21: A-Line

228 24 3
                                    

Pukul 19.00 sehabis makan malam bersama Mama Papa Fajar dan Mama Papa Salma, mereka berdua meluncur menuju Wong Hang Tailor untuk memilih jas dan gaun pengantin.

Hujan turun dengan tiba-tiba, membuat jalanan sedikit macet. Raut muka Salma terlihat cemas. Seperti ada yang sedang ia pikirkan. Fajar yang menyadari akan hal itu, langsung menggenggam tangan Salma. Mengelusnya pelan.

"Kenapa?," ucap pria itu dengan suara super lembut.

Salma tersenyum, lalu menggeleng.

"Kita udah mau nikah, sayang. Masa masih suka mendem-mendem perasaan. Siapa tau, kalau kamu cerita, kamu bakal lega," ujar Fajar mencoba memberi saran.

"Aku takut," kata Salma lirih.

"Takut kenapa?,"

"Aku takut kalau aku belum bisa jadi istri yang baik buat kamu,"

"Hey, Sayang. Semua itu butuh proses, butuh belajar. Kita pun jadi anak itu nggak ada latihannya dulu, tiba-tiba jadi anak aja. Yang harus berbakti sama orang tua. Begitupun jadi istri, jadi ibu, jadi suami, jadi bapak. Nggak ada simulasinya dulu, Sayang. Kalaupun ada, pasti saat menjalani itu akan berbeda lika-likunya. Nggak usah takut ya, salah itu wajar kok. Yang perlu kita lakuin itu saling melengkapi, saling support dan kasih saran satu sama lain. Aku belajar jadi suami yang baik buat kamu, kamu juga belajar jadi istri yang baik buat aku,"

Salma mengangguk mengerti. Ia merasa lebih tenang sekarang. Fajar tidak pernah menuntutnya menjadi seseorang yang sempurna. Fajar mencintainya, bagaimanapun keadaan dirinya.

Di luar hujan makin terang, menyisakan gerimis yang membasahi mobil Fajar. Wiper di depan kaca mobil bergerak ke kanan dan ke kiri menyapu air yang menetes tiada henti.

Sambil menyetir, Fajar berkata,
"Nanti, kalau kita udah menikah, tolong jujur ya tentang apapun yang pengin kamu ceritain. Kamu cerita sama aku, begitupun aku yang berusaha selalu terbuka sama kamu. Setuju??!,"

"Iya sayang, siappp"
"Yang, aku boleh nggak vacation ke Bali sama Syarla sama Novia?,"

"Bertiga doang?"

"Iya, gimana?,"

"Boleh kok, kapan mau kesana?,"

"Minggu depan,"

"Iya berangkat aja. Yang penting kmu jaga diri disana. Sepuluh hari lagi aku  berangkat turnamen lagi. Selesai turnamen, kita langsung ke WO lagi ya?,"

"Iya siappp, thank you ya! kamu selalu menghargai me time aku, menghargai waktu aku sama temen-temen. You respect my space, and that's why i love you, sayang" Salma tersenyum bahagia.

Keraguannya hilang bersama sisa-sisa gerimis yang mereda. Tidak ada lagi alasan untuk meragukan Fajar. Pria itu memang cerdas, secara intelektual maupun emosional. Usianya memang sudah matang untuk ukuran membina rumah tangga, 31 tahun. Tuhan menghadirkan Fajar bukan tanpa alasan.

Mereka sudah sampai di Wong Hang Tailor, Salma agak deg-degan. Karena biasanya ia fitting gaun untuk acara-acara milik orang. Sekarang, ia akan memilih gaun untuk acaranya sendiri, acara pernikahannya.

Fajar dan Salma bertemu dengan desinernya langsung, Jonathan Wongso. Sudah lama Fajar menghubungi beliau untuk mengatur pertemuan agar bisa dijahitkan jas pernikahan. Dan hari itu tiba, hari ini Fajar datang dengan membawa calon istrinya.

Kalau beberapa tahun yang lalu, Fajar datang kesini untuk dijahitkan baju groomsmen, sekarang dia yang akan dijahitkan jas pengantinnya.

"Jadi, Ka Salma mau model gaun yang seperti apa untuk resepsinya?," tanya Sang Desainer.

"Yang paling simple aja Koh, tapi elegan," ucap Salma.

Desainer itu memperlihatkan desain gaun demi gaun pengantin yang berkonsep simple namun terlihat mewah. Salma melihatnya teliti satu per satu.

"Wah, ini bagus-bagus semua Koh. Saya jadi bingung milihnya,"

"Coba calon suami boleh bantu memilih gaun buat Ka Salma," ucap desainer itu memberi buku berisi kumpulan desain gaun kepada Fajar.

"Yang ini aja yang," Fajar langsung tertarik dengan gaun model ball gown berwarna putih, ia menunjukkan desain itu kepada Salma.

"Itu terlalu besar, aku kurang suka modelnya. Nanti susah jalannya,"

"Yang ini gimana?,"

Salma menggeleng ketika Fajar menunjukkan desain baju dengan model Monarch.

"Yang simple aja sayanggggggg," tutur Salma gemas pada calon suaminya.

"Kalau Ka Salma maunya yang simple, gaun model A-Line bisa jadi pilihan Ka. Nanti saya akan sesuaikan karena Ka Salma kan berhijab. Ini contoh gambarnya,"

Salma melihat contoh gaun yang desainer itu tunjukkan, bagus, pikirnya.

"Boleh deh Koh, model kayak gini. Request saya yang simple aja gitu Koh dan nyaman. Jadi kalau dibawa lari bisa,"

"Yang, emang kamu mau kabur pas resepsi?," tanya Fajar panik bukan main.

"Bercanda doang sayang, mana bisa aku kabur dari pelet kamu, hahaha"

Salma memang dari dulu tidak memikirkan tentang wedding dream. Baginya apapun itu yang terpenting konsepnya simple dan nyaman. Salma memang bukan tipe yang ribet dan banyak mau. Dan itu agak menyulitkan Fajar, karena Fajar ingin Salma tampil super feminin dan cantik di acara resepsi pernikahannya nanti.

"Jadi menurut kamu, aku nggak cantik gitu?," ucap Salma pelan kehadapan muka Fajar, sambil melotot tajam.

"Bukan gitu sayang. Tapi ini kan pernikahan, untuk dikenang satu kali dalam hidup kita," bisik-bisik Fajar ditelinga Salma.

"Yang penting itu nyaman. Kalo bagus, tapi nggak nyaman buat apa," ucap Salma menimpali.

Sang desainer yang memilih membuka mulut setelah melihat kliennya sedang berdebat ini, berkata
"Nanti saya akan buatkan gaun yang simple namun nggak akan terlihat polos ya Fajar. Tenang aja, nggak akan kebanting sama tamu undangan,"

Fajar mengangguk mengiyakan.

"Kalau untuk jasnya mau yang kayak apa, Fajar?,"

"Yang original aja, Koh"

"Original? Kamu kira ini basreng?? ini pesen jas bukan pesen basreng sayang!!!!!!," ucap Salma yang sedikit kesal sambil manyun.

FAJAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang