365 hari sudah berlalu, selama itu pula Dwipa Barsha Abipraya meninggalkan mereka semua. rasanya masih seperti mimpi yang tidak akan pernah benar-benar menjadi nyata untuknya.
Arabella, perempuan itu masih dalam proses mengikhlaskan. Bibirnya mungkin mengatakan sudah ikhlas dengan kepergian laki-laki itu. Namun hatinya menolak beberapa kali untuk mengiyakan.
Pagi itu ia sudah rapi dengan pakaian serba hitamnya. Membawa tas slempang berwarna putih. Tangannya membuka laci mencari sebuah benda yang sudah sangat lama ia simpan. Memasukkan ke dalam tas yang ia bawa.
" Ma, Pa, Bela pergi ke makam Kak Dwipa dulu ya. " mencium pipi mama dan papanya.
" Hati-hati ya. Maaf mama sama papa nggak bisa ikut pagi ini. Sore nanti kami berdua ke sana. "
Arabella menganggukkan kepalanya. Perempuan itu masuk ke dalam mobil yang di mana di dalamnya sudah ada Vano dan Adela yang menunggu beberapa menit yang lalu.
" Maaf ya kalian nunggunya lama. "
" Nggak lama-lama banget kok, Bel. Cuman gue udah tumbuh kumis nih sedikit. " jawab Vano berusaha membuat yang berada di dalam sana tertawa.
Baik Vano maupun Adela selalu berusaha untuk menghibur dirinya. Jadi ia tidak akan pernah merasa sendiri, terlebih lagi keluarganya juga melakukan hal yang sama setiap harinya.
" Bel gue pindah ke belakang ya? "
Arabella menggelengkan kepalanya pelan. " Nggak usah. Gue tau lo mau dekat-dekat Kak Vano kan? " semenjak Vano lulus SMA dan memutuskan untuk bekerja laki-laki itu terlihat jarang keluar bersama dengan sahabatnya.
Ada banyak kesibukan yang membuat laki-laki itu harus tetap semangat menjalani hari-harinya, namun di akhir pekan Vano selalu datang menyempatkan diri untuk bertemu atau sekedar menanyakan bagaimana hari-hari yang dilalui Adela, pacarnya.
" Tau aja lo. " jawab Adela tersenyum.
Mobil itu mulai berangkat meninggalkan pekarangan rumah Arabella. Melaju menuju pemakaman umum. Tempat di aman Dwipa disemayamkan.
Diperjalanan mereka mulai membahas banyak hal-hal random. Mulai dari pekerjaan Vano yang terdengar sibuk dan melelahkan. Tentang Adela yang mulai bosan dengan pelajaran matematika.
" Emang sejak kapan lo nggak pernah bosan sama pelajaran matematika, Del? Perasaan setiap hari "
" Ya—kan..gitulah pokoknya. "
" Kalau lo gimana Bel? Ceritanya masih jalan terus, kan? "
" Ceritanya berhenti sejak hari itu, Kak. Tokohnya mati tanpa meninggalkan pengganti. Jadi gue bingung mau jadiin alurnya kayak gimana. " melihat ke arah luar. Penjual berjejer di mana-mana. Jika ada Dwipa mungkin ia sudah mulai membeli satu persatu makanan yang ada di sana.
" Bel " panggil Adela pelan.
" Iya, gue bakalan lanjutin lagi kok Del. Selesai datang dari makam, gue cicil satu persatu sebelum ujian kelulusan. Itu janji gue. " menenangkan sahabatnya.
🤍🤍🤍🤍🤍
Ketiganya mulai mencabuti beberapa rumput yang tumbuh di makam Dwipa. Arabella datang dengan senyum merekahnya. Dengan semangat membersihkan di sekitaran makam laki-laki itu.
" Dwipa, kita datang nih. " Ucap Vano mengusap batu nisan laki-laki itu. " Gue udah kerja. " meletakan es krim di samping. " Gue traktir lo, baik kan gue? Iya dong. " terkekeh mengatakannya.
" Dwipa jangan cuek-cuek dong sama gue. Sering-sering dong datang kek ke mimpi. Masa lo datangnya jarang banget. " sedikit kesal, namun apa yang bisa ia lakukan selain berdoa lagi dalam hati.
Adela mengusap rambut pacarnya. Menenangkan laki-laki itu, karena sehabis itu ia tahu laki-laki itu akan menangis sendirian sambil memandangi foto kebersamaan laki-laki itu dengan Dwipa.
Cukup lama mereka bertiga di sana. Arabella masih sibuk membersihkan makam, menaburkan bunga.
" Kalian duluan aja ya. Gue di sini dulu. "
Adela dan Vano menganggukan kepalanya. Meninggalkan perempuan itu sendiri. Jika sudah seperti itu Arabella akan dengan leluasa untuk mengatakan banyak hal kepada laki-laki itu.
" Hai, Kak. Aku datang lagi. Masih ditemani orang-orang yang sama. " mendudukkan dirinya agar lebih nyaman berbicara di sana.
" Maaf ya kalau aku masih suka sering nangis kalau tiba-tiba ingat kamu. Padahal kamu selalu ngajarin aku buat kuat hadapin semuanya. Tapi ternyata itu susah banget kak."
" O—ya Kak, beberapa bulan lagi aku udah mau lulus SMA. Nanti rencananya aku mau kuliah jurusa psikolog. Mau jadi dukun yang bisa baca pikiran orang-orang. " terkekeh pelan.
" Kamu di sana udah ketemu Mama sama Papa kamu ya? Udah satu tahun pasti udah banyak banget hal menyenangkan yang kalian laluin kan. "
" Bahagia ya, Kak?! Harus bahagia. Meskipun aku tau aku nggak akan bisa lihat senyum tulus kamu itu lagi. "
Tidak ada banyak hal lagi yang disampaikan perempuan itu. Rasanya setiap hari disujudnya selalu menyelipkan nama sosok tersebut yang sudah tenang di atas sana.
Tangannya mulai membuka tas
Mengambil kertas yang diberikan Seina satu tahun yang lalu. Hubungannya dengan wanita itu masih sama, selalu membaik dan lebih hangat setiap harinya.Kertas yang ia pegang masih berwarna putih, namun itu sudah tidak sekencang dulu ketika ia menerimanya. Lecek dan tidak akan bisa rapi lagi.
" ini dari kamu kan kak? Maaf ya aku baru bacanya sekarang. "
Beberapa kali menarik napasnya. Berusaha mengontrol diri agar membaca dengan tenang, tidak membiarkan air matanya tumpah di saat ia harus menenangkan diri.
To: Arabella Alsava Cristine
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Bertemu Kembali
RomanceTerimakasih untuk segala rasa yang pernah ada. Untuk sekarang doakan aku untuk ikhlas, ikhlas melepas kepergian mu, ikhlas menjalani hari tanpa kamu. Sampai Bertemu Kembali di kehidupan yang sudah dituliskan penulis.