" Kenapa, Bel? " tanya Adela sedikit mengeraskan suaranya, ketika menyadari bahwa sahabatnya tertinggal sangat jauh di belakang sana.
" Pulpen gue kayaknya ketinggalan " berjongkok membuka resleting tasnya dengan segera. Memeriksa apakah pulpennya sudah masuk ke dalam kotak pensil atau belum. Memasukkan tangannya. Mengubek-ubek dalam tas itu dengan kasar.
Di mana sih?
Adela melangkah mendekat ke arah sahabatnya, berjalan seperti bocah yang sedang ngambek dan jangan lupakan tangannya yang terkepal. Mengintip ke dalam tas Arabella. Kedua jarinya mengapit beberapa helaian rambut perempuan itu. Menyuruhnya untuk segera bangun dari sana. " Ngeceknya nggak usah di sini juga kali, Bel. " pasalnya perempuan itu berjongkok tepat di depan gerbang sekolah. Tidak peduli dengan beberapa siswa yang menertawakannya. Karena memang tingkah perempuan itu terlihat lucu dan menggemaskan.
" Ah, lama! " mengeluarkan semua isi tasnya, sedangkan beberapa bukunya ia letakan di atas pahanya. " Kayaknya ketinggalan di kolong meja. Gue balik kelas dulu ya. "
" Emang harus pulpen itu, ya? Kan bisa pakai yang lain, Bel. " sudah gregetan dengan sahabatnya yang seakan tidak peduli tentang apa-apa selain mengutamakan pulpen kesayangannya itu.
" Iya harus lah. "
" Itu bukannya pulpen dari sembilan tahun yang lalu, ya? Lo masih simpan? Padahal belum tentu dia bakalan balik, buat ambil itu lagi. "
Benar, sudah sembilan tahun lamanya, sembilan tahun juga ia menunggu anak kecil dengan wajah yang menggemaskan itu untuk datang mengambilnya. Tapi, sembilan tahun juga tidak ada perkembangan soal itu.
Pada akhirnya janji hanya tinggal janji.
" Lo duluan aja, Del! " melesat kabur meninggalkan Adela. Kembali masuk, melewati lorong dan menaiki beberapa anak tangga. Napasnya tersengal namun tidak membuatnya ingin memelankan laju larian-nya.
" Ketemu juga. " tersenyum melihat pulpen berwarna putih dengan hiasan panda di atasnya. Mungkin bagi sebagian orang yang melihatnya itu terlihat biasa-biasa saja, tidak ada yang menarik karena ada banyak toko yang menjualnya. Tapi, untuknya itu sangat berarti. Entah sudah berapa banyak tinta yang masuk mengisi pena itu, ia bahkan tidak ada niatan untuk mengganti tempatnya atau bahkan membuangnya. Baginya itu sama berartinya dengan ribuan kenangan yang ia miliki.
Aku udah nepatin janji.
Kamu? Udah lupa, ya.
Kembali keluar dengan beberapa pertanyaan yang menghiasi kepala. Memutar beberapa memori yang sempat terjadi dalam hidupnya. Sudah lama berlalu, namun ia merasa bahwa kenangan indah itu baru saja terjadi. Mengisahkan kenangan yang membuatnya bahagia.
🤍🤍🤍🤍🤍
Harusnya saat ini ia sudah kembali. Meneruskan langkah untuk pulang ke rumah. Namun apa yang terjadi? Pikiran dan hatinya tidak sejalan, menggerakkan kakinya ke arah yang tidak seharusnya ia tuju. Menaiki puluhan anak tangga, jauh menuju ke atas.
Lelah? Tidak. Ia penasaran ke mana sosok di depannya akan membawanya. mengabaikan setiap panggilan dan pesan-pesan yang mulai masuk memenuhi layar persegi itu.
Menghirup udara dalam-dalam di atas sana. Menikmati setiap desiran angin yang berhembus menerbangkan helaian-helaian rambutnya. Menatap ke arah depan memperhatikan setiap gerak geriknya. Saat kaki itu terpleset membuatnya tidak seimbang, tangannya sudah bersiap untuk menahan. Namun sosok di depannya jauh lebih cepat daripada dugaannya.
" Aku sayang kalian. "
" Aku nggak masalah mati dengan semua rasa bersalah dan rasa sakit ini. Dwipa siap, sangat siap. "
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Bertemu Kembali
RomanceTerimakasih untuk segala rasa yang pernah ada. Untuk sekarang doakan aku untuk ikhlas, ikhlas melepas kepergian mu, ikhlas menjalani hari tanpa kamu. Sampai Bertemu Kembali di kehidupan yang sudah dituliskan penulis.