Bab 11 : Tempat Teduh 2

24 3 1
                                    

tok...tok...tok...

Ketukan pintu berhasil memalingkan pandangannya dari layar persegi di depannya. Matanya menatap lamat-lamat ke arah pintu, lalu dengan segera bangkit dari tempatnya duduk.

" Siapa? " tanyanya dari dalam. Bersiap untuk membuka pintu rumahnya.

" Adel, Kak. "

Dengan segera Vano membuka pintu di hadapannya. Sore hari ini cuaca kembali tidak bersahabat, hujan turun dengan derasnya, seakan-akan tidak akan pernah berhenti untuk selamanya. Laki-laki itu tersenyum melihat adik kelasnya berdiri di sana.

" Halo, Kak. " sapa Arabella pada Vano. " Kami numpang neduh di sini boleh? " tanya perempuan itu merasa tidak enak. Takut mengganggu waktu istirahat Vano. Sedikit merapatkan tubuh mungilnya pada Adela.

" Boleh dong, Bel. Ayo duduk di dalam aja. " ajak laki-laki itu ramah. Membuka pintu berwarna coklat itu lebar-lebar.

Adela tentu saja semangat ingin masuk ke dalam, tapi saat melihat tatapan sahabatnya yang mengatakan ' tidak usah ' membuatnya mengurungkan niat untuk masuk ke dalam rumah Vano. Meskipun dirinya sangat penasaran bagaimana isi di dalam rumah laki-laki itu. Sedikit melawan egonya, karena sore tadi ia tidak sempat membantu laki-laki itu membereskan beberapa barangnya. " Nggak usah, Kak. Kak Vano, masuk aja langsung istirahat. Pasti capek habis beres-beres, apalagi baru pindahan. " tolak perempuan itu. Padahal dalam hati menjerit ingin masuk ke sana.

Belum sempat Vano memaksa, raut wajah Arabella sudah berubah. " Kok lo bisa tau Kak Vano baru pindahan? Beres-beres? " pertanyaan mengintimidasi itu berhasil membuat Adela merutuki kebodohannya.

" Gak gitu, Bel. Sabar-sabar! Gue bisa jelasin. " memegang tangan sahabatnya. Meyakinkan perempuan itu agar tidak naik pitam, apa lagi disaksikan langsung oleh Vano.

" Oh, jadi itu alasannya. " dengan segera menggeser tubuhnya ke samping. Menjauh dari posisi Adela berdiri. Dan aksi itu berhasil membuat Dwipa yang sedaritadi bersembunyi di balik tubuh mungil kedua perempuan itu berhasil terlihat oleh Vano.

" Kirain mau lihat hantu. " Gumam Arabella lagi.

Dengan kepala yang menunduk Dwipa ikut bergeser mengikuti Arabella. Masih tidak sadar kalau dirinya sudah ketahuan oleh sahabatnya. Masih anteng bersembunyi, tanpa menimbulkan suara berisik.

Vano sebenarnya ingin tertawa dengan keras, namun ia tahan. Takut membuat kedua perempuan di depannya yang tengah cek-cok tersinggung karena sikapnya. " Bela, maaf ya tadi gue nggak sengaja ajakin Adela buat bantu beresin beberapa barang. Terus, dia lupa ngasih tau lo. " membantu Adela yang terlihat sudah bingung ingin menjawab apa. " Kita ketemunya nggak sengaja, Bel. Maaf ya, jangan marah. "

" Oke, santai, Kak." Jawab Arabella tersenyum memecah ketegangan. Memaklumi sahabatnya. Karena untuk sekarang dunia sahabatnya itu hanya tentang Vano. Seorang Vano yang berhasil menyihir perempuan itu melupakan beberapa rasa kecewa dan juga sakitnya.

" Marah, Kek! " bisik Dwipa seperti Devil.

Tangan Arabella sedjkit disembunyikam ke belakang mencubit perut datar milik Dwipa, menyuruh laki-laki itu agar tetap diam dan tidak melakukan keributan.

🤍🤍🤍🤍🤍

" Bela, kayaknya lo ketempelan deh. " melirik Dwipa yang masih setiap berada di balik punggung Arabella. Menunggu waktu yang tepat untuk menampakan diri.

Adela mengernyitkan alisnya. " Kak Vano, indigo? " Tidak ia sangka bahwa laki-laki itu bisa melihat kehadiran sosok yang tidak bisa dirinya lihat. " Sejak kapan, Kak? " bukannya takut sahabatnya kenapa-kenapa ia malah penasaran bagaimana Vano bisa melihat hal-hal seperti itu.

Sampai Bertemu Kembali Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang