29: Bombatmu Pengawasku

334 30 11
                                    

🎶🎶🎶🎶
Senyum-senyum boleh, main mata boleh
Tapi yang satu itu tidak boleh

Sabar-sabar dulu, nanti-nanti dulu
Kalo tiba waktunya pasti boleh
Jangan sentuh dulu, jangan lihat dulu
Nanti berbahaya
🎶🎶🎶🎶



Begitu syair yang terdengar dari radio di mobil Fajar. Salma sudah terlelap lima belas menit yang lalu. Meninggalkan Fajar yang tengah sibuk menatap kemacetan lalu lintas ibu kota. Kerlap kerlip lampu di jalanan menampilkan kombinasi indah bersama langit Jakarta yang sedang cantik-cantiknya.

Fajar meregangkan tangannya, seharian sudah ia menyetir mobil ke beberapa tujuan yang berbeda. Semua sendinya terasa pegal-pegal.

"Prewedding udah ☑️"
"Tes kesehatan udah ☑️"
"Bimbingan Pra-Nikah juga udah ☑️"
"Undangan, dekor, Gaun, MUA, souvenir, catering, udah ☑️"
"Apalagi ya?," tutur Fajar bermonolog.

"Udah semua, tinggal saya terima nikahnya..." jawab Salma dengan keadaan mata tertutup.

"Yang?"
"Kamu lagi tidur kok bisa denger aku ngomong?,"

"Aku cuma merem, aslinya masih denger..."

"Oooh, ya udah sok dilanjutin tidurnya,"

Salma membuka matanya, lalu menggeleng.
"Sini aku yang nyetir gantian, kamu capek pasti,"

"Nggak usah, tadi aku udah minum kopi. Gapapa" ucap Fajar dengan lembut.

Fajar memang seperti itu, dia memberikan segalanya untuk orang-orang terkasih. Tenaga, waktu, pikiran, ataupun barang. Tak heran kalau teman-temannya ada di lintas bidang, di lintas usia, ataupun di lintas budaya. Tersebar di duni badminton dan sepak bola, ada di usia muda ataupun senja. Mulai dari orang Surabaya, Bantul, Blora ataupun Flores. Semua teman-temannya. Bisa lah besok jadi duta perbestie-an.

Lagu Decode by Paramore terdengar dari mobil Fajar. Itu playlist wajib ketika pergi bersama Salma. Fajar bahkan sampai hafal liriknya karena terus menerus diputar oleh Salma.

"Yang, undang paramore lah ke wedding kita," pinta Salma memelas.

"Sayang... nggak usah kayak gitu. Kalau mau ngundang jangan dadakan, yang terpenting budgetnya cukup,"

"Uang kamu kan banyak,"

"Banyak sih, ada 17 Triliun,"

"Sombong banget, jumawa terus deh,"

"Ya aku kan ikut-ikutan kamu, jumawanya. Kita kan udah sepakat dananya buat tabungan pendidikan anak kita nanti. Sekolah makin mahal sayang. Kalaupun mau ngundang, ya jangan Paramore lah. Lokal an aja, ngundang Mister Limbad atau Aldi Taher. Lima belas juta bisa," ucap Fajar menyarankan.

"Kamu pikir kita mau adain sirkus???!!! ini mau wedding bukan acara makan beling," ucap Salma naik darah.

Fajar tersenyum, seperti sudah paham dengan tingkah calon istrinya yang kalau PMS akan berubah menjadi siluman ular. Ati-ati kena patok 🐍.

"Besok aku dipingit, kita nggak boleh ketemu dulu,"

"Iya, sehari doang kan?," tanya Fajar bercanda.

"Seminggu,"

"Lama banget. Nggak bisa kurang?.......,"

"Pake nawar lagi. Kamu kira ini pasar tradisional??"
"Kan waktu meeting bareng Mama Papa, Mama udah ngomong. Dalam tradisi Jawa, pingitan itu wajib hukumnya. Dulu malah sampe sebulan dua bulan. Cuma seiring berjalannya waktu, jaraknya makin dibuat pendek.  Seminggu itu termasuk sedang lah. Nggak lama-lama amat,"

"Kamu pingitan tapi kamu lupa kalau kita tetanggaan. Nanti aku ke rooftop rumah aja, kita udah bisa lihat satu sama lain," ide culas Fajar memang tidak ada duanya.

"Hush, ga boleh gitu Sayang!!! ini bagian dari tradisi yang WAJIB buat dilestarikan. Manfaat pingit itu bagus banget tau Yang. Kita jadi bisa memupuk rasa rindu ke pasangan. Ntar kamu bakal pangling deh pas ketemu aku di akad nikah. Selain itu, katanya si bisa buat menghindari dari marabahaya gitu. Menjaga kedua calon mempelai. Orang-orang bilang, pingitan juga tujuannya buat memupuk rasa percaya kita ke pasangan kita. Jadi selama dipingit, kita nggak ketemu. Nggak ngobrol. Pokoknya fokus sama diri sendiri dulu. Kita bisa me time, bisa istirahat juga karena kamu tau sendiri lah sepusing apa ngurusin vendor wedding tuh. Lagian persiapan pernikahan kita udah 95%. Aman semua udah. Nanti selama seminggu itu aku bakal menicure, pedicure, spa, terus perawatan di rumah. Pokoknya aku nggak ada telfon, video call kamu, nggak ada,"

Fajar menelan ludahnya. Berusaha menghormati keputusan keluarga Salma untuk melakukan pingitan. Walaupun rasanya pasti berat. Huffttt, oke demi kelancaran pernikahan. Apapun itu, wajib Fajar jalankan.

"Terus, pas kamu dipingit. Aku ngapain?," ucap Fajar sambil menyetir mobil. Jalanan kota telah berkurang macetnya.

"Ya kamu ngapain kek, gali kubur atau tanam pohon, atau apalah. Cari kegiatan sendiri," jawab Salma menguji kesabaran calon suaminya.

"Yang penting nggak usah bertingkah macem-macem. ATAU......" Salma mengepalkan tangannya. Seperti hendak meninju wajah Fajar.

"Iya iya siap sayang. Aku nggak akan macem-macem kok. Tenang, aman..."

Mereka berdua sudah sampai di depan halaman rumah Salma. Salma turun dari mobil, katanya,
"Bye calon suami. Seminggu nggak ketemu dulu ya. Nanti kalo ada apa-apa, WhatsApp Mama aku aja. Oke?,"

Fajar manyun, ia tidak mengiyakan perkataan calon istrinya itu. Padahal waktu pdkt, tidak bertemu satu bulan pun sanggup. Kok ini cuma seminggu aja kelihatannya berat sekali untuk tidak bertemu??

"Nggak usah kayak gitu. Seminggu doang.... abis itu sah,"

"Iya sayang iya..."
"Aku boleh ngasuh Bombat dulu nggak selama kamu dipingit? biar aku ada kegiatan gitu,"

Bombat adalah anak kedua Salma setelah Jhon. Mereka berdua adalah kucing-kucing kesayangan Salma. Setelah Fajar tentunya. Kalau Fajar itu kucing tipenya kucing garong.

"Emang kamu bisa?"

"Bisa. Sebagai gantinya kamu gitu,"

"Maksudnya?? Kamu nyamain aku sama kucing??"

"Maksudnya biar aku nggak kesepian banget, ada si Bombat yang nemenin," tutur Fajar menenangkan.

"Ya udah deh, aku ambil dulu Bombatnya. Kamu tunggu sini, five minutes!!,"

Salma berlari menuju pintu rumahnya, ia segera mengambil kucing kesayangannya, Bombat.

"Mau dibawa kemana Bombatnya?," tanya Mama Ita yang sedang duduk di depan televisi, sedari tadi menunggu putrinya pulang.

"Si Fajar mau ngasuh katanya. Mau belajar jadi Bapaknya Bombat,"

"Hari ini terakhir ketemu ya, besok kamu dipingit," kata Mama Ita mewanti-wanti.

"Iya Mama, Salma udah bilang kok ke Fajar. Jadi nanti Fajar WhatsApp Mama kalau ada sesuatu yang penting dan genting,"

"Kalau Mama baper sama Fajar gimana?,"

"Jangan dong, nanti Salma bilangin Papa!!,"

Mereka berdua tertawa kecil, malam sudah mulai larut. Mama Ita mengerti, jalanan Ibu Kota memang macetnya minta ampun. Menghambat perjalanan orang-orang yang berpergian.

Salma keluar dari rumah dengan menggendong kucingnya. Memberikannya kepada Fajar.

"Kok diem aja. Ini pegang,"

"Aku ngeri sama bulunya," jawab Fajar dengan ekspresi takut.

"Kamu katanya mau ngasuh, giliran suruh megang aja nggak berani,"

"Bukan nggak berani, tapi...."

"Jadi enggak???,"

"Iya jadi sayang, tapi tolong taruh jok belakang ya," pinta Fajar menyatukan kedua tangannya. Tanda memohon.

Salma memutar kedua bola matanya. Sambil mengelus-elus Bombat, Salma bilang,
"Bombat, tolong jagain Bapak kamu ya. Eh maksudnya calon Bapak kamu. Jangan sampe dia liat-liat foto cewek-cewek cantik di Instagram. Kalo ketauan, kamu cakar aja sampe berdarah, oke?"

FAJAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang