Januari 2024
- Engagement
- Hard Working for Race to Paris Olympic
- Build a house in Jakarta
- Master Graduation
- Go To Banda Neira with my fiancee"Apalagi ya?" tanya Fajar kepada dirinya sendiri.
Pria dua puluh delapan tahun itu sedang menulis resolusi untuk tahun ini. Tahun baru, semangat baru. Berkali-kali ia menggoyang-goyangkan bolpoin merahnya. Berharap ada ide yang keluar dari sana. Melihat jendela kamar asramanya, mengedipkan mata dan berpikir keras. Apa yang kurang dari list resolusi itu?
"Udah cukup lah segitu," celetuk Rian yang mengintip buku catatan Fajar dari belakang.
"Main liat-liat aja lu Jom, nggak sopan!," Fajar menutupi tulisan tangannya dengan kedua tangan, tak rela jika partner sekamarnya membaca satu per satu wishlist-nya tahun ini.
"Ingat, jangan ada rahasia diantara kita," Rian berkedip genit kepada Fajar yang sedang duduk di ranjangnya. Fajar memilih tak menanggapi, terus menggoyang-goyangkan bolpoin nya.
"Oh! lupa. Fluent in Javanese," ucap pria ber-jersey Manchester united itu, tersenyum getir menuliskan di baris baru.
Ia melupakan satu poin : lancar berbahasa Jawa. Bagaimana tidak, ia nantinya harus bisa berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Setiap hari, setiap saat bersama istrinya, kelak. Jadi, tahun ini adalah tahun untuk memantapkan skill berbahasa Jawa-nya. Sedikit demi sedikit memahami dan mencatat kosakata yang Salma katakan. Agar dia hafal pelafalannya.
"Cok, cok, cok, janc*k," Fajar belajar mengucapkan kata yang sering Salma gunakan untuk menyapa temannya. Namun masih dengan logat Sundanya yang kental.
"Kamu belajarnya dari yang bahasa halus dulu lah, yang. Nanti kalo udah resmi jadi orang Surabaya baru boleh,"
"Nggeh, sayang"
Seperti Minggu lalu saat dinner berdua, Fajar mulai mempraktikkan kelihaiannya dalam berbahasa Arekan atau bahasa Suroboyoan. Salah satu dialek yang Salma pakai.
"Pizza iki gae awakmu," Fajar menyodorkan sekotak pizza yang baru ia pesan. Logat sundanya masih kental terdengar.
"Suwun, Mas. Koen dikek'i saos gak?,"
Fajar kebingungan, ia belum mengerti arti dari kosakata yang tunangannya ucapkan. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Maksudnya pizzamu mau aku kasih saos sekalian nggak, mas?,"
"Boleh,"
Fajar mengangguk kecil. Seru juga ternyata belajar bahasa Jawa. Tapi itu baru bahasa Surabaya, beda lagi kalau bahasa sehari-hari yang Salma gunakan saat di rumah. Probolinggo memiliki dialek yang dikenal sebagai dialek pandhalungan, bahasa yang digunakan dialek pandhalungan sama dengan dialek arekan, tetapi berasimilasi dengan bahasa Madura. Jadi sedikit berbeda. Tapi, bolehlah kita apresiasi kemajuan Fajar setelah belajar bahasa Jawa selama 4 bulan ini.
Mas,
jadi panggilan baru untuk pria manis bertubuh atletis itu. Walaupun bukan orang Jawa asli. Tapi, dia calon orang Jawa. Jadi, sah-sah saja kalau Salma memanggilnya dengan sebutan Mas. Yang tidak sah, kalau Salma menyebut Fajar dengan sebutan "Mbak".Salma membuka ujung plastik berisi saos tomat dan menaruhnya diatas hamparan pizza milik Fajar. Kemudian giliran pizza miliknya yang ia tambahkan cairan kental berwarna merah maroon itu.
"Minggu depan sebelum kamu berangkat ke luar negeri, Papah ngajak makan bareng di Jakarta, bisa nggak?,"
"Bisa, ambek sopo ae?"tanya Fajar sambil menghabiskan satu potong pizza.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAJAR
FanfictionKita punya rencana, tapi Tuhan yang berkehendak. [ kelanjutan dari cerita "SALJAY : LAUGH, MIC & RACKET 🎤🏸💙]