Bab 28 : Komunikasi Itu Perlu

13 2 0
                                    

Matanya menatap dalam ke arah cermin. Tangisnya sudah reda kemarin, kemarin ketika laki-laki yang ia cintai datang memastikan keadaanya. Memeluknya dengan sangat hangat. Jadi tidak ada lagi mata sembab yang ia sembunyikan dari sahabatnya. Perlahan ia menarik nafas dalam-dalam. Berdiri satu jaman lebih di kamar mandi berhasil membuat kakinya pegal. Ia memilih kembali ke dalam kamar, duduk di atas sofa kamarnya.

Salah satu tangannya meraih ponsel yang sempat ia abaikan belakangan ini. Melihat history chat terakhirnya dengan Arabella. Perempuan itu melihat dengan wajah sendu layar ponselnya.

Maaf, akhir-akhir ini gue terlalu banyak ngabain lo, Bel.

Mengetik beberapa pesan singkat, lalu mengirimnya kepada Arabella. Tidak membutuhkan waktu yang lama perempuan itu langsung mendapatkan balasan dari sahabatnya. Sedikit tersenyum dengan segera berlari mengambil tas selempangnya. Bersiap untuk mengganggu aktivitas yang dilakukan oleh Arabella.

" Bi, aku mau pergi ke toko bunga Bela dulu ya. " berjalan semangat melewati jalanan komplek, seperti biasa senyumnya sudah kembali merekah, meskipun masih ada sedikit hal yang mengganjal pikirannya.

" Cewek, ayok bareng abang aja. " panggil seseorang dengan suara deru motor besarnya. Berhenti tepat di samping Adela berjalan. Ia mematikan motornya, sedikit menggoda Adela dengan menaik-turunkan alisnya.

Adela menatap tajam laki-laki di sampingnya yang terdengar sok arab kepada dirinya. " Nggak usah sok arab deh bang! " berjalan meninggalkan laki-laki itu di sana. " Najis, banget gue digangguin tu orang. " semakin melebarkan langkahnya.

" Hem "

Kembali deru motor terdengar keras di indera pendengaran Adela. " Gue bilang enggak yang enggak, Bang! "

" Bang? "

" IYA "

Suara tawa kencang terdengar setelahnya. " Ini gue Vano, lo kira abang-abang siomay, Del? " menarik lengan Adela agar perempuan itu melihat ke arahnya.

Adela menatap tajam ke arah samping. Lalu dengan segera menutup kedua mulutnya. Kaget karena itu bukanlah orang yang sama. " Kak? Ngapain? " tanya perempuan itu menahan malunya.

" Kok ngapain sih? Kan rumah kita dekat." melihat penampilan perempuan itu, terlihat cantik meskipun hanya menggunakan dress dengan motif kotak-kotak, rambut yang dicepol dan jangan lupakan tas selempang bulatnya. " Kok cantik? "

" Hah? "

" Mau ke mana Adela cantik? "

Apakah itu pertanyaan yang benar-benar tulus? Atau mungkin karena laki-laki itu kasian kepadanya? Kasian karena kemarin ia sempat menangis di pelukannya. Mungkin saja.

" Adel, lo cantik-cantik gini masa nggak bisa jawab sih. " menyadarkan perempuan itu agar tidak melamun.

" Mau ke toko bunga Arabella. "

" Yaudah ayok bareng, sekalian gue juga mau ke rumah Dwipa. "

Dengan senang hati Adela naik ke atas motor besar itu, sedikit memegang ujung jaket milik Vano. Mereka berdua tengah tersenyum bahagia, memilih untuk menyimpan luka mereka yang belum sepenuhnya sembuh. Keduanya berbincang-bincang sambil melemparkan candaan.

🤍🤍🤍🤍🤍

Seperti biasa rambut Arabella sudah berantakan seperti singa. Ia tersenyum manis melayani customer yang sedang membayar beberapa bunga pilihan mereka. " Terimakasih ya, Kak. "

" Sama-sama. Omong-omong mbaknya cantik banget. " puji perempuan yang seumuran dengan Arabella. Lalu pergi bersama dengan temannya.

Sampai Bertemu Kembali Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang