Bab 49 : Janji Terakhir & Selamanya

16 2 0
                                    

Sesuai rencana di hari kemarin. Keempatnya berkumpul di depan lapangan luas. Melihat kagum ke arah depan mereka. Menyaksikan betapa indahnya benda besar berbentuk bulat itu, berputar pelan mengikuti porosnya.

" Nanti kita naik itu ya. " Tunjuk Arabella semangat ke arah biang lala. Matanya berbinar semenjak turun dari motor besar milik Dwipa. Bukan kali pertama ia datang ke tempat seperti ini, sudah berkali-kali namun kali ini perasaannya terasa sangat berbeda. Mungkin karena ia pergi bersama seseorang yang sangat ia syukuri keberadaannya.

Dwipa, Vano dan Adela menganggukkan kepala mereka setuju. Di depan keempatnya mulai membeli tiket. Mengeluarkan beberapa lembar uang, lalu melangkah menuju ke dalam.

" Mau naik wahana yang mana dulu? " tanya Vano bingung karena terlalu ada banyak tempat yang terlihat sangat menarik.

Dwipa terlihat tengah berfikir sebentar. " Naik kereta api mini " menunjuk ke arah depan sana, terlihat banyak anak-anak tengah antre di depan sana.

Arabella menanggapinya dengan tertawa, tidak lupa perempuan itu juga mencubit lengan sang pacar.

Vano menghembuskan napas kesal " badan segede rahwana malah nyaranin naik kereta mini. Lo mau bersaing sama bocah-bocah itu. " menunjuk anak-anak yang yerlihat mulai menangis karena terlalu banyak menunggu.

" Kan cuma saran " senyum Dwipa.

" Nggak usah senyum!" Masih dengan wajah yang kesal menarik tangan Adela ke salah satu stand makanan. " Mau makan dulu, nanti kita pikirin mau naik apa. " sedikit keras mengatakannya kepada Dwipa.

" Dasar busung lapar! " kini giliran ia yang menarik tangan Arabella. Mengajak perempuan itu pergi membeli permen kapas.

Tidak membutuhkan waktu yang lama keduanya sudah mendapatkan apa yanv mereka inginkan. Peremen kapas dengan warna pink dan biru di tanganereka. Sedikit melihat ke kanan dan ke kiri mencari tempat untuk duduk.

" Kita duduk di sini ya. " ajak Dwipa kepada Arabella. Terlihat ssperti ayah yang sangat sayang dengan anaknya.

Arabella mengambil beberapa foto. Mengabadikan momen indah ini, sebelum Dwipa disibukam dengan ujian, kelulusan dan berakhir di bangku kuliah. " Kak, mau lomba nggak? " tanya Arabella selalu terpikirkan satu ide.

" Mau. Lomba apa, Bel? " terlihat sangat antusias.

" Lomba habisin gulali ini. " menggoyangkan gulali yang ia pegang. " Yang menang boleh minta apa aja sama yang kalah. Gimana? "

Dwipa dengan segera mengiyakannya. Untuk kali ini ia harus menang, meskipun bagi Arabella ini hanya candaan, tapi tidak baginya. Karena ada hal yang harus ia minta kepada perempuan itu. " Nggak ada aturan cara makannya kan, Bel? "

Perempuan itu menggelengkan kepalanya. " Oke. 1,2,3 mulai! " Arabella mulai memakan gulalinya. Secepat apa pun usaha perempuan itu, tetap ia tidak bisa mengimbangi Dwipa. Dwipa dengan segera mempercepat kunyahan, ketika tinggal sedikit lagi tangan laki-laki itu dengan segera mengepal gulali itu, menjadi gumpalan kecil yang sekali dimasukan ke dalam mulut langsung habis.

" YEY MENANG! " Teriak Dwipa sangat bersemangat.

" Nggak-nggak! Kamu curang kak! " tidak terima dengan yang ia lihat. Padahal jika ia cepat mungkin bisa saja ia yang akan menjadi pemenangnya.

" Ini cara ampuh, Bela. " tertawa dengan sangat senang.

🤍🤍🤍🤍🤍

" Kamu mau minta apa kak? " tanya perempuan itu menggandeng tangan Dwipa. Mengayun-ayunkannya seperti anak kecil. Memang hanya bersama Dwipa, Arabella anak perempuan pertama itu bersikap sangat kekanak-kanakan.

" Kamu masih mau ngabulin? Padahal aku curang di akhir. "

Gelengan keluar dari kepala perempuan itu. " Kamu nggak curang, Kak. Emang sedari awal nggak ada peraturan yang membatasi semuanya. Kamu menang. " tersenyum sangat hangat. Wajah tulusnya menjadi hal yang paling Dwipa sukai. Nyaman dan aman setiap hari bersama orang yang sama.

" Oke kalau gitu kamu harus janji untuk selalu jaga diri kamu, selalu bahagia dengan tulisan indah kamu dan untuk sementara atau sebentar saja jangan lupain aku ya, Bel. " tersenyum hingga memperlihatkan dimplenya. Menaikan jari kelingkingnya. Menyuruh perempuan itu untuk berjanji dan mengiyakan.

Arabella menatap kedua bola mata di depannya sedikit mendongak.

" Janji? " kembali Dwipa memndekatkan kelingkingnya ke arah tangan Arabella. Karena cukup lama ia menunggu akhirnya laki-laki itu berinisiatif untuk mengambil tangan Arabella menautkan kelingking perempuan itu yang terasa sangat susah untuk digerakan. Meskipun begitu ia berhasil untuk melakukannya.

" Oke, sah. " mengusap rambut perempuan itu pelan. Kembali menggandeng tangan Arabella, mengajak perempuan itu untuk menyusul Vano dan Adela. Tapi, baru melangkah perempuan itu melepaskan pegangannya. Membuat Dwipa berbalik dan hendak kembali memegang tangan indah itu. Namun satu pertanyaan berhasil menghentikannga.

" Kamu kenapa sih, Kak? " perempuan itu kembali melihat kedua sudut bola mata laki-laki di depannya. Kantung matanya menghitam karena kurang istirahat. Mungkin efek begadang untuk olimpiade babak akhir dan ujian nanti.

" Aku? " menunjuk dirinya. " Aku nggakpapa. Cuma kurang tidur aja, Bela. " menjelaskan dengan sejujur-jujurnya. Kembali mendekatkan dirinya dengan wajah yang panik pastinya.

" Bukan itu! Permintaan kamu yang barusan. " menjelaskan di mana letak yang harus Dwipa katakan dengan ulang. " Emang kisah kita bakalan berakhir ya? Sampai-sampai kamu minta janji yang kayak gitu? Emang kita bakalan pisah? Atau kamu emang mau ninggalin aku? "

tanya perempuan itu cepat hendak menangis di depan sana. Namun ia tahan karena ada banyak orang yang secara tidak langsung memeperhatikan dirinya dan Dwipa.

Vano dan Adela yang dari kejauhan mulai memperhatikan ketidakberesan itu dengan segera mengajak Adela untuk segera menyelesaikan kegiatannya minum. Menarik sang pacar untuk mencaritahu apa yang sebenarnya tengah terjadi.

" Kenapa Bel? " tanya Adela mengusap lengan Arabella. " Kak Dwipa buat salah? " dengan nada lembut menangkan. Dijawab gelengan kecil oleh Arabella.

" Lo apain anak orang? " berbeda dengan sang pacar Vano langsung mengintimidasi Dwipa dengan tatapan penuh selidiknya. Lagi pula ini kali pertama ia mendengar Arabella sedikit keras berbicara dengan Dwipa. Mereka pasangan yang terkenal lembut dan adem ayem di sekolahan, berbeda dengan dirinya dan Adela, selalu ada sesi baku hantam yang menjadi rahasia kelanggengan hubungan mereka.

" No! " ucapnya singkat. Berjalan memegang tangan Arabella.

🤍🤍🤍🤍🤍

Laki-laki itu mengusap rambut perempuan itu pelan. " Kita nggak akan pisah Bela, kita bakalan selalu sama-sama. Maaf ya. " dengan nada tulus yang kembali menenangkan.

" Maaf buat suasana hati kamu jadi nggak nyaman."

" Jangan ngomong kayak gitu lagi. Aku nggak suka. " menaikkan kelingkingnya melakukan hal yang sama seperti apa yang Dwipa lakukan tadi.

" Iya, aku janji ini yang terakhir kalinya dan untuk selamanya. " menautkan kelingkingnya.

" Karena kalian udah baikan mending kita jalan-jalan. Naikin semua wahana. " Ajak Vano merangkul sang pacar. Berjalan mendahului kedua pasangan itu yang terlihat kembali membaik. Mereka kembali melemparkan candaan untuk masing-masing.

" Maaf ya kak. " merasa tidak enak karena tadi sempat meninggikan suaranya. Pikirannya akhir-akhir ini tengah tidak baik-baik saja. Mungkin efek sering kebangun dini hari, membuat emosinya berada pada puncaknya.

" Nggak usah minta maaf. Aku yang salah " mengusap rambut perempuan itu dengan pelan.

Bersambung

Sampai Bertemu Kembali Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang