dari laki-laki itu. Rasa sakitnya terlalu dalam, sampai-sampai tidak memahami maksud tantenya. " Sekali lagi. " ucapnya keluar dari dalam mobil. Meninggalkan wanita itu sendirian.

Tuhan, sekali lagi. Tolong gagalkan rencananya.

Bersambung

Sampai Bertemu Kembali Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang