Bab 19 : Buku Tulis

19 2 0
                                    

X IPS 2 sibuk mulai mengerjakan tugas bahasa indonesia, mereka ingin segera menyelesaikannya. Lalu menunggu jam pulang setelahnya, adalah hal-hal yang ditunggu oleh mereka semuanya.

Deon berdiri dari tempatnya duduk. Melangkah ke arah Arabella yang duduk sendirian di mejanya. " Bel, mau nyontek. " Tanpa permisi laki-laki itu duduk. Melirik ke arah buku dengan tulisan yang sangat rapi dan juga indah.

" Buset ini nulisnya sambil ngukir ya, Bel? " tapi tetap fokus pada apa yang di salinnya.

Arabella menjitak kepala temannya. Membuat Deon sedikit meringis dibuatnya. " Emang sebagus itu, ya? Perasaan biasa aja. " Ucap Arabella memperhatikan kembali tulisannya. Tidak ada yang spesial lagi, berbeda saat Adela yang memuji. Maka ia akan melihat sisi yang paling indah.

" Merendah untuk meninggi. " Mengembalikan buku Arabella. Menyandarkan dirinya di kursi biasa Adela duduk. " Musuh gue ke mana, Bel? " Tanya laki-laki itu, terakhir ia lihat saat Arabella menyampaikan tugas. Setelahnya perempuan itu menghilang membawa buku paket bahasa indonesia beserta alat tulisnya.

" Gue juga nggak tau, De. Gue kirim beberapa pesan nggak di balas sama dia. " Jangankan di balas, dilihat atau pun dibaca saja tidak oleh sahabatnya itu. Apakah ia bertindak terlalu kejauhan, ya? Melarang apa yang disukai oleh sahabatnya.

" Kayaknya gue bakalan ngeiyain apa yang dia mau deh, De. Lagian itu kan udah lama terjadi, nggak bakalan kejadian lagi kok." Meyakinkan Deon temannya itu, atau mungkin ia sedang meyakinkan dirinya sendiri.

" Yakin, Bel? "

" Iya, yakin. Tapi bantuin ngomong ya, De. " bujuk Arabella pada laki-laki itu. Siapa tahu dengan begitu Adela akan memaafkan dirinya.

" Oke, nanti coba gue yang chat, Bel."

" Thank you, Broh! " menepuk pundak temannya semangat. Sampai Deon terbatuk-batuk dibuatnya.

" Anjir nggak kayak gini juga kali. " mengacak rambut Arabella. Lalu berlari pergi setelahnya. Rambut perempuan itu adalah kelemahannya, jika itu berantakan sedikit saja maka moodnya juga akan ikut berantakan.

" ASU "

Tring.......tring......tring......

Bunyi bel pulang sekolah berbunyi dengan lantang. Membuat semua siswa bergegas merapikan buku mereka. Berjalan beriringan ke luar kelas. Wajah lelah, bahagia menjadi satu di sana.

🤍🤍🤍🤍🤍

" AACE "

Arabella yang sudah menjauh dari kelasnya. Melihat ke arah belakang. Hanya Adela yang memanggilnya seperti itu, namun kali ini suaranya sedikit berbeda. " Kak Dwipa? " Mengerutkan keningnya. Tapi kakinya melangkah mendekat ke arah laki-laki itu. " Kok bisa tau? " Menatap bingung.

" Adela, yang kasih tau. " Tersenyum setelahnya. " Bel, buku gue tadi nggak ada. " Ucap laki-laki itu langsung pada intinya.

Arabella tengah berfikir sejenak. Mengingat kembali buku apa yang laki-laki itu maksud. " Buku novel? "

Dwipa menggelengkan kepalanya. Bukan itu yang ia maksud " Buku bahasa indonesia gue, Bel. Di mana, ya? " Menunjukkan wajah bingungnya dan juga ikut berfikir.

" Apa ketinggalan di ruang guru ya, Kak? Soalnya tadi cuma dikasih itu sama Buk Intan. "

Tanpa permisi Dwipa menggandeng tangan Arabella. Mengajak perempuan itu berjalan menuju ruang guru. " Temenin ya, Bel. " modus laki-laki tinggi itu. Tersenyum sangat manis, meskipun perempuan di belakangnya tidak bisa melihat senyum indah itu.

Arabella melihat ke arah tangannya, saling bertaut. " Nggak mau, Kak. " Ikut tersenyum juga di belakang. Kakinya mengikuti langkah lebar milik Dwipa.

Rasanya masih sama. Menyenangkan.

" Aduh..." Ucap Arabella memegangi jidatnya yang tidak sengaja menabrak punggung Dwipa. Pasalnya tanpa aba-aba laki-laki itu berhenti begitu saja, membuat ia tidak sempat menghindar dengan kejadian yang tidak terduga itu.

Dwipa melepaskan pegangan tangannya. Berbalik melihat ke arah Arabella. " Maaf, Bel. " Mengusap kening perempuan itu sebentar. Lalu menatap kedua bola mata perempuan di hadapannya. Ada banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan, namun terkadang lidahnya kelu. Bahkan di saat bersamaan juga rasa berani menghilang dan menciut.

Arabella ikut menatap balik Dwipa. " Kenapa? " Tanyanya saat Dwipa tak kunjung berbicara kepada dirinya. " Kak Dwipa nggak mau masuk? Itu pintu ruan gu-"

" Deon siapa kamu, Bel? " Potong laki-laki itu. Salah satu pertanyaan yang sejak kemarin ia pendam. Karena akhir-akhir ini ia sering kali melihat laki-laki itu berada di dekat Arabella. Entah karena memang ada keperluan atau apa ia juga tidak mengetahuinya.

Arabella menghembuskan nafasnya pelan. Ia pikir Dwipa akan memarahi dirinya karena tidak sengaja menabrak punggung laki-laki itu. " Cuma teman, Kak. " Jawab Arabella jujur. " Kita temanan dari SMP kelas tujuh sampai sekarang. " jelas perempuan itu lagi. Membuat siapa yang mendengarkan harusnya tidak memiliki keraguan dan percaya pada apa yang dirinya katakan.

Dwipa sedikit membenarkan rambutnya. Membuat aura tampan laki-laki itu tidak terelakan lagi. Senang? Tentu, meskipun tidak sepenuhnya begitu. " Teman selamanya? " Bertanya kembali.

" Mungkin. " Jawab Arabella. Ingin rasanya ia berteriak melihat Dwipa yang tampak lebih baik dari sebelumnya. Wajah serius itu sudah hilang, digantikan dengan senyum manis yang dimiliki laki-laki itu.

" Harus mungkin dong. " Kembali meraih tangan perempuan itu. Mengajaknya untuk segera pulang, tidak mau perempuan itu terlambat pulang hanya karena dirinya yang suka menanyakan hal yang tidak jelas itu.

" Kok harus? "

" Ya, karena harus. "

Arabella menghentikan langkahnya, membuat Dwipa juga ikut berhenti. " Bukannya mau ambil buku di ruang guru, Kak? " Menunjuk ke salah satu pintu dengan jaraknya sekitar dua meter dari pandangan mereka berdua. Pintu berwarna coklat yang masih menyisakan beberapa guru di dalamnya, terdengar dari suara tawa-tawa mereka.

" Emang iya? " Kembali menarik perempuan itu agar segera berjalan, sebelum guru-guru melihat mereka, karena masih berkeliaran padahal hari sidah sore.

" Iya " sedikit memperlihatkan wajahnya yang mulai cemberut.

" Maaf, bukunya udah ada di dalam tas. " menaik turunkan alisnya.

🤍🤍🤍🤍🤍

Keduanya sampai di parkiran dengan Arabella yang sudah ngos-ngosan dibuatnya. " Bisa nggak jalannya pelan-pelan aja, Kak? " Tanya Arabella memegang kedua lututnya.

Dwipa melihat ke arah belakang. Mendekat ke arah Arabella. " Makanya besok-besok jalan di samping gue. Jangan di belakang mulu, Bel. " Sedikit tertawa mengatakannya.

" Gimana mau di samping kalau langkah Kak Dwipa lebar banget. " Marah Arabella. Memanyunkan bibirnya. Namun tidak lama setelahnya wajah itu kembali bersikap normal seperti tidak ada yang terjadi sebelumnya.

Wajah marah pertama yang diperlihatkan oleh sosok perempuan di hadapannya. Jika kemarin hanya ada wajah keingintahuan dan wajah datarnya, sekarang tidak lagi. " Maaf, Bela. " menunggu perempuan itu yang tengah mengontrol nafasnya.

" Adela? "









Bersambung.....





Kira-kira kayak ginilah gambarannya yaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kira-kira kayak ginilah gambarannya yaa.

Pic by; pinterest

Sampai Bertemu Kembali Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang