" Jadi gini ya akhirnya, Kak? " menatap pucat wajah laki-laki di depannya. Memeluk tubuh itu erat. Berharap ini hanya sebuah mimpi, mimpi buruk yang saat dia bangun sosok itu masih ada menyambut kedatangannya.
Isak tangis keluarga yang ditinggal memenuhi ruangan berwarna putih itu. Tubuh di depan mereka sudah lama terbujur kaku, tidak menyisakan kehidupan lagi. Sebentar lagi mereka akan benar-benar berpisah. Tidak bertemu lalu yang tersisa hanya kerinduan yang mendalam.
Yang terlihat baik-baik saja di awal. Belum berarti juga baik-baik saja di akhir.
Arabella Alsava Cristine.
Seina datang dari belakang bersama dengan Cila yang berada di gendongannya. Mata wanita itu memerah, sembab. Membawa sepucuk kertas untuk diberikan kepada Arabella.
" Bela, ikhlasin semuanya ya. " mengusap rambut perempuan itu lembut. Sedang Cila memeluk Seina dengan sangat erat, anak kecil itu sudah paham dengan apa yang terjadi. Dwipa, tidur untuk selama-lamanya.
Arabella menggelengkan kepalanya, masih tidak terima dengan semua yang ia alami dan saksikan sekarang. Jadi seperti inilah rasa kehilangan. Rasanya seperti waktu berhenti berputar. Perempuan itu ingin mati, meninggalkan semua rasa sakit yang teramat dalam menghujam jantungnya. Perpisahan ini membuatnya ingin menghilang dan mengurung diri.
Adela dan Vano datang secara bersamaan masih mengenakan pakaian yang sama ketika mereka pergi ke pasar malam tadi. Wajah mereka berdua pucat melihat mayat di depan mereka.
Vano langsung memeluk sahabat kecilnya itu, sahabat yang selalu ada untuknya. " Lo serius berakhir kayak gini? Mana janji lo yang selalu bilang bakalan ada buat gue? Selalu jadi teman yang baik? Lo jahat Dwipa! " memeluk tubuh sahabatnya erat.
Berapa banyak lagi perpisahan yang harus ia terima di dalam hidupnya? Kenapa semua harus berakhir seperti ini? Memang pada dasarnya takdir ini begitu jahat dan sialan untuk ia terima.
Adela memeluk Arabella yang terlihat berdiri di samping ruangan. Melihat ke arah mayat Dwipa yang terbaring tidak jauh dari pandangan keduanya. Tidak hanya sahabatnya yang bersedih, namun hampir semua orang yang datang. Tidak bisa untuk tidak meneteskan air mata mereka.
Perempuan itu memberikan kehangatan untuk sahabatnya. " Nggakpapa nangis aja. Jangan ditahan. " mengusap punggung perempuan itu lembut.
Nangis yang kencang, lalu ikhlas! Karena pada akhirnya tidak semua selalu tentang bahagia.
Dwipa Barsha Abipraya
Kisah kita telah usai. Malam itu adalah malam di mana terakhir kita bertemu, malam di mana kita terakhir tertawa bersama. Sekarang? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Bagaimana caranya melanjutkan hidup jika rumah kedua yang dituju telah pergi. Bukan untuk sementara, tapi selamanya.
" Bantu gue buat ikhlas ya, Del. " melepaskan pelukan sahabatnya. Melangkah pergi sambil tangannya meremas surat yang berada di tangannya.
" Aku nggak mau nangis di depan kamu lagi. "
Karena perempuan itu tahu tidak akan ada lagi yang mengusap tangisannya, tidak akan ada seseorang yang memeluknya seperti saat bersama Dwipa. Orangtuanya mungkin menjadi garda terdepan untuk menghiburnya, tapi kali ini rasanya berbeda. Rasanya sakit, sangat sakit. Tidak bisa lagi dideskripsikan oleh kata-kata.
🤍🤍🤍🤍🤍
Kali ini raga itu tidak akan pernah ia lihat lagi. Sudah tertutup tanah. Semua orang mengenakan pakaian serba hitam. Melepas kepergian laki-laki itu dengan kesedihan. Semua siswa Bina Jaya datang bersama dengan para guru, mengatakan kata-kata semangat kepada Seina dan keluarga yang ditinggalkan.
" Bela, ayo pulang nak. " ajak Engelina dan Georgi mengusap rambut anaknya. Menatap nanar ke arah kuburan Dwipa.
Arabella menggelengkan kepalanya pelan. " Mama sama Papa duluan aja ya. Bela mau di sini dulu nemenin Kak Dwipa. " tersenyum. Berusaha untuk meyakinkan mamanya, bahwa perasaannya sudah sedikit lebih membaik dari kemarin.
Georgi merangkul istrinya membiarkan anak perempuannya tetap berada di sana. Kehilangan kali ini berhasil mengambil beberapa hal dari anaknya. Semoga lekas membaik dan bisa ikhlas dengan segala yang telah terjadi.
" Tante sama Om duluan ya, sayang. " Seina mengikuti langkah kedua orangtua Arabella, disusul dengan Adela dan Vano. Mereka membiarkan Arabella tinggal di sana sendirian, bukan bermaksud apa. Mereka semua sedang memberikan perempuan itu ruang untuk menyampaikan banyak hal kepada sosok laki-laki yang tidak akan pernah bisa mereka lihat lagi secara langsung.
Setelah semuanya benar-benar pergi. Menghilang dari pandangannya. Barulah Arabella mengeluarkan tangisannya yang sempat tertahan. " Kak rasanya sakit. " menaburkan bunga dengan mata yang berlinang air mata.
" Dulu kamu bilang bakalan ajak aku ke makam mama sama papa kamu, tapi apa? Kamu malah pergi ninggalin aku. " melihat deretan makam kedua orangtua Dwipa yang berada di sebelah kanan. Keluarga Abipraya telah pergi meninggalkan banyak kenangan yang mendalam.
" Maaf ya Om, Tante, Bela nggak pernah bisa jagain Kak Dwipa dengan baik. Bela gagal dalam segala hal yang telah terjadi. "
" Aku harus gimana sekarang, Kak? Kamu selalu nyuruh aku buat bahagia, jaga diri sendiri dan kuat dalam segala hal. Sementara kamu pergi ninggalin aku."
" Tolong bangun! Datang temuin aku sekarang! "
" Kak Dwipa yang aku kenal selalu nepatin janjinya kan? Ayo kak, aku mohon. "
Petir terdengar bergemuruh beberapa kali, awan semakin berwarna pekat. Sebentar lagi hujan akan turun ke bumi. Menutupi kesedihan perempuan yang terduduk lemas ditemani dengan payung hitam yang pada akhirnya kembali lagi ke tangannya.
Perlahan air di atas sana mulai jatuh beberapa tetes, kemudian mulai deras setelah beberapa detik berlalu.
Arabella menghembuskan napasnya pelan. " Kamu ternyata selalu nepatin janji ya. " kembali menarik napas dalam-dalam. " Hujan turun, itu pasti permintaan kamu kan, Kak? "
" Maaf, karena selama ini aku nggak pernah minta hal yang sama ke kamu, minta supaya kamu nggak akan pernah ninggalin aku. Aku terlalu sibuk mengiyakan apa yang kamu inginkan sampai lupa, kalau kamu juga bisa pergi kapan aja. Entah karena keadaan atau karena takdir yang memang harus berjalan seperti ini. "
Tangannya mengusap makam laki-laki itu. Mengeluarkan bunga anggrek untuk Dwipa. " Aku kembaliin ke kamu. Biarkan dia tumbuh di sini buat nemenin kamu. Meskipun itu mustahil kan? "
" Sampai kapan pun kamu akan menjadi cerita yang tidak pernah bisa aku lupakan. Kamu abadi dalam pikiran dan kisah hidup ku. Aku janji akan lebih kuat lagi, bertahan untuk hal-hal kecil. "
" Tapi janji ya? Kamu harus selalu lihat aku dari atas sana. Bukan cuma kamu tapi, om sama tante juga, ya?! Bela mau buktiin kalau Bela bisa melewati hari-hari yang berat ini. "
" Sampai jumpa ya, kak. Aku pasti akan selalu merindukan kamu. "
Tubuh itu basah, rambutnya lepek. Memaksakan diri untuk berdiri dengan berat hati perempuan itu membuka payung yang sempat ditinggalkan oleh suami Seina. Perempuan itu mengusap tangisannya.
Terimakasih hujan, kamu berhasil menyamarkan semua kesedihan yang masih tersisa.
Bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Bertemu Kembali
RomanceTerimakasih untuk segala rasa yang pernah ada. Untuk sekarang doakan aku untuk ikhlas, ikhlas melepas kepergian mu, ikhlas menjalani hari tanpa kamu. Sampai Bertemu Kembali di kehidupan yang sudah dituliskan penulis.