26

20.3K 1.2K 34
                                    

Seharian ini aku mengabaikan Mas Darma. Tidak ada satupun pesannya yang ku balas, begitupun dengan panggilan teleponnya yang tidak ku jawab.

Aku masih kesal padanya perkara Rumi tempo hari. Dia sudah coba menjelaskan, namun aku tetap bersikeras pada pendirianku. Dia harus menyingkirkan Rumi dari hidupnya, bagaimanapun caranya. Tentunya hal itu akan dilakukannya jika ia benar-benar serius ingin aku kembali padanya.

Jika tidak, ya tentu saja dia akan tetap membiarkan Rumi terus menerus merongrong kehidupannya.

Apa dia tidak bosan menafkahi wanita itu? Jika ingin bersedekah, aku rasa Rumi bukan orang yang tepat untuk di sedekahi. Dia masih sehat, masih terbilang kuat untuk bekerja dan mencari nafkah? Kenapa harus terus menerus bergantung pada orang lain?

Aku tau dia janda dan kedua anaknya yatim, tapi tidak bisakah dia mencari dan meminta bantuan pada saudaranya saja? Kenapa pula harus Mas Darma yang ia repot kan!

"Mama?" Terdengar suara Gema disertai dengan ketukan dari arah depan pintu kamarku.

Aku yang tengah sibuk dengan pikiranku semenjak tadi, segera turun dari tempat tidur untuk membukakan pintu.

"Kenapa sayang? Kamu nggak bisa tidur?" Tanyaku padanya dengan sedikit khawatir, mengingat ini sudah jam setengah sepuluh malam.

Gema menggeleng, lalu menyerahkan ponselnya padaku.

"Ini Papa telpon, nanyain mama terus. Kata Papa, Mama nggak angkat-angkat telpon."

Aku hanya bisa menghela nafas pelan saat Gema terus menyodorkan ponselnya padaku.

"Kata Papa kalau Mama nggak mau jawab, Papa bakal telpon terus. Gema ngantuk, Ma." Rengeknya sambil menguap.

Memang Mas Darma ini! Tega sekali dia mengganggu tidur anaknya!

Dengan tersenyum kecil aku mengambil ponsel Gema. Ku pikir Gema akan segera berlalu menuju kamarnya, namun ia malah tetap berdiri diambang pintuku.

"Kata Papa, Gema harus mastiin Mama nggak matiin telponnya."

Mendengar apa yang diucapkan oleh Gema membuatku lagi-lagi merutuki Mas Darma.

"Mama nggak akan matiin telepon Papa. Mama janji. Tapi Gema tidur ya? Besok kan sekolah." Aku menyodorkan jari kelingkingku kearah Gema, putriku menyambutnya sambil sekali lagi menguap.

"Jangan ditutup ya Ma, nanti Papa marah lho." Gema berkata sambil berlalu menuju kamarnya.

"Good Night ya sayang." Aku berkata sembari melambai kecil padanya.

Sepertinya aku tidak ada pilihan lain selain menjawab panggilan Mas Darma ini.

Daripada dia nekad dan mengganggu jam tidur anak-anak. Terkadang pria tua itu bisa menjadi kekanak-kanakan sesuka hatinya.

"Apa?!" Tanyaku langsung saat menempelkan ponsel Gema ke telingaku.

"Kenapa kamu nggak balas pesan dan jawab panggilan saya?" Mas Darma juga sepertinya tidak membutuhkan basa-basi sesaat setelah mendengar suaraku.

"Malas!" Ketus ku lagi padanya.

"Turun! Saya didepan!"

Astaga! Kenapa pula dia harus datang ke rumah?! Dia pastinya tidak buta dan kehilangan akal hingga tidak menyadari bahwa aku sedang kesal dan marah padanya. Dan aku sedang tidak ingin bertemu dengannya saat ini!

"Aku ngantuk!"

"Ne, jangan pancing saya untuk membuat keributan." Ancamnya.

Mas Darma bukan tipe pria yang selalu bersikap manis. Terkadang dia ya seperti saat ini, seenaknya, semaunya, dan selalu menginginkan aku tunduk pada perintahnya.

Wanita KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang