2 : Lo Itu Problematik

283 27 2
                                    

"Ayok," Perempuan itu bersemangat untuk menuju jalan pulang selepas seharian bekerja di studio. Melepaskan sepatu Converse-nya dan meletakkan tas selempang di samping tempat duduknya.

Pria disebelah jok mobil itu tidak bergeming. Mukanya muram seperti sedang memikirkan sesuatu. Tanpa ekspresi, tidak seperti biasanya.

"Hei, kamu kenapa sayang?," Tangan perempuan itu menyentuh dagu Fajar. Memastikan kekasihnya baik-baik saja.

"Nggakpapa, yuk," ucap Fajar lirih sambil melirik apakah seat belt Salma sudah terpasang sempurna.

Mereka berdua berkendara di kota yang sudut-sudutnya mengisahkan tentang cinta, Jakarta. Cinta yang tumbuh tiba-tiba. Merekah sempurna.

Hari ini Fajar libur, jadilah ia punya kesempatan untuk menjemput kekasihnya di Studio. Bukannya senang, Salma malah merasa ada yang janggal. Sedari tadi Fajar menyetir menatap jalanan. Tak sedikitpun menoleh kearahnya. Berbeda seperti sebelum-sebelumnya.

Mungkin Fajar sedang ada masalah, pikir perempuan itu. Ia berusaha mencari topik agar tidak "krik krik".

"Yang, aku mau cerita. Hari ini kayak biasa, syuting bareng Paul, Nabila, Rony. Terus ada tapping buat iklan. Capek tapi seruuu!!," Salma antusias bercerita, berharap Fajar mau merespon ceria sepertinya.

Nihil, Fajar hanya tersenyum kecut. Pun masih dengan tatapan sendu. Lanjut menyetir dan fokus pada jalanan lengang ibu kota. Tak satupun kata keluar dari mulut pria itu.

"Kamu kenapa? ada masalah?,"

"Kamu masih deket sama Rony?,"

Dahi Salma berkerut tiga, lalu membalas ucapan kekasihnya dengan santai.

"Ya, deket. Kayak temen-temen yang lain. Kayak Paul, Diman, Rahman, semua anak-anak idol kan deket,"

"Masih sering cerita-cerita sama Rony?,"

"Dia jarang ngobrol sama aku, kecuali pas kerja aja, kenapa?," tanya Salma curiga dengan sikap dingin Fajar.

"Bukannya Rony pernah suka sama kamu, ya?,"

"Hahaha, nggak lah. Sekedar partner duet aja, nggak lebih nggak kurang, kita...." ucapan Salma terpotong sebab Fajar tiba-tiba menjelaskan alasan mengapa dirinya diam sejak awal.

"Tadi, pas kamu belum keluar Studio, Rony nyamperin aku. Dia bilang, ...."

( 📍 Tempat Parkir Studio )

"Denger-denger lo mau tunangan ya sama Salma,"

Fajar mengangguk pelan, seperti tidak senang dengan pertanyaan yang keluar dari mulut pria berperawakan sedang, bertubuh gempal itu. Lagi pula apa urusannya dengan dia? teman dekat? bukan. Tiba-tiba ikut duduk di depan mobil miliknya.

"Cepet amat, kayaknya Salma nggak mau kalah sama mantannya,"

"Maksudnya?," Fajar mulai memberikan perhatian pada setiap kata yang keluar dari mulut Rony. Matanya menatap wajah bulat itu.

"Kan mantannya abis tunangan, jadi Salma nggak mau ketinggalan kayaknya. Semacem balas dendam gitu lah,"

"Salma nggak kayak gitu orangnya," Fajar membenarkan posisi duduknya. Merasa tidak nyaman mengobrol dengan manusia satu itu.

"Gue kenal salma sejak di Idol. Lebih lama dari lo. Jadi gue tau sifat aslinya dia kayak apa,"

Fajar terdiam. Memilih untuk tidak terlalu jauh memikirkan hal itu. Tapi dihatinya terbesit rasa ingin tau, apa iya kekasihnya se-naif itu?

Memang benar, dia baru kenal Salma setelah kekasihnya mentas dari ajang pencarian bakat itu. Sedangkan rony? mereka sama-sama mengenal saat masih di karantina. Lebih lama, lebih dulu Rony yang mengenalnya.

Balas dendam?
Tidak mungkin.

Salma adalah orang yang paling mudah untuk memaafkan. Hatinya lapang. Lagipula masa lalunya sudah selesai. Benar-benar selesai. Buat apa bersaing dengan sang mantan?
Salma tidak seperti itu.

"Lo harus tanya lagi bro, sama Salma," dengan entengnya Rony memberi pengaruh buruk untuk Fajar. Sambil menepuk bahu Fajar sok akrab.

"Maksud lo apa si ngomong kayak gitu, hah?" tensi Fajar mulai naik. Ia merasa sedang di provokasi oleh Rony, orang yang tiba-tiba datang mencampuri urusannya.

"Santai-santai, bro. Gue cuma kasih info, harusnya lo terima kasih ke gue,"


[=°=]

"HAH? RONY NGOMONG GITU?"

Tangan Salma mencengkram kuat. Seperti hendak memukul sesuatu atau seseorang siapapun itu. Naluri petarungnya keluar, maklum saja dia dulu atlet taekwondo.

Fajar menganggukkan kepalanya, tak menambahkan kalimat apapun.

"Yang, kamu nggak usah dengerin Rony ya. Lagipula kamu tau kan, masa lalu aku udah aku lupain. Jauh jauh hari sebelum aku deket sama kamu. Sebelum kita menjalin hubungan. Aku juga nggak merasa tersaingi kalau Mantanku tunangan dulu. Aku bahkan nggak peduli dia mau nikah mau lamaran, terserah. Aku masih punya banyak hal buat diurus. Ngurusin mantan sama sekali bukan kerjaanku,"

"Gini, yang. Jadi tuh tadi aku lagi cerita sama Paul soal rencana pertunangan kita bulan depan. Karna aku pikir, Paul udah aku anggap bestie banget lah, mana mungkin dia bocorin apa yang aku ceritain. Tapi aku lupa, kalau di dalam ruangan juga ada Rony. Mungkin suaraku pas ngobrol kedengeran. Maaf ya, karna aku, kamu jadi kepikiran gini,"

Salma berusaha menjelaskan dua paragraf panjang. Sayang, Fajar belum bisa tersenyum lebar. Ia mendengarkan, tentu mendengar apa yang Salma katakan. Tapi, hatinya masih ganjil. Belum bisa menerima penjelasan Salma seutuhnya. Fajar terus menyetir tanpa banyak bergeming. Sedangkan Salma sudah mulai tersulut emosi karena tingkah Rony.

Sore itu jadi kelabu, mendung merata di langit ibukota. Seperti perasaan Fajar yang tidak secerah biasanya.

"Aku turun ya, i love you," ucap Salma sebelum turun dari mobil. Mereka berdua sudah sampai di depan gerbang Kos Salma.

Fajar mengangguk sambil tersenyum kecil. Masih tak menjawab, masih diam. Lantas melaju secepat kilat meninggalkan Salma yang tangannya melambai.

Sedih, tentu sedih melihat Fahar bersikap seperti itu. Apa yang dikatakan Rony, semua itu FITNAH!

"Kenapa telfon? kangen ya?"

"Najis amit-amit!, to the point aja deh. Lo ngomong apa ke Fajar tadi siang?," tutur Salma lewat panggilan suara. Ia belum mandi, belum makan. Baru sampai Kos-kosan.

"Gue cuma bilang, kayaknya lo mau saingan sama mantan buat cepet-cepetan tunangan,"

"Anjir, gila ya lo,"
"Lo itu problematik, Ron,"
"Dari dulu selalu ganggu hubungan gue, masalah lo apa sih! ngga suka banget sama Fajar,"
"Lo iri?,"

"Iri? sama dia? sama cowok yang gampang overthinking? gampang terpengaruh? cuih nggak level!,"

"Lo itu makin lama makin ngeselin ya, coba deh lo urus pacar lo sendiri. Lo bahagia-bahagia deh sama pasangan lo. Inget, sebesar apapun usaha lo buat bikin hubungan gue sama Fajar renggang, itu nggak akan bisa,"

"Gini sal, gue kasih tau. Mending lo patah hati di awal daripada nikah sama orang yang salah,"

Salma menutup paksa sambungan telefon. Merasa sia-sia berbicara panjang lebar. Mana bisa manusia seperti Rony itu mengerti?

Mana paham?

Semakin banyak Salma berbicara, semakin senang Rony dibuatnya.

FAJAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang