Bab 36 : Alsava & Barsha

16 2 0
                                    

Sore mulai berganti dengan malam. Matahari sepenuhnya telah terbenam. Malam itu hamparan bintang menyapu indah luasan taman. Orang-orang yang berada di sana perlahan satu persatu mulai pergi meninggalkan tempat itu. Meninggalkan kenangan dan perasaan bahagia. Salah satu orang yang tengah berbahagia adalah Vano dan Adela, malam itu mereka resmi berpacaran. Menjadi dua insan yang berjanji untuk saling membahagiakan.

Di sisi lain Arabella terlihat terdiam menatap Dwipa. Laki-laki itu sampai bingung dibuatnya.

" Kamu marah karena rambut kamu aku ikat balon ya? " tanya Dwipa. Dia adalah salah satu laki-laki yang tidak akan paham dengan kode. Jadi sebisa mungkin ia akan berusaha untuk bertanya kepada perempuan itu, agar nantinya pembicaraan mereka berdua lebih nyaman, tanpa harus menyembunyikan apa pun.

Arabella menggelengkan kepalanya pelan. Berusaha meyakinkan dirinya bahwa apa yang dipikirkannya tidak benar. Mungkin hanya telinganya yang salah dengar.

" Bela kamu kenapa? Kalau mau tanya sesuatu jangan di simpan, tapi ungkapin. " mereka duduk di sisi yang berbeda dengan Vano dan Adela. Sangat jauh mungkin sahabatnya itu mengira mereka berdua sudah pulang daritadi. Padahal ia dan Arabella menyaksikan semuanya dari awal. Mulai dari Vano yang datang terlambat karena menyiapkan hadiah tambahan untuk Adela.

" Kamu udah nikah ya kak? "

" Eh? " matanya membulat sempurna.

" Tadi kok manggil papa, papa. " membenarkan posisi duduknya meminta penjelasan kepada laki-laki itu. " Anak kamu ya kak? "

Apa sebagian orang-orang yang mendengarkan percakapannya juga berpikiran seperti itu? Mengira bahwa dirinya sudah memiliki anak?

Dwipa memegang kedua tangan Arabella. Lalu menatap perempuan itu dengan senyum manisnya. Senyum lembut yang selalu memikat hati Arabella. " Nama aku siapa Bel? "

Berbeda dengan Dwipa yang senyum-senyum, perempuan itu terlihat cemberut. Pertanyaan yang mengesalkan di saat ia ingin tahu mengenai semuanya. " Dwipa Barsha Abipraya "

" Orang-orang biasanya manggil aku apa? " kembali melontarkan pertanyaan pada perempuan yang menunduk sambil memainkan jari tangannya.

" Dwipa. "

" Bro "

" Mas ganteng nan mempesona."

" Calon mantu. "

" Satu lagi, Mas pacar. "

Dwipa terkekeh geli mendengarkan panggilan yang terakhir. " Kalau aku udah nikah, terus punya anak, apa kamu masih mau sama aku? "

Arabella terdiam dalam keheningan yang ia diciptakan oleh dirinya sendiri. Ia tidak berani melihat Dwipa untuk sekarang.

" Bela? " menarik tangan perempuan itu. Memegang tangannya dengan erat.

Perempuan itu menarik napas dalam-dalam. Melepaskan tangannya dari tangan Dwipa. " Sesuka-sukanya aku sama kamu, aku nggak akan ngambil kamu dari sosok perempuan yang ngasih kamu anak. Karena pada akhirnya, ketika kamu ngerasa lelah dan sakit pasti tujuan kamu itu rumah, sementara aku cuma jadi tempat singgah yang kapan saja bisa kamu tinggalin, Kak." Mengangkat kepalanya, melihat Dwipa. Lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Menahan agar air matanya tidak jatuh di depan laki-laki itu.

Dwipa mencakup pipi Arabella agar melihat ke arahnya. Mata perempuan itu sudah memerah. Wajahnya tidak bersemangat. " eh jangan nangis, Bela "

" Kamu bohongin aku, Kak." Tidak bisa di tahan lagi semuanya tumpah, perempuan itu menangis tanpa menyembunyikan wajahnya. " Aku kira kamu sakit hanya karena Mama sama Papa kamu pergi, ternyata kamu juga nyimpan rahasia ini. "

Sampai Bertemu Kembali Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang