Prolog

135 5 1
                                    

Sore hari itu hujan turun dengan derasnya, air menggenang di mana-mana. Jalanan yang biasanya tidak begitu ramai kini benar-benar dipenuhi dengan kendaraan-kendaraan, mulai dari mobil dengan warna cerah hingga tua sekali pun, angkutan umum, motor hingga para pesepeda berada di sana. Mereka semua secara spontan memelankan laju kecepatan kendaraan. Bersusah payah menghindari genangan air yang terlihat sangat tinggi dan juga keruh.

Tak jarang beberapa dari mereka yang berada di sana memaki langit, pasalnya ketika mereka meminta agar langit mau berkecil hati meredakan tangisnya, langit malah memperlihatkan kilatan-kilatan cahaya di atas sana ditambah suara gemuruh yang saling bersahutan. Seakan Langit tuli atau memang ia sedang tidak ingin bersahabat dengan siapa pun. Sampai-sampai tidak mau menjeda tangisnya barang sebentar saja.

Di dalam salah satu mobil terlihat dua orang perempuan tengah membicarakan sesuatu, membahas hal yang tidak begitu penting dan juga serius. Namun tidak lama setelahnya salah seorang keluar dari mobil dibantu seorang pria berusia empat puluh tahun yang diyakini sebagai sopir mereka. Perempuan itu melewati genangan hujan dengan salah satu tangannya memegang payung berwarna hitam. Cukup untuk melindungi dirinya dari hujan deras di kota itu.

Kakinya melangkah secara perlahan. Berhenti ketika sampai pada apa yang ia tuju. Tangannya menyodorkan payung ke pada seseorang yang tepat berada di hadapannya. Membuat tetesan hujan tidak lagi membasahi tubuh tinggi kurusnya. Sudah sangat terlambat untuk membantu sosok itu agar tetap kering, tapi setidaknya ia mampu membuat sosok itu bertahan lebih lama lagi di sana.

" Are you okey, Kak?

" Iya, i'm okey, really. "

" Sampai jumpa. "

🤍

Sampai Bertemu Kembali Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang