" Kita tidak pernah tahu kapan takdir akan membawa kita ke arah yang berbeda. Jadi sebelum hari itu tiba mari habiskan waktu bersama. Meskipun pada akhirnya aku dan kamu harus terpisah. Entah untuk sementara atau selamanya. "
" Kamu masih ingat sama kata-kata itu, Bel? " tanya Dwipa tersenyum.
Tentu Arabella mengingatnya, itu adalah tulisan yang ia buat sendiri, masuk ke dalam cerita karangannya. " Kamu adalah orang di masa lalu itu, Kak. Kamu tokoh utama dalam cerita yang aku buat. Dari awal sampai akhir, kamu pemenangnya. " menjelaskan beberapa hal yang memang sudah sejak lama laki-laki itu ingin tanyakan. Meskipun tidak secara langsung ditanyakan, tapi Arabella tahu laki-laki di depannya ini ingin mengetahui jawabannya.
Mereka berdua hening sebentar, melihat pemandangan malam. Menenangkan diri untuk sebentar saja.
" Apa hal yang kamu takutin, Kak? "
" Aku takut Kehilangan-" menjeda kalimatnya untuk sebentar. " Aku juga takut ketinggian. " mulai memegang tangan Arabella dengan sedikit erat.
Membiasakan diri pada hal-hal yang ditakuti memang tidak semudah itu. Harus mati-matian menutupi diri, lalu bersikap seolah biasa-biasa saja. Itu tidak mudah
Arabella membulatkan matanya sempurna. Menutup mulut. " Jadi sekarang kamu lagi takut? " ketika posisi mereka duduk berada tepat di atas.
Dwipa mengangguk malu. Makanya sedaritadi ia hanya melihat ke arah Arabella, meskipun sempat melihat ke arah yang lain ia kembali menjadikan Arabella sebagai pusat yang harus ia perhatikan.
" Aduh gimana caranya aku minta turun ya? " tanya Arabella melihat ke kanan dan ke kirinya. Merasa bersalah akan hal itu. " Kenapa juga Kak Vano nggak bilang kalau kamu takut tinggi? " biasanya jika ada hal yang tidak disukai oleh laki-laki di depannya Vano pasti akan langsung memberitahunya, atau secara tidak langsung memberikan kode.
Dwipa dengan segera mencakup kedua pipi kecil Arabella menggunakan tangan besarnya. Menyuruh perempuan itu untuk memperhatikannya. " Selama ada kamu semua bakalan baik-baik aja, Bela. "
" Sekarang ayo fokus lagi. Kamu mau nanya apa? "
Arabella mengerjapkan matanya untuk beberapa saat. " Mau bilang lagi salting, tapi kamu pasti udah lihat pipi aku yang merah. "
" Maaf ya, sayang. "
" HEH? " Arabella memalingkan wajahnya ke samping. Menarik napas, ternyata ia belum terbiasa dengan sikap manis yang ditunjukan Dwipa. " Iya, sayang. " goda Arabella.
Dwipa langsung memegang dadanya. " Jantung aku nggak aman. " terkekeh mengatakannya. Sederhana sekali namun selalu berhasil membuat mereka tertawa secara bersamaan.
" Kak, hal apa yang kamu nggak sukain? "
" Nulis surat. "
" Kenapa gitu? " makin penasaran dengan jawaban singkat dari laki-laki itu.
" Aku nggak bisa buat kata-kata indah Bela, aku malas nulis panjang. " jelasnya pada perempuan itu.
" Tapi buat jawaban matematika yang panjangnya nggak terkira masih bisa tuh. " ledek Arabella.
" Itu beda. "
Dalam gelap malam keduanya saling menatap satu sama lain. Lampu padam, membuat bianglala yang mereka duduki berhenti bergerak. Semua panik, tapi tidak dengan Arabella dan Dwipa, keduanya seolah sudah mengetahui hal itu akan terjadi.
" Bela, di bawah nanti aku mau peluk boleh? "
" Mau sekalian Di elus juga nggak rambutnya? "
Anggukan setuju keluar dari kepala Dwipa. Mengambil beberapa potret perempuan di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Bertemu Kembali
RomanceTerimakasih untuk segala rasa yang pernah ada. Untuk sekarang doakan aku untuk ikhlas, ikhlas melepas kepergian mu, ikhlas menjalani hari tanpa kamu. Sampai Bertemu Kembali di kehidupan yang sudah dituliskan penulis.