Bab 5 : Orang Yang Sama

28 3 1
                                    

Keesokan harinya ruang teater kembali diramaikan oleh siswa-siswa yang ingin mendaftar sekaligus bergabung dengan extra itu. Mereka terlihat sangat antusias dan bersemangat menunggu Sang Ketua. Laki-laki tampan dengan segudang pesonanya.

" Lah itu bukannya yang di kantin ya, Bel? " senggol Adela pada sahabatnya. Tidak tau mengapa hari ini Arabella terlihat tidak pernah bisa fokus pada sesuatu yang ada di depan mereka. Seperti ada banyak hal yang dipikirkan sahabatnya itu, namun ia tidak tahu itu tentang apa.

Arabella menengok ke arah depan, sedikit menyipitkan matanya untuk memperjelas objek yang ia lihat. " Cowok tanpa nama. " ucapnya santai. Karena sampai saat ini ia masih belum mengetahui nama laki-laki itu. Sosok yang tidak sengaja ia tabrak beberapa hari lalu di kantin.

Ternyata orang yang sama?

Adela tersenyum memandang laki-laki itu yang sudah berjalan ke atas panggung teater. Menghidupkan mikrofon yang sama seperti yang digunakan Vano kemarin. " Kalau modelan ketuanya kayak gini mah gue siap masuk extra setiap hari. Bahkan 24 jam pun gue ladenin. " terang Adela dengan sangat dramatis. Padahal disuruh begadang saja perempuan itu langsung angkat tangan, karena tidak bisa menahan kantuknya.

Laki-laki itu menarik nafas dalam-dalam, menikmati udara di dalam ruangan besar tersebut. Tidak ada yang berubah ruangan itu masih sama seperti sebelumnya. Hanya saja kali ini yang berubah semua rasanya, tidak akan pernah bisa sama lagi seperti dulu. " Selamat siang semuanya. " sapanya hangat pada mereka-mereka yang sudah mau dengan sabar menunggu kedatangannya.

" Selamat siang, Kak. " menjawab sapaan Dwipa kompak dan bersemangat tentunya.

" Ganteng " tidak sedikit dari mereka menambahkan untuk memecahkan suasana

Setelah semua kembali tenang dan kondusif Dwipa kembali melanjutkan ucapannya. " Sebelumnya terimakasih untuk kalian yang mau dengan sabar menunggu untuk hari ini. Perkenalkan nama saya Dwipa Barsha Abipraya selaku ketua untuk extra yang saat ini kalian pilih. "

" Kalau panggil sayang boleh nggak, Kak? " tanya seorang perempuan yang duduk di barisan paling tengah. Perempuan itu benar-benar tidak menahan aura-aura soft boy kakak kelasnya itu.

Vano yang berdiri tidak jauh di belakang Dwipa menaikkan telunjuknya sampai dada, menggerakkannya ke kanan dan kiri memberi isyarat bahwa ' tidak boleh ' dan tidak akan pernah boleh.

" Jangan. " jawab Dwipa tersenyum, menolaknya dengan suara yang sangat lembut.

Lesung pipi dan mata itu?

" Nanti nama kalian akan dipanggil satu persatu oleh Vano atau Sintiya, jadi tolong persiapkan jawaban-jawaban yang meyakinkan, ya?! " membiarkan Vano mengambil alih mikrofon yang ia pegang. Menyerahkan sisanya kepada mereka berdua. Sementara dirinya berjalan menjauh menuju ruangan yang berukuran tidak begitu besar.

" Singkat banget perkenalannya. Padahal kan gue mau nanya banyak hal sama Kak Dwipa yang ganteng nan mempesona. " ucap Adela secara lebay. Perempuan itu sepertinya terkena virus beberapa siswa yang lainnya.

" Misalnya? " Tanya Arabella

" Nomor whatsapp nya, alamat rumahnya, warna favoritnya. Semua-muanya, gue pengen tanyain."

" Nggak capek suka sama orang random? " tanya Arabella sambil memainkan poni sahabatnya.

Adela menggeleng pelan. " Tapi, tetap Kak Vano di hati, Bel. " kembali meyakinkan dirinya untuk tidak pindah ke lain hati selain Vano seorang. Mana sanggup pindah, pesona laki-laki itu tidak bisa ia abaikan begitu saja.

Sepeninggal Dwipa, Vano mulai memanggil satu persatu nama-nama siswa yang sempat dicatat oleh Sintiya. Sekitar 30 orang lebih ia tidak yakin bahwa itu akan berjalan singkat, seperti saat awal ia memutuskan untuk ikut bergabung dengan extra teater.

" Bel. " panggil Adela melihat Vano dengan tatapan kagumnya. Bahkan perempuan itu rela tidak berkedip untuk beberapa detik hanya untuk memastikan bahwa orang yang berada di depannya itu nyata hadirnya.

" Emm "

" Kalau tiba-tiba Kak Vano nembak gue. Gue harus gimana? " membenarkan posisi duduknya.

" Saran gue sih berhenti nafas, Del. "

" Si Anjing. "

🤍🤍🤍🤍🤍

" Kenapa harus teater? " tanya Dwipa langsung to the point dengan siswa laki-laki di hadapannya. Pembawaannya sangat tenang tidak banyak bertingkah dan kesan pertama yang diperlihatkan sangat bersahabat.

Tidak perlu menunggu berlama-lama laki-laki itu langsung menjawab pertanyaan Dwipa " Karena saya ingin semua hal tentang saya menyatu dengan seni, Kak. " tanpa ada keraguan yang diperlihatkan.

Hanya satu pertanyaan tidak lebih. Mengangguk mempersilahkan adik kelasnya itu kembali keluar bergabung dengan siswa lainnya.

Orang berikutnya mulai masuk ke dalam ruangan dengan senyumnya yang cerah dan juga sangat bersemangat. " Halo, Kak Dwipa. " sapanya ramah. Dengan sikapnya yang terang-terangan menyukai Dwipa.

Dwipa yang tengah memikirkan beberapa pertanyaan-pertanyaan besar di kepalanya dengan cepat mengalihkan perhatian ke adik kelasnya. " Halo. " jawab Dwipa ramah. Pertanyaan apa yang selanjutnya akan ia tanyakan kepada perempuan di depannya ini. " Impian kamu saat masuk teater ini ap-? "

" Jadi pacar, Kak Dwipa. "

Dwipa terdiam sejenak. " Serius! " Suruhnya tidak terkecoh dengan mata genit yang diperlihatkan perempuan itu.

" Aku serius, Kak. Ayo pacaran sekarang juga! Aku maksa, Kak! " Persetan dengan kata malu, lagi pula ia juga sering ditolak oleh cowok incarannya.

Pintu ruangan kembali terbuka lebar memperlihatkan Vano dengan Adela. Karena ia pikir sesi dengan dengan perempuan yang bernama Dilla itu sudah selesai sejak tadi. " Buset, Dwip! " kaget mendengar Dilla memaksa seorang Dwipa.

" Kamu terlalu berani untuk Dwipa yang pengecut. Keluar dulu ya, biar yang lain bisa ngelakuin sesi ini dengan tenang. " menarik tangan Dilla, mempersilahkan Adela untuk duduk.

Dengan terpaksa Dilla mengikuti langkah lebar milik Vano. Meninggalkan ruangan itu dengan cintanya yang tidak terbalaskan. " Kak Dwipa kan nggak mau jadi pacar aku, gimana kalau Kak Vano aja yang jadi pacar aku? " tidak mau menyerah secepat itu.

" KAGAK! " melepaskan pegangan tangannya. Melesat kabur berlari menuju ke atas panggung. Lebih tepatnya bersembunyi dibalik punggung Sintiya. " Tolongin gue, Sin. "

" Kenapa lagi sih lo, No? " Tanya Sintiya setengah berbisik.

" TUNGGU KAK! AKU CINTA LO SAMA KAK VANO. " teriaknya tak kalah besar dengan suara Vano. Membuat seisi ruangan tertawa dengan tontonan gratis yang ada di depan mereka.

" GUE BILANG KAGAK. "

" EMANG KENAPA? " bertanya pada Vano. Ia butuh alasan yang jelas.

" Sialan si Dwipa gara-gara dia gue harus dikejar cewek ini. " meluapkan kekesalannya di belakang punggung kecil milik Sintiya. apa yang harus ia katakan agar perempuan itu menyerah mengejar dirinya. " YA KARENA GUE UDAH PUNYA PACAR! " sedikit memperlihatkan kepalanya di samping kepala Sintiya.

" PACARNYA YANG MANA? .

" ADA "

" YA MANA KAK? "

Raut wajah kecewa menghiasi wajahnya. Namun dengan segera ia bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

Belum memulai sudah dipaksa mundur.



Bersambung-

Sampai Bertemu Kembali Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang