Wangi parfum ZARA varian sweetheart tercium dari kamar itu. Ya, Malam ini Salma sudah siap dengan outfitnya yang swag abis. Kerudung segi empat berwarna hitam, kaos hitam, dan celana jeans denim. Ia keluar dari pintu Kos-an dan langsung menemui Paul yang sudah menunggu di luar.
"Kaya mau takziah aja item-item,"
"Brisik lu, ayo kita cabs,"
Semangat empat lima membara di dada Salma. Lihat riasan wajahnya saat ini, merah sekali bibirnya. Sengaja dia pakai lipstik merah tua. Biar mirip seperti album RED milik Taylor Swift katanya. Kelopak matanya merah muda berkat sapuan eye shadow. Alisnya? jangan ditanya. Sudah badaz sejak lahir. Make up yang sempurna untuk menemui Sang Mantan.
"Eh, ntar disana kita pura-pura pacaran ya, Ul" ucap Salma yang berkali-kali bercermin di kamera ponselnya.
"MANA BISA KAYAK GITU? GUE CUMA NEMENIN LO DOANG, NGGAK ADA NGAKU PACAR-PACARAN. NGGAK MAU GUE,"
"Ih plis lah, lo bantu gue. Lagian lo juga baru putus. Jomblo kan lo? siapa yang mau marah kalo lo pura-pura jadi pacar gue,"
Paul masih fokus menyetir. Ia benar-benar dijebak oleh sahabatnya itu.
"Gue udah cantik belum si?, lipstik gue ke menoren ngga?,"
"Ya elah kayak mau first date aja grogi gitu,"
"Serius Ul,"
"Iya. Udah cantik banget Tuan Putri Salma Salsabil Aliyyah Putri Mandaya," ucap Paul dengan lembut. Seraya tersenyum tipis memandang wajah Salma.
Setengah jam kemudian, mereka sudah sampai di lokasi. Di salah satu mall tempat bowling kesukaan Paul. Salma mau bertemu dengan Fajar dengan syarat mereka berdua harus tanding bowling.
Mereka berdua?
Ya, Fajar dan Paul.Fajar sudah berada di lokasi lebih dulu. Semangat juga ternyata dia. Seperti mau mengantri sembako saja, datangnya awal. Fajar memakai celana pendek dan kaos branded. Harganya 15 juta satu bijinya. Dengan topi putih yang menempel di kepalanya, ia jadi semakin terlihat tampan.
"Gandengan, gandengan" ucap Salma memberi aba-aba kepada Paul untuk bergandengan tangan saat menuju ke arah Fajar.
Paul menurut, ia meraih tangan kanan Salma. Memegangnya erat.
"Hei bro," sapa Paul dalam keadaan masih bergandengan tangan dengan Salma.
"Eh, mau nyebrang ya. Gandengan terus," tutur Fajar ketus.
"Sorry, maklum lah. Orang PACARAN mah BEBAS!," kalimat itu Salma tekankan sedemikian rupa biar Fajar cemburu. Sayangnya tidak mempan. Fajar memalingkan wajahnya.
"Ok, sekarang Paul sama Fajar kalian tanding bowling. Yang menang gue kasih hadiah,"
"Hadiahnya?,"
"Makan sama gue,"
"Oke, siapa takut?!" ucap Fajar tak mau kalah.
Walaupun tak terlalu jago, tapi Fajar optimis mampu memenangkan game ini. Demi bisa makan bersama Salma lagi.
Fajar dan Paul bersalaman, merasa siap dengan tantangan yang Salma berikan. Pemenangnya memang tidak dapat piala. Tapi makan siang bersama Salma itu jauh lebih berharga bukan?
Apalagi untuk Fajar yang dua tahun tidak pernah lagi duduk berdua dan makan bersama Salma. Ini kesempatan emas.
"Bakal ada 2 ronde, nah satu rondenya 5 kali lemparan. Oke? dimulai dari Fajar,"
"Ronde pertama poin 2-3 untuk Fajar. Pemenang Ronde pertama jatuh kepada Paul Fernandoooooo. Wuuu wuuu uuu!!!!!" Tutur Salma sambil bertepuk tangan.
[ Mantan Salma ]
Ronde kedua dimulai. Salma khawatir jika Fajar harus kalah. Walaupun itu bisa saja terjadi. Paul pintar dalam memainkan bola bowling, termasuk handal. Sedangkan Fajar? Ia jarang bersentuhan langsung dengan bola bowling. Maka ini akan sedikit lebih sulit baginya. Jantung Salma terus berdegup kencang. Berharap Fajar yang menang.
"Eh Ul, sini deh. Bentar" Salma menarik tangan Paul ke pinggir kursi. Menjauh dari posisi Fajar berdiri, lalu berbisik pelan kepada Paul.
"Ul, lo ngalah aja deh. Ronde kedua ini, please. Biar Fajar yang menang, dia emang nggak jago bowling. Jagonya matahin hati gue,"
"Nggak fair dong, Sal" nadanya terdengar kecewa. Paul menatap wajah Salma yang penuh harap.
"Toh ini bukan pertandingan Olimpiade, Ul. Plis ya, nanti gue traktir batagor pulangnya,"
Paul menyerah, ia lagi-lagi tidak bisa menolak permintaan tuan putrinya yang satu ini. Tuan Putri Mandaya.
"Iya, buat lo apa yang ngga gue lakuin si Sal,"
"Nah, sip" Salma memberikan dua jempol untuk Pria keturunan itu.
Paul menuruti kata Salma. Ia sengaja melemparkan bola bowling nya ke arah samping. Sehingga membuatnya kehilangan poin. Ya, Fajar menang dalam babak kedua. Kali ini babak penentuan. Paul sudah dapat kode dari Salma, lagi-lagi ia harus mengalah. Pura-pura tidak jago dalam urusan melempar bowling. Membiarkan Fajar mendapat poin.
"YEAYYY, gue menang," ucap pria berumur 31 tahun itu gembira.
Jangan salah, umurnya memang sudah dewasa. Tapi wajahnya masih cocok berusia dua puluh lima. Ya, semakin bertambah usia, wajah Fajar makin menawan. Sampai-sampai Salma pusing dibuatnya.
Fajar mengulurkan tangannya di depan Salma.
"Apa nih?,"
"Gandengan? nggak. Nggak mau gue,"Fajar menarik tangannya kembali. Tak apa, sekarang tidak mau digandeng. Kita lihat saja minggu depan.
"Ul, yuk makan," ajak Salma kepada Paul yang mematung sejak tadi.
"Lah, yang menang kan gue. Kenapa dia yang diajak?," protes Fajar menggebu-gebu.
"Diem. Masa gue biarin Paul kelaperan. Nggak mungkin lah, ayo kita bareng-bareng bertiga ok?,"
Salma melangkah lebih dulu. Memimpin barisan. Sedangkan Paul dan Fajar masih berpandang-pandangan. Masih tak mengerti buat apa capek-capek bertanding kalau semuanya akhirnya diberi hadiah. Entah Si Menang ataupun Si Kalah.
"Boys?,"
Keduanya menurut. Mulai melangkah meninggalkan tempat bowling. Berjalan dibelakang Salma. Sudah macam dua bodyguard saja. Good-looking bodyguard.
"Mbak, mau ramen originalnya dua, sama ...... lo mau apa Ul?,"
"Samain aja,"
"Ok, tiga deh mbak, ramennya"
Fajar tersenyum manis. Ia melihat wajah Salma yang terpampang nyata dihadapannya. Setelah dua tahun lamanya.
"Kenapa?"
"Ternyata lo masih inget apa yang biasa kita pesen,"
Mampus. Keliatan banget kan masih gamonnya. Ah, elu si Sal!
Salma mengabaikan senyum manis Fajar. Berpura-pura tak mendengar apa yang dia katakan.
"Lo belum nikah?," pertanyaan bodoh yang lagi-lagi Salma tanyakan.
Fajar menggeleng, matanya terus menatap wajah manis Salma.
"Tapi udah ada calon?,"
Pria 31 tahun itu menggelengkan kepalanya lagi.
"Lah lu gimana, hobi banget jadi jomblo,"
"Kenapa? lo mau daftar jadi calon istri gue,"
"Ngarep lo!. Ya kali, jangan terlalu pede jadi orang,"
"Gue belum nemuin pengganti lo, Sal. Nggak ada yang sesabar lo, Sal. Nggak ada,"
Seketika Salma terdiam. Seperti ada rasa penyesalan kenapa dia harus memutuskan hubungan itu. Harus meninggalkan Fajar disaat dia masih butuh dukungan darinya. Untuk apa, untuk apa merasa kasihan kepada orang yang diam-diam mengkhianati kepercayaan?
Pantaskah ia menerima semua ini?
Pantas.Salah siapa tidak setia?
Salah siapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
FAJAR
FanfictionKita punya rencana, tapi Tuhan yang berkehendak. [ kelanjutan dari cerita "SALJAY : LAUGH, MIC & RACKET 🎤🏸💙]